Pesta pernikahan kakak sepupuku, Mas
Bud, dapat dikatakan sangat meriah dan sangat mewah. Dia memang sangat
beruntung, perawakannya yang over size dengan perut yang mirip gentong itu
tidak menghalanginya untuk menikahi Mbak Nin, seorang wanita yang sangat cantik
dengan body yang sangat aduhai. Aku pun heran, kenapa wanita secantik Mbak Nin
yang memiliki tubuh langsing dengan tinggi 170 cm itu mau menikahi Mas Bud. Apa
mungkin karena kekayaan Mas Bud? Tapi masa bodohlah, yang pasti mataku selalu
tidak bisa lepas dari Mbak Nin, dan otakku pun sibuk memikirkan sesuatu yang
sangat nakal.
Seperti
biasa, setiap 2 bulan sekali diadakan petemuan keluarga. Karena keluarga kami
merupakan keluarga yang sangat besar. Setiap pertemuan keluarga, aku selalu
berusaha untuk mencuri pandang, kecantikan dan kemolekan tubuh Mbak Nin yang
sempurna itu memang membuatku jatuh cinta dan sangat bernafsu. Ingin rasanya
memeluk, mencium dan bercinta dengannya. Tapi sayang pertemuan keluarga yang
hanya sehari semalam itu sangatlah sebentar bagiku. Aku selalu tidak pernah
puas untuk mengkhayalkan Mbak Nin.
Setelah 14
kali pertemuan keluarga, sekitar 2 tahun setelah pernikahan Mas Bud dan Mbak
Nin, akupun kuliah di Jakarta. Karena rumahku di Bandung, aku terpaksa harus
mencari tempat kost. Tapi Mas Bud melarangku dan menyuruhku tinggal di rumah
besarnya. Aku disuruh menjaga rumah selama kepergian Mas Bud ke negeri Belanda
selama kira-kira 2 Bulan. "Sekalian menemani Mbak Nin", demikian kata
Mas Bud.
Aku jelas
bersedia, selain ngirit uang kost juga bisa selalu melihat keindahan Mbak Nin.
Satu minggu
telah belalu semenjak kepegian Mas Bud. Aku pun sibuk di kampus dengan berbagai
jenis kegiatannya. Aku berusaha menyibukkan diriku agar pikiran kotor mengenai
Mbak Nin dapat aku tepis. Aku tidak mau menghianati Mas Bud, kakak sepupuku.
Jam 7 malam
tepat aku sampai dirumah Mas Bud, yang kini hanya didiami oleh satu orang
pembantu rumah tangga, satu orang satpam, aku dan Mbak Nin. Aku lihat Mbak Nin
belum pulang. Aku pun bebersih diri dan kemudian bersantai di kursi sofa sambil
mendengarkan music klasik dari Beethoven. Dolby Digital Suround Sound System
Super DTC yang ada di ruangan tengah itu membuai diriku dan akupun terlelap.
Entah berapa lama aku tertidur di kursi sofa sampai kemudian aku terbangun
dengan dering telephone dari mesin faximile yang ada di kantor pribadi Mas Bud.
Aku
terkejut, terbangun dan bermaksud menuju ke arah suara telephone tersebut.
Belum sempat aku beranjak dari kursi sofa, aku melihat suatu pemandangan yang
sangat mengejutkan. Pintu kamar Mbak Nin terbuka, dan keluarlah Mbak Nin dengan
rambut yang basah dan hanya di bungkus handuk berlari menuju kearah ruang kerja
Mas Bud. Dari ruang santai tersebut aku bisa melihat jelas kearah ruang kerja
Mas Bud. Aku lihat Mbak Nin sedang berbicara dengan seseorang di telephone
tersebut.
Handuk itu
membungkus tubuh Mbak Nin mulai dada sampai sampai perbatasan antara pantat dan
pahanya. Hatiku berdebar sangat keras melihat itu semua. Terlihat betapa
sintalnya tubuh Mbak Nin. Walaupun terbungkus handuk, bentuk pinggul dan
pantatnya dapat terlihat jelas. Jantungku tambah tidak karuan ketika Mbak Nin
mengambil sebuah buku dari lemari atas yang membuat handuk tersebut semakin
terangkat.
"Oh, My God!" Ternyata
Mbak Nin tidak memakai CD, terlihat belahan pantatnya yang sangat bulat, padat,
putih dan mulus tak bercacat. Mbak Nin membalikan tubuhnya, aku terkejut dan
tetap pura-pura tertidur. Mbak Nin kemudian duduk diatas meja kerja Mas Bud dan
membaca buku yang baru saja diambilnya. Hal ini membuatku semakin gila. Kali
ini Mbak Nin menyilangkan kakinya yang ramping itu agak tinggi sehingga
handuknya makin naik ke atas. Benar-benar merupakan pemandangan yang sangat
indah, pahanya yang putih mulus serta padat berisi itu membuat jantungku serasa
mau copot.
"Pletak..!" Tak sengaja
kakiku menyenggol vas bunga di atas meja didepan kursi sofa tempat aku
berbaring. Aku kaget setengah mati takut ketahuan Mbak Nin. Untung aku tidak
kehabisan akal, aku bangun dan membenarkan posisi vas bunga tadi dengn terus
berpura-pura tidak menyadari keberadaan Mbak Nin.
"Apaan tuh?" Tanyanya yang
kemudian aku jawab dengan singkat.
"Eh.., ini Mbak vas bunganya jatuh." Jawabku.
"Rangga, kesini deh sebentar..!" Aku kaget setengah mati, Mbak Nin memanggilku.
"Eh.., ini Mbak vas bunganya jatuh." Jawabku.
"Rangga, kesini deh sebentar..!" Aku kaget setengah mati, Mbak Nin memanggilku.
Aku berjalan dengan pura-pura
sempoyongan karena masih mengantuk. Aku berjalan menuju ruang kerja Mas Bud. Kulihat dari
dekat Mbak Nin dengan posisi yang masih sama memandangiku. Perpaduan antara
betis indah dengan paha yang putih, mulus padat berisi itu semakin jelas.
"Duduk
sini!" Perintahnya sambil menunjukan kursi yang berada tepat didepan meja
yang diduduki Mbak Nin.
Aku menurut
tanpa sepatah katapun. Setelah aku duduk di depannya, Mbak Nin mengangkat kaki
kanannya dan meletakkan telapak kakinya tepat diantara pahaku. Aku hanya
terdiam dengan jantung yang semakin kencang. Entah apa maksud Mbak Nin.
"Nih,
lihat.., tadi pagi aku kesandung, dan jari kelingkingku sedikit memar."
katanya sambil tak hentinya kutatap kakinya yang indah dan bersih itu.
Jari-jarinya mungil dan putih sangatlah indah bila di pandang dan di pegang.
"Mau
nggak pijitin kaki Mbak?" Aku pun langsung meraih betis yang indah itu.
Mbak Nin
mengangkat kaki kanannya dari pangkuan kaki kirinya. Aku tak menyadari gerakan
itu karena pikiran dan mataku saat itu terfokus kepada sesuatu diantara kedua
belah paha Mbak Nin. Aku terkejut, telapak kaki kiri Mbak Nin tiba-tiba
membelai dan memutari daerah kemaluanku yang masih tegang dan terbungkus celana
jeansku. Aku memandangi Mbak Nin dan..,
"Jangan
kegat, Mbak tau koq, dari dulu kamu selalu merhatiin Mbak terus khan?"
Katanya.
Aku heran
dari mana Mbak Nin tahu kalau aku emmang selalu mengagumi keindahannya.
"Mbak
Nin juga selalu merhatiin kamu, cuma kamu aja yang nggak pernah sadar."
Katanya lagi.
"Kamu sayang Mbak Nin nggak?" Tanyanya.
"Ssayang mm.. mb.. mbak!" Jawabku terbata-bata.
"Mbak Nin juga sayang kamu"
"Bener deh!"
"Kalo kamu sayang Mbak Nin, kamu tolongin Mbak Nin mau khan?" Tanyanya.
"Mau Mbak, tolong apaan?" Tanyaku lagi.
"Cium betis Mbak Nin donk sayang!"
"Kamu sayang Mbak Nin nggak?" Tanyanya.
"Ssayang mm.. mb.. mbak!" Jawabku terbata-bata.
"Mbak Nin juga sayang kamu"
"Bener deh!"
"Kalo kamu sayang Mbak Nin, kamu tolongin Mbak Nin mau khan?" Tanyanya.
"Mau Mbak, tolong apaan?" Tanyaku lagi.
"Cium betis Mbak Nin donk sayang!"
Baru kali
ini Mbak Nin memanggilku sayang, bisanya Mbak Nin hanya memanggil namaku. Tanpa
satu pertanyaan pun aku ciumi betisnya yang putih dan indah itu. Aku tidak
hanya menciumi betis itu, sesekali aku menjilati betis itu. Makin lama makin ke
atas sampai ke pahanya. Mbak Nin menggelinjang hebat, desahannya membuatku
semakin buas.
"Ah.., sayang.. terus sayang..
enak..!" Aku menjadi semakin nekat, makin lama aku makin keatas terus dan
kemudian bibirku tak hentinya menciumi paha Mbak Nin. Semakin lama semakin
keatas.
"Cium aku sayang!" Tiba-tiba Mbak Nin menghentikan gerakanku.
"Cium aku sayang!" Tiba-tiba Mbak Nin menghentikan gerakanku.
Dengan kedua tanggannya Mbak Nin
menarik kepalaku dan membimbingku untuk mencium kedua bibirnya yang sangat
tipis dan berwarna merah muda. Kita berdua akhirnya saling berciuman. Sesekali
lidahku masuk kemulutnya dan begitu pula sebaliknya. Lidah kita saling bermain
di dalam mulut. Aku dapat merasakan, kedua tangan Mbak Nin berusaha membuka
ikat pinggang kulitku. Aku terdiam saja, sampai akhirnta Mbak Nin menyelipkan
tanggannya ke balik celanaku. Mbak Nin meraih batang kemaluanku, aku terus
menciuminya sambil mencari ikatan yang mengikat handuk Mbak Nin.
"Mbak aku lepas ya
handuknya?" Kataku.
Mbak Nin hanya menganggukan
kepalanya sambil terus memandangiku. Tak lama kemudian aku lihat Mbak Nin sudah
telanjang bulat didepanku, tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya yang
langsing, putih, mulus dan padat tersebut. Terlihat jelas olehku kedua bukit
kembarnya. Besarnya tidak seberapa, tetapi memiliki bentuk yang sangat indah.
Kencang, Padat, keras dengan puting yang sedikit mencuat keatas. Aku tak sabar,
mulutku langsung mendarat tepat di puting susunya. Saat itu aku lakukan segala
sesuatu yang bisa mulutku lakukan. Menjilati, menciumi dan menghisap. Kulakukan
itu secara bergantian antara yang kiri dan kanan. Aku benar-benar asyik dengan
kesibukanku saat itu.
"Ah,
sayang.. terus sayang.. oh." Aku menjelajahi seluruh tubuh bagian atasnya.
Dari kedua
bukit kembarnya, aku ber alih ke ketiaknya. Aku angkat ke dua tangannya.
Ketiaknya yang tanpa bulu dan beraroma wangi itu aku jilati dengan ujung
lidahku. Mbak Nin menjepit kepalaku.
"Ah,
jangan disitu dong, aku nggak kuat, geli!" akupun beralih ke perutnya.
"Busyet..!" Pikirku, tak sedikitpun lemak yang aku temukan di perutnya.
"Busyet..!" Pikirku, tak sedikitpun lemak yang aku temukan di perutnya.
Sambil
menciumi dan menjilati perutnya aku penasaran apakah ada sedikit saja lemak
yang bertengger di perutnya. Aku memutar ke pinggangnya.
"Ah..sayang,
ternyata kamu nakal..!" Mbak Nin mulai meracau.
Aku terus
memutari bagian perutnya yang ternyata tak ada lemak sama sekali.
"Hebat.., a perfect
woman." pikirku.
"Tak ada, ya.. betul.. sama sekali.., tak ada cacatnya sama sekali tubuh wanita ini." pikirku.
"Putih, mulus, padat, bersih, tak berlemak dan kencang." aku terus menikmati menjilati tubuhnya.
"Tak ada, ya.. betul.. sama sekali.., tak ada cacatnya sama sekali tubuh wanita ini." pikirku.
"Putih, mulus, padat, bersih, tak berlemak dan kencang." aku terus menikmati menjilati tubuhnya.
"Buka celana kamu
sayang..!" Mbak Nin menyuruhku, aku pun melorotkan celanaku sekaligus
dengan CD ku, sehingga akupun telanjang bulat.
Batang kemaluanku sudah benar-benar
mencuat keatas.
"Wow, Punya kamu udah bangun
rupanya."
"Tunggu sebentar ya."
"Tunggu sebentar ya."
Mbak Nin naik keatas meja, seluruh
tubuhnya benar-benar di atas meja. Mbak Nin mengatur posisinya, dan akhirnya
Mbak Nin nungging diatas meja dengan wajah tepat di depan kemaluanku. Tangannya
kirinya meraih dan menarik batang kemaluanku. Aku menurut saja bagaikan kerbau
yang di cocok hidungnya. Mbak Nin mulai menciumi kepala kemaluanku.
"OH..,!" Sekarang
giliranku yang merasakan nikmatnya permainan yang Mbak Nin lakukan.
Mula-mula hanya kepala kemaluanku
yang merasakan hisapan, jilatan, dan sedikit sentuhan giginya yang putih
bersih. Lama kelamaan Mbak Nin membenamkan batang kemaluanku sedikit demi
sedikit kedalam mulutnya.
"Ah.., Uh..!" Aku mendesah
pelan dengan sedikit menyeringai untuk menahan gejolak yang sedang berkecamuk
di dalam tubuhku.
Aku nggak
mau hal ini cepat selesai. Mbak Nin terus mempermainkan batang kemaluanku.
Kadang sesekali Mbak Nin mengulum kedua bijiku. Hal ini membuat kusedikit
mules, tapi kenikmatan yang aku raih jauh dari itu semua.
Aku tak mau
diam, aku julurkan tangan kananku untuk meraih perbatasan punggung dan belahan
pantatnya. Untuk mengimbangi permainannya, pantat Mbak Nin yang terlihat
nungging, ku remas dengan tangan kanan, sementara tangan kiri masih meraba-raba
punggung Mbak Nin, aku raba dan aku belai punggung yang putih mulus itu.
Tanganku bergerak turun menelusuri celah pantatnya, dan sekarang menuju liang
kemaluannya. Kemaluan itu kemudian aku sentuh dari belakang, dan terasa sudah
sangat basah dan merekah. Aku belai-belai bibir luar kewanitaannya dan akhirnya
ku belai-belai clitoris-nya. Merasa clitoris-nya tersentuh oleh jari saya,
pantat Mbak Nin semakin dinaikkan, dan terasa tegang, kuluman ke batang
kejantanan ku semakin kencang dan buas. Melihat perpaduan antara belaian
klitoris, punggung yang putih mulus dan kuluman rudal, suara kami jadi semakin
maracau.
Kocokan
mulutnya terhadap Batangku semakin lama semakin dalam dan cepat. Kadang
kepalanya naik dan turun, tetapi kadang kepalanya juga sedikit berputar.
Sedikit perubahan gerak dari kepalanya, terasa sangat nikmat aku rasakan. Aku
mulai kehilangan kendali, ada sesuatu yang bergejolak di atas pangkal batang
kemaluanku. Entah mengapa, tangan kanannya menyentuh perutku dan mendorongku.
Dorongannya sedikit kuat sehingga aku terduduk di kursi lagi.
"Plop..!"
Terdengar suara yang lucu akibat terlepasnya batang kemaluanku dari mulut
mungilnya.
"Sekarang
giliran kamu sayang." Seakan Mbak Nin tahu, bahwa aku sudah mulai
kehilangan kendali. Mbak Nin menghentikan permainannya dan mengatur posisinya
lagi.
Aku dapat melihat
dengan jelas. Lubang kenikmatan Mbak Nin yang bewarna merah muda dan merekah
itu. Aku memandanginya sejenak. Betapa indah lubang surga Mbak Nin yang
membuatku seakan tak bernafas menahan gelora dan aliran listrik yang mulai over
load. Jari tengah tangan kanan Mbak Nin mempermainkan lubang surganya kekiri,
kekanan, keatas, dan kebawah sehingga tampak kemaluan Mbak Nin kembang seakan
kembang kempis. Sesekali Mak Nin Mempermainkan clitoris-nya sendiri. Tak berapa
lama, wajahnya yang cantik dengan rambutnya yang hitam legam dan panjang itu
menengok kebelakang, matanya yang semula bulat kini redup, dan dari bibirnya
yang indah Mbak Nin berkata," Kamu mau ini khan?" ujar Mbak Nin yang
posisinya semakin menungging untuk menunjukan keindahan ludang surganya kepada
ku agar lebih jelas dan agar aku semakin gila.
"Cukup
sudah..!" Pikirku.
"Aku nggak tahan lagi." Maka aku dekatkan batang kejantananku yang sudah tegak keras keatas dengan lubang kewanitaannya yang semakin harum dan basah itu.
"Ah.. sayang.. Ufhh!" Aku tempelkan kepala batang ku ke clitoris-nya dan aku gesek-gesekan ke sekitar lubang kenikmatannya.
"Sekarang sayang, sekarang." Mbak Nin sudah tidak bisa menahan hawa nasfunya. Tangan kirinya menjulur ke belakang dan meraih batang kemaluanku. Mbak Nin membimbingnya mendekati gua surga itu, dan..
"Ss.. slek!" secara perlahan dan mantap, batang kemaluanku telah terbenam di lubang kenikmatan Mbak Nin.
"Aku nggak tahan lagi." Maka aku dekatkan batang kejantananku yang sudah tegak keras keatas dengan lubang kewanitaannya yang semakin harum dan basah itu.
"Ah.. sayang.. Ufhh!" Aku tempelkan kepala batang ku ke clitoris-nya dan aku gesek-gesekan ke sekitar lubang kenikmatannya.
"Sekarang sayang, sekarang." Mbak Nin sudah tidak bisa menahan hawa nasfunya. Tangan kirinya menjulur ke belakang dan meraih batang kemaluanku. Mbak Nin membimbingnya mendekati gua surga itu, dan..
"Ss.. slek!" secara perlahan dan mantap, batang kemaluanku telah terbenam di lubang kenikmatan Mbak Nin.
Aku dorong
pantatku secara amat sangat perlahan sehingga batang kemaluanku pun masuk
secara amat sangat perlahan pula. Mulai dari bagian kepala kemaluanku, kemudian
bagian leher, kemudian bagian batang, hingga semuanya amblas sampai ke pangkal
kelamulanku.
"Ahh.."
Mbak Nin dan akupun mendesah menahan kenikmatan yang tiada tara tersebut
seiring dengan pergerakan batang kejantananku.
Aku sengaja
tidak langsung mengocokkan kontolku, aku diamkan semua bagian kejantannanku
tetap habis amblas di lubang surganya sejenak. Aku rasakan sejenak betapa rasa
lembab, basah, dan hangat yang luar biasa indah menyelimuti kemaluanku.
Walaupun kemaluanku masih belum bergerak, aku dapat merasakan kemaluan Mbak Nin
yang tidak hanya sempit, tapi juga dapat menghisap dan menekan-nekan
kemaluanku.
Tanpa
menarik kontolku, aku gerakan pantatku kedepan tiga kali sehingga..,
"Bleb, bleb, bleb..!" Posisi Mbak Nin pun sedikit maju karena tekanan dari
ku.
"Oh..,
Ah.., Oh..!" Desahan Mbak Nin seiring dengan tekanan tadi.
"Sayang, cepat donk, pompa aku semau kamu!" Pinta Mbak Nin.
"Sayang, cepat donk, pompa aku semau kamu!" Pinta Mbak Nin.
Aku mulai
menarik dengan perlahan kemaluanku sampai sebatas leher kemaluanku, kemudian
aku tekan perlahan, tapi hanya sampai setengah batang kejantananku, kemudan aku
tarik, aku tekan setengah, tarik, tekan, tarik tekan.. terus begitu secara
berulang. Aku melakukan dengan cara yang aku baca dari buku kama sutra, yaitu, aku
tarik keluar kejantananku sampai sebatas leher dan kemudian aku masukan hanya
setengah dari batang kejantananku sebanyak 10 kali, dan kemudian diselingi 1
kali keluar sebatas leher dan masuk sampai amblas semua batangku dan menahannya
sejenak untuk memberikan kesempatan kepada Mbak Nin untuk melakukan gerakan
berputar.
"Crek,
crek.. crek.. crek." Suara indah itu terulang sepuluh kali, diselingi
dengan.. "Sleb.." sebanyak sekali "Plok, plok, plok,
plok..!" Suara yang muncul akibat benturan antara pangkal pahaku dengan
pantat putih mulus Mbak Nin membuat suasana semakin indah. Memek Mbak Nin
memang gila. Betapa aku tak perlu mengangkat pantatku sedikit keatas agar
mendapat gesekan dan tekanan pada bagian atas batang kemaluanku, atau ke bawah
agar gesekannya lebih terasa di bawah, atau kekiri, atau kekanan.., semua itu
tidak perlu sama sekali. Kemaluan Mbak Nin yang benar-benar lubang surga itu
sudah sangat sempit, sehingga menekan dan menggesek semua permukaan kontolku,
dari ujung kepala sampai ke pangkal kemaluanku.
Aku tak bisa
lagi mengatur gerakanku, semakin lama gerakanku semakin cepat, dan tekanannya
pun semakin keras. Dari posisiku yang di belakang, aku dapat jelas melihat
penisku keluar masuk cepat ke lubang vaginanya, dan saking pasnya, terlihat
bibir vagina Mbak Nin itu tertarik keluar setiap batangku kutarik keluar.
"Oughh, ough.., ah.., oh..,
kamu hebat sayang." Mbak Nin terus mendesah dan meracau.
Sesekali
dengan posisinya yang menungging, tangan kanan Mbak Nin kebelakang dan
menyentuh perutku untuk menahan tekanan yang aku lakukan. Aneh memang, Mbak Nin
menahan laju tekanan penisku dengan tangannya, tetapi Mbak Nin terus meracau..
"Terus
sayang, ah.., terus, terus sayang..!"
Buah dada
Mbak Nin terpental-pental dan desahannya benar-benar menghanyutkan, seperti
suara musik terindah yang pernah aku dengar.
"Ahh.. shh sshh sayang, Ohh..
enakk.. Uhh uhh.. hmm.. Enak sayang.. terus!" Seru Mbak Nin.
"Aowww..!" Tiba-tiba Mbak Nin sedikit berteriak.
"Kenapa Mbak, sakit ya?" Tanyaku yang hanya di jawab dengan senyum dan gelengan kepalanya saja.
"Teruskan sayang aku suka koq." Katanya.
"Aowww..!" Tiba-tiba Mbak Nin sedikit berteriak.
"Kenapa Mbak, sakit ya?" Tanyaku yang hanya di jawab dengan senyum dan gelengan kepalanya saja.
"Teruskan sayang aku suka koq." Katanya.
Aku berpikir mungkin gerakanku
terlalu kuat, ditambah liang vagina Mbak Nin yang begitu sempitnya. Maka aku
ambil inisiatif untuk mengangkat kaki kanannya. Aku angkat kaki kanannya agar
lubang surga Mbak Nin sedikit lebih longgar, sehingga Mbak Nin dapat lebih
menikmatinya.
"Oghh,
ff, sayang kamu memang hebat!" Katanya. - Cerita Seks: Mbak Nin istri
sepupuku
Karena
gesekan yang terjadi sedikit berkurang, aku semakin cepat melakukan gerakan
maju mundur dengan sedikit gerakan keatas akibat terangkatnya kaki kanan Mbak
Nin dengan tangan kananku. Semua hal itu tidak mengurangi kenikmatan yang aku
rasakan, bahkan percintaan kami menjadi lebih variatif, sampai suatu saat aku
turunkan lagi kaki kanannya dan kedua tanganku memegang pinggulnya kuat-kuat
sambil sesekali meremas pantatnya yang bulat indah itu. Dan..
"Oughh..
sayang.. aku keluar..!" Vagina Mbak Nin kurasakan semakin licin dan
hangat, tapi denyutannya semakin terasa.
Aku dibuat
terbang rasanya. Aku hentikan gerakan maju mundurku, sekarang aku benamkan
seluruh batang penisku ke liang vagina Mbak Nin sambil terus mendenyutkan
batang kemaluanku. Aku tekan dengan kuat penisku sambil menahan pinggulnya yang
indah. Aku yakin benar, denyutan yang aku buat di batang kemaluanku dan tekanan
hebat terhadap kewanitaannya membuat orgasme Mbak Nin makin hebat dirasakannya.
Terbukti dari kenikmatan orgasmenya itu, sekonyong-konyong membuatnya terbangun
dari posisi nunggingnya disertai kedua tanggannya menjambak rambut kepalaku
dengan kuat dan wajahnya yang menyeringai menahan gejolak kenikmatan surgawi.
"Huff,
huff, huff..!" Nafas Mbak Nin menunjukan dia baru saja mengalami sensasi
elektrikal yang hebat menjalar di tubuhnya.
Tubuhnya
sedikit lemas. Aku tahan beban tubuhnya dengan tangan kiriku yang kemudian
melingkari pinggulnya yang padat dan mulus itu sementara tangan kananku
mengambil kursi tadi dan kemudian aku duduk di kursi itu sambil memangku dan
menciumi bibirnya yang merah merekah.
"Oh
sayang, aku keluar, oh enaknya." Mbak Nin berbisik padaku sambil sesekali
mencium telingaku.
Batang
kejantananku pun masih terbenam di dalam kewanitaannya. Apa lagi dengan Mbak
Nin di pangkuanku, membuat batang kemaluanku amblas habis sampai di pangkalnya.
Hanya saat ini tidak terjadi gerakan-gerakan yang berarti.
"Kamu
belum keluar ya?" Tanya Mbak Nin, aku diam saja dengan sedikit
menggelengkan kepala.
Aku biarkan
Mbak Nin berbicara, karena memang aku menikmatinya. Aku biarkan Mbak Nin
beristirahat sebentar sambil menciumi wajah ku disertai tangannya yang
terus-terusan meraba biji pelerku. Rasa hangat di batang kemaluanku masih
begitu terasa, ingin rasanya aku gerakan lagi. Tapi aku bersabar, aku biarkan
bidadariku mengumpulkan tenaganya untuk pertarungan tahap berikutnya. Tak
berapa lama, aku coba mendenyutkan batangku.
"Ah,
aow.. geli dong sayang..!" Mbak Nin berceloteh sambil disertai tawanya
yang manja.
"Kamu masih kuat nggak, sayang?" Aku tidak lagi terdiam, pertanyaan ini harus kujawab.
"Masih donk, Mbak." Kataku, aku masih tetap untuk berusaha menahan diri.
"Pindah ke kamarku yuk?" Ajak Mbak Nin.
"Tapi jangan di lepas ya sayang, punyaku masih betah sama punyamu." Celoteh Mbak Nin.
"Kamu masih kuat nggak, sayang?" Aku tidak lagi terdiam, pertanyaan ini harus kujawab.
"Masih donk, Mbak." Kataku, aku masih tetap untuk berusaha menahan diri.
"Pindah ke kamarku yuk?" Ajak Mbak Nin.
"Tapi jangan di lepas ya sayang, punyaku masih betah sama punyamu." Celoteh Mbak Nin.
Secara
perlahan dan berhati-hati aku bangun dari kursi itu. Dengan posisi
membelakangiku, aku bawa Mbak Nin keatas meja. Dan secara perlahan aku putar
tubuh Mbak Nin dengan amat sangat hati-hati karena Mbak Nin tidak ingin
kontolku terlepas dari memeknya, begitu pula aku. Dengan sedikit kerjasama,
akhirnya kami berdua sudah saling berhadapan. Mbak Nin langsung ku gendong
dengan penisku yang masih tatap tertanam. Kedua belah kaki panjang Mbak Nin
mengempit pinggangku erat-erat. Aku pun melangkah ke kamar Mbak Nin.
Sesampai di
kamar, aku rebahkan tubuh Mbak Nin di tempat tidur yang masih rapi. Tampak
olehku kedua susu Mbak Nin yang indah. Puting susu yang kemerahan itu membuatku
langsung melumatnya. Mbak Nin hanya bisa mendesah dan menggigit bibir bawahnya.
Ketika aku baru menggerakan pantatku keatas Mbak Nin, menghentikan gerakanku..
"Sayang,
tadi kamu yang kerja, sekarang giliran aku donk!"
"Aku pengen di atas ya!" Belum sempat aku jawab, Mbak Nin sudah mendorong tubuhku, sehingga aku mau nggak mau merebahkan tubuhku diatas kasur empuk tadi. Mbak Nin sekarang sudah ada di atasku tepat membentuk sudut 90 derajat dengan tubuhku.
"Luruskan kakinya sayang!" Perintah Mbak Nin sambil memegang kedua pahaku dan meluruskan kakiku.
"Aku pengen di atas ya!" Belum sempat aku jawab, Mbak Nin sudah mendorong tubuhku, sehingga aku mau nggak mau merebahkan tubuhku diatas kasur empuk tadi. Mbak Nin sekarang sudah ada di atasku tepat membentuk sudut 90 derajat dengan tubuhku.
"Luruskan kakinya sayang!" Perintah Mbak Nin sambil memegang kedua pahaku dan meluruskan kakiku.
Kedua tangan
Mbak Nin kemudian memegang kedua puting susunya dan meremas kedua payudaranya
sendiri, dan mulai menangkat pantatnya dan menurunkannya kembali. Saat ini
dialah yang memompaku. Aku baru sadar, bahwa Mbak Nin saat ini tiada lain
adalah kuda liar yang tak terkendali. Dia bergerak keatas dan kebawah yang
kemudian di selingi dengan memutarkan pinggulnya yangjuga disambung dengan
gerakan maju mundurnya.
Maju, mudur,
atas, bawah, kiri, kanan, putar. Serasa penisku dipermainkan seenaknya. Mbak
Nin menjadikan batang kemaluanku sebagai budak nafsunya. Kedua tanganku sibuk
meremas-remas payudaranya, memelintir dan mencubit punting susunya, dan
memegang pinggulnya. Sesekali dia membungkukkan badannya untuk menciumiku. Aku
tidak diijinkannya untuk bangun dan mencium bibir atau pun buah dadanya. Saat
ini dia terus memegang kendali. Kontolku semakin panas, rasa nikmat menjalar
keseluruh tubuhku.
"Oh.. Mbak Nin, terus
Mbak..!" Aku mulai
meracau.
Betapa
liarnya wanita ini. Rasa hangat dan nikmat yang tak terhingga mulai merambah
batang kejantananku yang semakin lama mulai aku rasakan desiran yang hebat. Aku memejamkan mata dan meremas pinggul dan susu Mbak Nin.
Aku tahan gejolak kenikmatan surgawi ini. Aku tak ingin benteng pertahananku
Bobol, sebelum bidadari diatasku memuaskan diri memperbudak batang kemaluanku.
Kempotan memek Mbak Nin semakin lama semakin kuat. Kemaluanku terasa terjepit
dan semakin terjepit. Basah, lembab, licin, dan hangat menjadi satu menciptakan
sensasi kenikmatan yang luar biasa. Aku berusaha menahan serangan sang bidadari. Kejadian
tersebut terus berulang. Nafas kita berdua menderu-deru. Tubuh kami penuh
dengan keringat.
"Oh.. Ah.. Oh.., Oughh, Off,
Aowww..!" Mbak Nin pun sudah tidak lagi mendesah.
Desahannya di ganti dengan teriakan
dan jeritan kecil. Gerakannya makin liar. Aku merasa kasihan melihat batangku
diperbudak sedemikian rupa, tapi apa daya, kenikmatan yang aku rasakan lebih
dari segalanya di dunia ini. Mendadak kulihat tubuh Mbak Nin mengejang. Mbak
Nin menengadahkan kepalanya. Urat lehernya nampak, dia berteriak kecil.
"Aaoowww..!"
Kurasakan semburan lava panas
menyelimuti batangku yang masih terbenam.
"Oh..!"
kataku.
Nikmat
sekali rasanya. Mbak Nin menjatuhkan tubuhnya didalam pelukanku. Dia mengalami
orgasme lagi, hanya kali ini dia tidak mampu berkata apa-apa lagi. Tampak
betapa lelahnya dia. Tapi untuk kali ini aku tak bisa memberi waktu lagi untuk
Mbak Nin beristirahat. Aku sidah hampir dipuncak, mulai terasa olehku puncak
kenikmatan yang sebentar lagi aku rasakan. Aku balikan tubuhku sehingga tubuh
mulus Mbak Nin ada di bawahku.
"Oh
sayang, aku tadi keluar lagi..!"
"Aku sudak cap..'" Belum sempat dia selesaikan ucapannya, aku sumpal kedua belah bibirnya dengan mulutku. Aku bimbing kedua betis Mbak Nin agar bertumpu di kedua bahuku. Aku mulai memompa dengan cepat dan dahsyat.
"Oh..sayang, kamu cepat keluar ya sayang..!"
"Aku sudah mulai lelah!"
"Aku sudak cap..'" Belum sempat dia selesaikan ucapannya, aku sumpal kedua belah bibirnya dengan mulutku. Aku bimbing kedua betis Mbak Nin agar bertumpu di kedua bahuku. Aku mulai memompa dengan cepat dan dahsyat.
"Oh..sayang, kamu cepat keluar ya sayang..!"
"Aku sudah mulai lelah!"
Aku terdiam
dan hanya terus memompa kemaluanku sampai amblas dan menariknya keluar sampai
sebatas leher. Aku sudah tidak dapat mengendalikan tubuhku sendiri. Seakan
tubuhku bisa bergerak sendiri semaunya.
"Oh..
ampun sayang..!" Desah Mbak Nin
Aku sedikit
takut, jikalau Mbak Nin tidak bisa memuaskan aku saat itu. Tapi aku tak
perduli. Aku kemudian berinisiatif, aku keleuarkan sejenak kontol ku dari
lubang hangat Mbak Nin sejenak, kemudian aku angkat pinggul Mbak Nin dan aku
ambil tiga buah bantal untuk mengganjal pantat Mbak Nin. Sehingga Vagina Mbak Nin terbuka dan terlihat Itil Mbak Nin
yang mencuat. Keindahan vagina Mbak Nin yang berwarna merah muda dan dihiasi
dengan clitoris-nya yang kecil mungil itu membuatku semakin buas.
Aku arahkan dan aku masukkan kembali
batangku kedalam lubang surga milik Mbak Nin tersebut. Hanya kali ini aku
memasukkannya dengan cepat dan tepat tanpa basa-basi lagi. Lalu aku memompanya
dan terus memompanya dengan cepat sekali sambil jari-jemari tangan kananku mempermainkan
clitoris--nya. Entah mengapa, teriakan dan desahan Mbak Nin berubah lagi, yang
asalnya, "Aku capek sayang, ampun.., aku capek..!", telah Berubah
menjadi.., "Terus sayang, aku sanggup keluar sekali lagi.. terus sayang..
teruuss!"
Desahan dan jeritan kecil itu
membuatku semakin semangat. Aku genjot terus, terus dan terus..!
"Oh
sayangku, aku mau keluar lagi..!" Kata Mbak Nin.
"Sebentar sayang, sebentar lagi aku juga keluar.. taah.., ttahan dulu ya sayang..!" Aku mulai nggak keruan.
"Sebentar sayang, sebentar lagi aku juga keluar.. taah.., ttahan dulu ya sayang..!" Aku mulai nggak keruan.
Genjotan
kontolku, goyangan pinggul Mbak Nin, dan kempotan memek Mbak Nin. Membuat
segalanya tak terkendali. Ketika kulihat Mbak Nin mulai menengadahkan kepalanya
dan urat lehernya mulai mengejang. Aku
segera mempercepat genjotanku, dan akhirnya..
"Aakkhh..!" Kami berdua
berteriak kecil, kedua tangan Mbak Nin memegang pantatku dan menekannya dengan
keras kearah memeknya sampai kejantananku amblas habis tak bersisa satu mili
pun. Aku membungkukan badanku dan menyelipkan pergelangan tanganku ke ketiaknya
dan telapak tanganku mengangkat kepalanya sehingga aku bisa mencium bibirnya.
"Crot.. serr.. crot.. serr..
crot.. ser.."
Entah berapa kali cairan puncak
kenikmatan surgawi ku menyembur dan bertemu dengan cairan kenikmatan tiada tara
nya Mbak Nin. Cairan kenikmatan kami saling bertemu di dalam vagina Mbak Nin.
Mungkin sekitar 40 atau 50 detik, kita berdua saling merengkuh puncak
kenikmatan itu. Kehangatan yang amat sangat indah itu menyelimuti kejantananku.
Kontolku terus berdenyut seiring dengan memek Mbak nin yang juga berdenyut.
Kita berdua tidak sanggup lagi berkata apapun juga. Tubuh Mbak Nin tergeletak
di samping tubuhku. Aku berusaha untuk mengangkat tubuhnku dengan tenagaku yang
terakhir.
Aku cium bibirnya dan Mbak Nin pun
berkata, "Yy.. yang terakhir itu.. ad.. adalah or.. orgg.. orgasme ku yang
paling lama..", lalu kami berdua pun tidur saling berpelukan sampai
keesokan paginya.
Semenjak itu
kami bagaikan sepasang burung yang sedang kasmaran. Diluar kesibukan kami
sehari-hari selalu kami gunakan untuk bercinta dan bercinta. Tiada hari yang
kami lewatkan tanpa sex. Kami pun sering membaca buku tentang sex agar kami
berdua selalu bisa terpuaskan, dan yang paling penting, memuaskan. Kami pun tak
tahu waktu dan tempat. Kadang kami melakukannya di Garasi, di meja dapur, di sofa,
di dalam mobil, di kamar mandi, di kolam renang, di halaman rumah, di atas
rumput, bahkan kami pernah melakukannya di dalam lift sebuah Mall yang saat itu
mendadak macet dan kami terjebak di dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar