Rabu, 08 Juli 2015

Mba lala istri sepupuku



Bekerja sebagai auditor di
perusahaan swasta memang sangat
melelahkan. Tenaga, pikiran,
semuanya terkuras. Apalagi kalau
ada masalah keuangan yang rumit
dan harus segera diselesaikan. Mau
tidak mau, aku harus mencurahkan
perhatian ekstra. Akibat dari
tekanan pekerjaan yang demikian itu
membuatku akrab dengan
gemerlapnya dunia malam terutama
jika weekend.
Biasanya bareng teman sekantor
aku berkaraoke untuk melepaskan
beban. Kadang di ‘Manhattan’, kadang
di ‘White House’, dan selanjutnya,
benar-benar malam untuk
menumpahkan “beban”. Maklum, aku
sudah berkeluarga dan punya
seorang anak, tetapi mereka
kutinggalkan di kampung karena
istriku punya usaha dagang di sana.
Tapi lama kelamaan semua itu
membuatku bosan. Ya..di Jakarta ini,
walaupun aku merantau, ternyata
aku punya banyak saudara dan
karena kesibukan (alasan klise) aku
tidak sempat berkomunikasi dengan
mereka. Akhirnya kuputuskan untuk
menelepon Mas Adit, sepupuku. Kami
pun bercanda ria, karena lama
sekali kami tidak kontak.
Mas Adit bekerja di salah satu
perusahaan minyak asing, dan saat
itu dia kasih tau kalau minggu
depan ditugaskan perusahaannya ke
tengah laut, mengantar logistik
sekaligus membantu perbaikan salah
satu peralatan rig yang rusak. Dan
dia memintaku untuk menemani
keluarganya kalau aku tidak
keberatan. Sebenernya aku males
banget, karena rumah Mas Adit
cukup jauh dari tempat kostku Aku
di bilangan Ciledug, sedangkan Mas
Adit di Bekasi. Tapi entah mengapa
aku mengiyakan saja permintaannya,
karena kupikir-pikir sekalian
silaturahmi. Maklum, lama sekali
tidak jumpa.
Hari Jumat minggu berikutnya aku
ditelepon Mas Adit untuk
memastikan bahwa aku jadi
menginap di rumahnya. Sebab kata
Mas Adit istrinya, Mbak Lala,
senang kalau aku mau datang.
Hitung-hitung buat teman ngobrol
dan teman main anak-anaknya.
Mereka berdua sudah punya anak
laki-laki dua orang. Yang sulung
kelas 4 SD, dan yang bungsu kelas 1
SD. Usia Mas Adit 40 tahun dan
Mbak Lala 38 tahun. Aku sendiri 30
tahun. Jadi tidak beda jauh amat
dengan mereka. Apalagi kata Mbak
Lala, aku sudah lama sekali tidak
berkunjung ke rumahnya. Terutama
semenjak aku bekerja di Jakarta ini
Ya, tiga tahun lebih aku tidak
berjumpa mereka. Paling-paling cuma
lewat telepon.
Setelah makan siang, aku telepon
Mbak Lala, janjian pulang bareng
Kami janjian di stasiun, karena Mbak
Lala biasa pulang naik kereta. “kalau
naik bis macet banget. Lagian
sampe rumahnya terlalu malem”,
begitu alasan Mbak Lala. Dan jam
17.00 aku bertemu Mbak Lala di
stasiun. Tak lama, kereta yang
ditunggu pun datang. Cukup penuh,
tapi aku dan Mbak masih bisa
berdiri dengan nyaman. Kamipun
asyik bercerita, seolah tidak
mempedulikan kiri kanan.
Tapi hal itu ternyata tidak
berlangsung lama Lepas stasiun J,
kereta benar-benar penuh. Mau
tidak mau posisiku bergeser dan
berhadapan dengan Mbak Lala. Inilah
yang kutakutkan..! Beberapa kali,
karena goyangan kereta, dada
montok Mbak Lala menyentuh
dadaku. Ahh..darahku rasanya
berdesir, dan mukaku berubah agak
pias.
Rupanya Mbak Lala melihat
perubahanku dan ?ini konyolnya- dia
mengubah posisi dengan
membelakangiku. Alamaakk..
siksaanku bertambah..! Karena
sempitnya ruangan, si “itong”-ku
menyentuh pantatnya yang bulat
manggairahkan. Aku hanya bisa
berdoa semoga “itong” tidak bangun.
Kamipun tetap mengobrol dan
bercerita untuk membunuh waktu.
Tapi, namanya laki-laki normal apalgi
ditambah gesekan-gesekan yang
ritmis, mau tidak mau bangun juga
“ itong”-ku. Makin lama makin keras,
dan aku yakin Mbak Lala bisa
merasakannya di balik rok mininya
itu.
Pikiran ngeresku pun muncul,
seandainya aku bisa meremas dada
dan pinggulnya yang montok itu.. oh..
betapa nikmatnya. Akhirnya sampai
juga kami di Bekasi, dan aku
bersyukur karena siksaanku
berakhir. Kami kemudian naik
angkot, dan sepanjang jalan Mbak
Lala diam saja. Sampai dirumah,
kami beristirahat, mandi (sendiri-
sendiri, loh..) dan kemudian makan
malam bersama keponakanku. Selesai
makan malam, kami bersantai, dan
tak lama kedua keponakanku pun
pamit tidur.
“Ndrew, Mbak mau bicara sebentar”,
katanya, tegas sekali.
“ Iya mbak.. kenapa”, sahutku
bertanya. Aku berdebar, karena
yakin bahwa Mbak akan memarahiku
akibat ketidaksengajaanku di kereta
tadi.
“ Terus terang aja ya. Mbak tau kok
perubahan kamu di kereta. Kamu
ngaceng kan ?” katanya, dengan nada
tertahan seperti menahan rasa
jengkel.
“ Mbak tidak suka kalau ada laki-laki
yang begitu ke perempuan. Itu
namanya pelecehan. Tau kamu ?!”
“MMm.. maaf, mbak..”, ujarku
terbata-bata.
“ Saya tidak sengaja. Soalnya kondisi
kereta kan penuh banget. Lagian,
nempelnya terlalu lama.. ya.. aku
tidak tahan ”
“Terserah apa kata kamu, yang jelas
jangan sampai terulang lagi. Banyak
cara untuk mengalihkan pikiran
ngeres kamu itu. Paham ?!” bentak
Mbak Lisa.
“ Iya, Mbak. Saya paham. Saya janji
tidak ngulangin lagi ”
“Ya sudah. Sana, kalau kamu mau
main PS. Mbak mau tidur-tiduran
dulu. kalau pengen nonton filem
masuk aja kamar Mbak. ” Sahutnya.
Rupanya, tensinya sudah mulai
menurun.
Akhirnya aku main PS di ruang
tengah. Karena bosan, aku ketok
pintu kamarnya. Pengen nonton film.
Rupanya Mbak Lala sedang baca
novel sambil tiduran. Dia memakai
daster panjang. Aku sempat
mencuri pandang ke seluruh
tubuhnya. Kuakui, walapun punya
anak dua, tubuh Mbak Lala betul-
betul terpelihara. Maklumlah,
modalnya ada. Akupun segera
menyetel VCD dan berbaring di
karpet, sementara Mbak Lala asyik
dengan novelnya.
Entah karena lelah atau sejuknya
ruangan, atau karena apa akupun
tertidur. Kurang lebih 2 jam, dan
aku terbangun. Film telah selesai,
Mbak Lala juga sudah tidur.
Terdengar dengkuran halusnya. Wah,
pasti dia capek banget, pikirku.
Saat aku beranjak dari tiduranku,
hendak pindah kamar, aku terkesiap.
Posisi tidur Mbak Lala yang agak
telungkup ke kiri dengan kaki kana
terangkat keatas benar-benar
membuat jantungku berdebar.
Bagaimana tidak? Di depanku
terpampang paha mulus, karena
dasternya sedikti tersingkap. Mbak
Lala berkulti putih kemerahan, dan
warna itu makin membuatku tak
karuan. Hatiku tambah berdebar,
nafasku mulai memburu.. birahiku
pun timbul..
Perlahan, kubelai paha itu.. lembut..
kusingkap daster itu samapi pangkal
pahanya.. dan.. AHH.. “itong”-ku
mengeras seketika.
Mbak Lala
ternyata memakai CD mini warna
merah.. OHH GOD.. apa yang harus
kulakukan.. Aku hanya menelan ludah
melihat pantatnya yang tampak
menggunung, dan CD itu nyaris
seperti G-String. Aku bener-bener
terangsang melihat pemandangan
indah itu, tapi aku sendiri merasa
tidak enak hati, karena Mbak Lala
istri sepupuku sendiri, yang mana
sebetulnya harus aku temani dan
aku lindungi dikala suaminya sedang
tidak dirumah.
Namun godaan syahwat memang
mengalahkan segalanya. Tak tahan,
kusingkap pelan-pelan celana
dalamnya, dan tampaklah gundukan
memeknya berwarna kemerahan.
Aku bingung.. harus kuapakan..
karena aku masih ada rasa was-
was, takut, kasihan.. tapi sekali lagi
godaan birahi memang
dahsyat.Akhirnya pelan-pelan kujilati
memek itu dengan rasa was-was
takut Mbak Lala bangun. Sllrrpp..
mmffhh.. sllrrpp.. ternyata
memeknya lezat juga, ditambah
pubic hair Mbak Lala yang sedikit,
sehingga hidungku tidak geli bahkan
leluasa menikmati aroma memeknya.
Entah setan apa yang menguasai
diriku, tahu-tahu aku sudah
mencopot seluruh celanaku. Setelah
“ itong”-ku kubasahi dengan ludahku,
segera kubenamkan ke memek Mbak
Lala. Agak susah juga, karena
posisinya itu. Dan aku hasrus
ekstra hati-hati supaya dia tidak
terbangun. Akhirnya “itongku”-ku
berhasil masuk. HH.. hangat rasanya..
sempit.. tapi licin.. seperti piston di
dalam silinder. Entah licin karena
Mbak Lala mulai horny, atau karena
ludah bekas jilatanku.. entahlah.
Yang pasti, kugenjot dia.. naik turun
pelan lembut.. tapi ternyata nggak
sampai lima menit. Aku begitu
terpukau dengan keindahan pinggul
dan pantatnya, kehalusan kulitnya,
sehingga pertahananku jebol.
Crroott.. ccrroott.. sseerr..
ssrreett.. kumuntahkan maniku di
dalam memek Mbak Lala. Aku
merasakan pantatnya sedikit
tersentak. Setelah habis maniku,
pelan-pelan dengan dag-dig-dug
kucabut penisku.
“Mmmhh.. kok dicabut tititnya..”
suara Mbak Lala parau karena
masih ngantuk.
“ Gantian dong..aku juga pengen..”
Aku kaget bukan main. Jantungku
tambah keras berdegup.
“ Wah.. celaka..”, pikirku.
“Ketahuan, nich..” Benar saja! Mbak
Lala mambalikkan badannya. Seketika
dia begitu terkejut dan secara
refleks menampar pipiku. Rupanya
dia baru sadar bahwa yang habis
menyetubuhinya bukan Mas Adit,
melainkan aku, sepupunya.
“Kurang ajar kamu, Ndrew”, makinya.
“KELUAR KAMU..!”
Aku segera keluar dan masuk
kamar tidur tamu. Di dalam kamar
aku bener-bener gelisah.. takut..
malu.. apalagi kalau Mbak Lala
sampai lapor polisi dengan tuduhan
pemerkosaan. Wah.. terbayang jelas
di benakku acara Buser.. malunya
aku.
Aku mencoba menenangkan diri
dengan membaca majalah, buku, apa
saja yang bisa membuatku
mengantuk. Dan entah berapa lama
aku membaca, aku pun akhirnya
terlelap. Seolah mimpi, aku merasa
“itong”-ku seperti lagi keenakan.
Serasa ada yang membelai. Nafas
hangat dan lembut menerpa
selangkanganku. Perlahan kubuka
mata.. dan..
“Mbak Lala..jangan”, pintaku sambil
aku menarik tubuhku.
“ Ndrew..” sahut Mbak Lala, setengah
terkejut.
“ Maaf ya, kalau tadi aku marah-
marah. Aku bener-bener kaget liat
kamu tidak pake celana, ngaceng
lagi. ”
“Terus, Mbak maunya apa?” taku
bertanya kepadaku. Aneh sekali, tadi
dia marah-marah, sekarang kok..
jadi begini..
“ Terus terang, Ndrew.. habis marah-
marah tadi, Mbak bersihin memek
dari sperma kamu dan disiram air
dingin supaya Mbak tidak ikutan
horny. Tapi.. Mbak kebayang-bayang
titit kamu. Soalnya Mbak belum
pernah ngeliat kayak punya kamu.
Imut, tapi di meki Mbak kerasa
tuh. ” Sahutnya sambil tersenyum.
Dan tanpa menunggu jawabanku,
dikulumnya penisku seketika
sehingga aku tersentak dibuatnya.
Mbak Lala begitu rakus melumat
penisku yang ukurannya biasa-biasa
saja. Bahkan aku merasakan penisku
mentok sampai ke kerongkongannya.
Secara refleks, Mbak naik ke bed,
menyingkapkan dasternya di mukaku.
Posisii kami saat ini 69. Dan, Ya
Tuhan, Mbak Lala sudah melepas CD
nya. Aku melihat memeknya makin
membengkak merah. Labia
mayoranya agak menggelambir,
seolah menantangku untuk dijilat
dan dihisap. Tak kusia-siakan,
segera kuserbu dengan bibirku..
“SSshh.. ahh.. Ndrew.. iya.. gitu.. he-
eh.. Mmmffhh.. sshh.. aahh ” Mbak
Lala merintih menahan nikmat.
Akupun menikmati memeknya yang
ternyata bener-bener becek. Aku
suka sekali dengan cairannya.
“ Itilnya.. dong.. Ndrew.. mm.. IYAA..
AAHH.. KENA AKU.. AMPUUNN NDREEWW..”
Mbak Lala makin keras merintih dan
melenguh. Goyangan pinggulnya makin
liar dan tak beraturan. Memeknya
makin memerah dan makin becek.
Sesekali jariku kumasukkan ke
dalamnya sambil terus menghisap
clitorisnya. Tapi rupanya kelihaian
lidah dan jariku masih kalah dengan
kelihaian lidah Mbak Lala. Buktinya
aku merasa ada yang mendesak
penisku, seolah mau menyembur.
“Mbak.. mau keluar nih..” kataku.
Tapi Mbak Lala tidak mempedulikan
ucapanku dan makin ganas
mengulum batang penisku. Aku makin
tidak tahan dan.. crrootts..
srssrreett.. ssrett.. spermaku
muncrat di muutu Mbak Lala.
Dengan rakusnya Mbak Lala
mengusapkan spermaku ke wajahnya
dan menelan sisanya.
“Ndrewww.. kamu ngaceng terus ya..
Mbak belum kebagian nih.. ” pintanya.
Aku hanya bisa mmeringis menahan
geli, karena Mbak Lala melanjutkan
mengisap penisku. Anehnya, penisku
seperti menuruti kemauan Mbak
Lala. Jika tadi langsung lemas,
ternyata kali ini penisku dengan
mudahnya bangun lagi. Mungkin
karena pengaruh lendir memek
Mbak Lala sebab pada saat yang
sama aku sibuk menikmati itil dan
cairan memeknya, aku jadi mudah
terangsang lagi.
Tiba-tiba Mbak Lala bangun dan
melepaskan dasternya.
“ Copot bajumu semua, Ndrew”
perintahnya.
Aku menuruti perintahnya dan
terperangah melihat pemandangan
indah di depanku. Buah dada itu
membusung tegak. Kuperkirakan
ukurannya 36B. Puting dan ariolanya
bersih, merah kecoklatan, sewarna
kulitnya. Puting itu benar-benar
tegak ke atas seolah menantang
kelelakianku untuk mengulumnya.
Segera Mbak Lala berlutut di
atasku, dan tangannya membimbing
penisku ke lubang memeknya yang
panas dan basah. Bless.. sshh..
“Aduhh.. Ndrew.. tititmu keras
banget yah.. ” rintihnya.
“kok bisa kayak kayu sih..?”
Mbak Lala dengan buasnya
menaikturunkan pantatnya, sesekali
diselingi gerkan maju mundur. Bunyi
gemerecek akibat memeknya yang
basah makin keras. Tak kusia-
siakan, kulahap habis kedua
putingnya yang menantang, rakus.
Mbak Lala makin keras goyangnya,
dan aku merasakan tubuh dan
memeknya makin panas, nafasnya
makin memburu. Makin lama
gerakan pinggul Mbak Lala makin
cepat, cairan memeknya membanjir,
nafasnya memburu dan sesaat
kurasakan tubuhnya mengejang..
bergetar hebat.. nafasnynya
tertahan.
“MMFF.. SSHSHH.. AAIIHH.. OUUGGHH..
NDREEWW.. MBAK KELUAARR..
AAHHSSHH.. ”
Mbak Lala menjerit dan mengerang
seiring dengan puncak kenikmatan
yang telah diraihnya. Memeknya
terasa sangat panas dan gerakan
pinggulnya demikian liar sehingga aku
merasakan penisku seperti dipelintir.
Dan akhirnya Mbak Lala roboh di
atas dadaku dengan ekspresi wajah
penuh kepuasan. Aku tersenyum
penuh kemenangan sebab aku masih
mampu bertahan..
Tak disangka, setelah istirahat
sejenak, Mbak Lala berdiri dan
duduk di pinggir spring bed. Kedua
kakinya mengangkang, punggungnya
agak ditarik ke belakang dan kedua
tangannya menyangga tubuhnya.
“Ndrew, ayo cepet masukin lagi. Itil
Mbak kok rasanya kenceng lagi.. ”
pintanya setengah memaksa.
Apa boleh buat, kuturuti
kemauannya itu. Perlahan penisku
kugosok-gosokkan ke bibir memek
dan itilnya. Memek Mbak Lala mulai
memerah lagi, itilnya langsung
menegang, dan lendirnya tampak
mambasahi dinding memeknya.
“ SShh.. mm.. Ndrew.. kamu jail banget
siicchh.. oohh.. ” rintihnya.
“Masukin aja, yang.. jangan siksa aku,
pleeaassee.. ” rengeknya.
Mendengar dia merintih dan
merengek, aku makin bertafsu.
Perlahan kumasukkan penisku yang
memang masih tegak ke memeknya
yang ternyata sangat becek dan
terasa panas akibat masih
memendam gelora birahi. Kugoyang
maju mundur perlahan, sesekali
dengan gerakan mencangkul dan
memutar. Mbak Lala mulai gelisah,
nafasnya makin memburu, tubuhnya
makin gemetaran. Tak lupa jari
tengahku memainkan dan menggosok
clitorisnya yang ternyata benar-
benar sekeras dan sebesar kacang.
Iseng-iseng kucabut penisku dari
liang surganya, dan tampaklah
lubang itu menganga kemerahan..
basah sekali..
Gerakan jariku di itilnya makin
kupercepat, Mbak Lala makin tidak
karuan gerakannya. Kakinya mulai
kejang dan gemetaran, demikian pula
sekujur tubuhnya mulai bergetar
dan mengejang bergantian. Lubang
memek itu makin becek, terlihat
lendirnya meleleh dengan derasnya,
dan segera saja kusambar dengan
lidahku.. direguk habis semua lendir
yang meleleh. Tentu saja tindakanku
ini mengagetkan Mbak Lala, terasa
dari pinggulnya yang tersentak
keras seiring dengan jilatanku di
memeknya.
Kupandangi memek itu lagi, dan aku
melihat ada seperti daging
kemerahan yang mencuat keluar,
bergerinjal berwarna merah seolah-
olah hendak keluar dari memeknya.
Dan nafas Mbak Lala tiba-tiba
tertahan diiringi pekikan kecil.. dan
ssrr.. ceerr.. aku merasakan ada
cairan hangat muncrat dari
memeknya.
“Mbak.. udah keluar?”, tanyaku.
“Beluumm.., Ndreew.. ayo sayang..
masukin kontol kamu.. aku hampir
sampaaii.. ” erangnya.
Rupanya Mbak Lala sampai
terkencing-kencing menahan nikmat.
Akibat pemandangan itu aku merasa
ada yang mendesak ingin keluar dari
penisku, dan segera saja kugocek
Mbak Lala sekuat tenaga dan
secepat aku mampu, sampai
akhirnya..
“NDREEWW.. AKU KELUAARR.. OOHH..
SAYANG.. MMHH.. AAGGHH.. UUFF.. ”, Mbak
Lala menjerit dan mengerang tidak
karuan sambil mengejang-ngejang.
Bola matanya tampak memutih, dan
aku merasa jepitan di penisku
begitu kuat. Akhirnya bobol juga
pertahananku..
“Mbak.. aku mau muncrat nich..”
kataku.
“ Keluarin sayang.. ayo sayang,
keluarin di dalem.. aku pengen
kehangatan spermamu sekali lagi..”
pintanya sambil menggoyangkan
pinggulnya, menepuk pantatku dan
meremas pinggulnya.
Seketika itu juga.. Jrruuoott..
jrroott.. srroott..
“ Mbaakk.. MBAAKK.. OOGGHH.. AKU
MUNCRAT MBAAKK.. ” aku berteriak.
“Hmm.. ayo sayang.. keluarkan
semua.. habiskan semua.. nikmati,
sayang.. ayo.. oohh.. hangat.. hangat
sekali spermamu di rahimku.. mmhh..”
desah Mbak Lala manja
menggairahkan.
Akupun terkulai diatas tubuh
moleknya dengan nafas satu dua.
Benar-benar malam jahanam yang
melelahkan sekaligus malam surgawi.
“Ndrew, makasih ya.. kamu bisa
melepaskan hasratku.. ” Mbak Lala
tersenyum puas sekali..
“ He-eh.. Mbak.. aku juga..” balasku.
“Aku juga makasih boleh menikmati
tubuh Mbak. Terus terang, sejak
ngeliat Mbak, aku pengen
bersetubuh dengan Mbak. Tapi aku
sadar itu tak mungkin terjadi.
Gimana dengan keluarga kita kalau
sampai tahu.”
“Waahh.. kurang ajar juga kau ya..”
kata Mbak Lala sambil memencet
hidungku.
“Aku tidak nyangka kalau adik
sepupuku ini pikirannya ngesex
melulu. Tapi, sekarang impian kamu
jadi kenyataan kan ?”
“Iya, Mbak. Makasih banget.. aku
boleh menikmati semua bagian tubuh
Mbak. ” Jawabku.
“Kamu pengalaman pertamaku,
Ndrew. Maksud Mbak, ini pertama
kali Mbak bersetubuh dengan laki-
laki selain Mas Adit. tidak ada yang
aneh kok. Titit Mas Adit jauh lebih
besar dari punya kamu. Mas Adit
juga perkasa, soalnya Mbak berkali-
kali keluar kalau lagi join sama
masmu itu ” sahutnya.
“Terus, kok keliatan puas banget?
Cari variasi ya ?” aku bertanya.
“Ini pertama kalinya aku sampai
terkencing-kencing menahan
nikmatnya gesekan jari dan tititmu
itu. Suer, baru kali ini Mbak sampai
pipisin kamu segala. Kamu nggak
jijik ?”
“Ooohh.. itu toh..? Kenapa harus jijik?
Justru aku makin horny.. ” aku
tersenyum.
Kami berpelukan dan akhirnya
terlelap. Kulihat senyum tersungging
di bibir Mbak Lalaku tersayang..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar