Rabu, 08 Juli 2015

Bercinta dengan sepupuku yang sexy



bersama rani, yaitu notabenya sepupuku sendiri. Aku lihat sekali lagi
catatanku. Benar, itu rumah nomor 27. Pasti itu rumah Om Andri, kerabat
jauh ayahku. Kuhampiri pintunya dan kutekan bel rumahnya. Tidak lama
kemudian dari balik pintu muncul muka yang sangat cantik.
“Cari siapa Mas?” tanyanya.
“Apa betul ini rumah Om Andri? nama saya Dodi.”
“Oh.. sebentar yah, Pa.. ini Dodinya sudah datang”, teriaknya ke dalam rumah.
Kemudian aku dipersilakan masuk, dan
setelah Om Andri keluar dan menyambutku dia pun berkata dengan ramah,
“Dodi, papimu barusan sudah nelpon, nanyain apa kamu sudah datang. Ini
kenalin, anak Om, namanya Rani, terus anterin Dodi ke kamarnya, kan dia
cape, biar dia istirahat dulu, nanti baru deh ngobrol-ngobrol lagi.” Aku
 datang ke kota ini karena diterima disalah satu Universitas, dan oleh
papi aku disuruh tinggal dirumah Om Andri. Rani ternyata baru kelas 1
SMA. Dia anak tunggal. Badannya tidak terlalu tinggi, mungkin sekitar
165 cm, tapi mukanya sangat lucu, dengan bibir yang agak penuh. Di sini
aku diberi kamar di lantai 2, bersebelahan dengan kamar rani
Aku sekarang sudah 3 bulan tinggal di rumah Om Andri, dan karena
semuanya ramah, aku jadi betah. Lebih lagi Rani. Kadang-kadang dia suka
tanya-tanya pelajaran sekolah, dan aku berusaha membantu. Aku sering
mencuri-curi untuk memperhatikan Rani. Kalau di rumah, dia sering
memakai daster yang pendek hingga pahanya yang putih mulus menarik
perhatianku. Selain itu buah dadanya yang baru mekar juga sering
bergoyang-goyang di balik dasternya. Aku jadi sering membayangkan betapa
 indahnya badan Rani seandainya sudah tidak memakai apa-apa lagi.
Suatu hari pulang kuliah sesampainya di
rumah ternyata sepi sekali. Di ruang keluarga ternyata Rani sedang
belajar sambil tiduran di atas karpet.
“Sepi sekali, sedang belajar yah? Tante kemana?” tanyaku.
“Eh.. Dodi, iya nih, aku minggu depan ujian, nanti aku bantuin belajar
yah.., Mami sih lagi keluar, katanya sih ada perlu sampai malem.”
“Iya deh, aku ganti baju dulu.”
Kemudian aku masuk ke kamarku, ganti
dengan celana pendek dan kaos oblong. Terus aku tidur-tiduran sebentar
sambil baca majalah yang baru kubeli. Tidak lama kemudian aku keluar
kamar, lapar, jadi aku ke meja makan. Terus aku teriak memanggil Rani
mengajak makan bareng. Tapi tidak ada sahutan. Dan setelah kutengok ke
ruang keluarga, ternyata Rani sudah tidur telungkup di atas buku yang
sedang dia baca, mungkin sudah kecapaian belajar, pikirku. Nafasnya
turun naik secara teratur. Ujung dasternya agak tersingkap, menampakkan
bagian belakang pahanya yang putih. Bentuk pantatnya juga bagus.
Memperhatikan Rani tidur membuatku
terangsang. Aku merasa kemaluanku mulai tegak di balik celana pendek
yang kupakai. Tapi karena takut ketahuan, aku segera ke ruang makan.
Tapi nafsu makanku sudah hilang, maka itu aku cuma makan buah, sedangkan
 otakku terus ke Rani. Kemaluanku juga semakin berdenyut. Akhirnya aku
tidak tahan, dan kembali ke ruang keluarga. Ternyata posisi tidur Rani
sudah berubah, dan dia sekarang telentang, dengan kaki kiri dilipat
keatas, sehingga dasternya tersingkap sekali, dan celana dalam bagian
bawahnya kelihatan. Celana dalamnya berwarna putih, agak tipis dan
berenda, sehingga bulu-bulunya membayang di bawahnya. Aku sampai
tertegun melihatnya. Kemaluanku tegak sekali di balik celana pendekku.
Buah dadanya naik turun teratur sesuai dengan nafasnya, membuat
kemaluanku semakin berdenyut. Ketika sedang nikmat-nikmat memandangi,
aku dengar suara mobil masuk ke halaman. Ternyata Om Andri sudah pulang.
 Aku pun cepat-cepat naik kekamarku, pura-pura tidur.
Dan aku memang ketiduran sampai agak
sore, dan aku baru ingat kalau belum makan. Aku segera ke ruang makan
dan makan sendirian. Keadaan rumah sangat sepi, mungkin Om dan Tante
sedang tidur. Setelah makan aku naik lagi ke atas, dan membaca majalah
yang baru kubeli. Sedang asyik membaca, tiba-tiba kamarku ada yang
mengetuk, dan ternyata Rani. “Dodi, aku baru dibeliin kalkulator nih,
entar aku diajarin yah cara makainya. Soalnya rada canggih sih”, katanya
 sambil menunjukkan kalkulator barunya. “Wah, ini kalkulator yang aku
juga pengin beli nih. Tapi mahal. Iya deh, aku baca dulu manualnya.
Entar aku ajarin deh, kayaknya sih tidak terlalu beda dengan komputer”,
sahutku.
Ya sudah, dibaca dulu deh. Rani juga
mau mandi dulu sih”, katanya sambil berlalu ke teras atas tempat
menjemur handuk. Aku masih berdiri di pintu kamarku dan mengikuti Rani
dengan pandanganku. Ketika mengambil handuk, badan Rani terkena sinar
matahari dari luar rumah. Dan aku melihat bayangan badannya dengan jelas
 di balik dasternya. Aku jadi teringat pemandangan siang tadi waktu dia
tidur. Kemudian sewaktu Rani berjalan melewatiku ke kamar mandi, aku
pura-pura sedang membaca manual kalkulator itu.
Tidak lama kemudian aku mulai mendengar
suara Rani yang sedang mandi sambil bernyanyi-nyanyi kecil. Kembali
imajinasiku mulai membayangkan Rani yang sedang mandi, dan hal itu
membuat kemaluanku agak tegang. Karena tidak tahan sendiri, aku segera
mendekati kamar mandi dan mencari cara untuk mengintipnya, dan aku
menemukannya. Aku mengambil kursi dan naik di atasnya untuk mengintip
lewat celah ventilasi kamar mandi. Pelan-pelan aku mendekatkan mukaku ke
 celah itu, dan ya Tuhan… aku! Melihat Rani yang sedang menyabuni
badannya, mengusap-usap dan meratakan sabun ke seluruh lekuk tubuhnya.
Badannya sangat indah, jauh lebih indah dari yang kubayangkan. Lehernya
yang putih, pundaknya, buah dadanya, putingnya yang kecoklatan, perutnya
 yang rata, pantatnya, bulu-bulu di sekitar kemaluannya, pahanya,
semuanya sangat indah. Dan kemaluanku pun menjadi sangat tegang.Tapi aku
 tidak berlama-lama mengintipnya, karena selain takut ketahuan, juga aku
 merasa tidak enak mengintip orang mandi. Aku segera ke kamarku dan
berusaha menenangkan perasaanku yang tidak karuan.
Malamnya sehabis makan, aku dan Om Andri
 sedang mengobrol sambil nonton TV, dan Om Andri bilang kalau besok mau
keluar kota dengan istrinya seminggu. Dia pesan supaya aku membantu Rani
 kalau butuh bantuan. Tentu saja aku bersedia, malah jantungku menjadi
berdebar-debar. Tidak lama kemudian Rani mendekati kita. “Dodi, tolongin
 aku dong, ajarin soal-soal yang buat ujian, ayo!” katanya sambil
menarik-narik tanganku. Aku mana bisa menolak. Aku pun mengikuti Rani
berjalan ke kamarnya dengan diiringi Om Andri yang senyum-senyum melihat
 Rani yang manja.
Beberapa menit kemudian kita sudah
terlibat dengan soal-soal yang memang butuh konsentrasi. Rani duduk
sedangkan aku berdiri di sampingnya. Aku bersemangat sekali
mengajarinya, karena kalau aku menunduk pasti belahan dada Rani
kelihatan dari dasternya yang longgar. Aku lihat Rani tidak pakai beha.
Kemaluanku berdenyut-denyut, tegak di balik celana dan kelihatan
menonjol. Aku merasa bahwa Rani tahu kalau aku suka curi melihat buah
dadanya, tapi dia tidak berusaha merapikan dasternya yang semakin
terbuka sampai aku bisa melihat putingnya. Karena sudah tidak tahan,
sambil pura-pura menjelaskan soal aku merapatkan badanku sampai
kemaluanku menempel ke punggungnya. Rani pasti juga bisa merasakan
kemaluanku yang tegak. Rani sekarang cuma diam saja dengan muka
menunduk.
Rani, kamu cantik sekali..” kataku
dengan suara yang sudah bergetar, tapi Rani diam saja dengan muka
semakin menunduk. Kemudian aku meletakkan tanganku di pundaknya. Dan
karena dia diam saja, aku jadi makin berani mengusap-usap pundaknya yang
 terbuka, karena tali dasternya sangat kecil. Sementara kemaluanku
semakin menekan pangkal lengannya, usapan tanganku pun semakin turun ke
arah dadanya. Aku merasa nafas Rani sudah memburu seperti suara nafasku
juga. Aku jadi semakin nekad. Dan ketika tanganku sudah sampai
kepinggiran buah dada, tiba-tiba tangan Rani mencengkeram dan menahan
tanganku. Mukanya mendongak kearahku.
Dodi aku mau diapain..” Rintihnya
dengan suara yang sudah bergetar. Melihat mulutnya yang setengah terbuka
 dan agak bergetar-getar, aku jadi tidak tahan lagi. Aku tundukkan muka,
 kemudian mendekatkan bibirku ke bibirnya. Ketika bibir kita
bersentuhan, aku merasakan bibirnya yang sangat hangat, kenyal, dan
basah. Aku pun melumat bibirnya dengan penuh perasaan, dan Rani membalas
 ciumanku, tapi tangannya belum melepas tanganku. Dengan pelan-pelan
badan Rani aku bimbing, aku angkat agar berdiri berhadapan denganku. Dan
 masih sambil saling melumat bibir, aku peluk badannya dengan gemas.
Buah dadanya keras menekan dadaku, dan kemaluanku juga menekan perutnya.
Pelan-pelan lidahku mulai menjulur
menjelajah ke dalam mulutnya, dan mengait-ngait lidahnya, membuat nafas
Rani semakin memburu, dan tangannya mulai mengusap-usap punggungku.
Tanganku pun tidak tinggal diam, mulai turun ke arah pinggulnya, dan
kemudian dengan gemas mulai meremas-remas pantatnya. Pantatnya sangat
empuk. Aku remas-remas terus dan aku semakin rapatkan kebadanku hingga
kemaluanku terjepit perutnya. Tidak lama kemudian tanganku mulai ke atas
 pundaknya. Dengan gemetar tali dasternya kuturunkan dan dasternya turun
 ke bawah dan teronggok di kakinya. Kini Rani tinggal memakai celana
dalam saja. Aku memeluknya semakin gemas, dan ciumanku semakin turun.
Aku mulai menciumi dan menjilat-jilat lehernya, dan Rani mulai
mengerang-erang. Tangannya mengelus-elus belakang kepalaku.
Tiba-tiba aku berhenti menciuminya. Aku
renggangkan pelukanku. Aku pandangi badannya yang setengah telanjang.
Buah dadanya bulat sekali dengan puting yang tegak bergetar seperti
menantangku. Kemudian mulutku pelan-pelan kudekatkan ke buah dadanya.
Dan ketika mulutku menyentuh buah dadanya, Rani mengerang lagi lebih
keras sambil mendongakkan kepalanya, dan menekan pantat dan dadanya ke
arahku. Nafsuku semakin naik. Aku ciumi susunya dengan ganas, putingnya
aku mainkan dengan lidahku, dan susunya yang sebelah aku mainkan dengan
tanganku.
Aduuhh.. aahh.. aahh”, Rani semakin
merintih-rintih ketika dengan gemas putingnya aku gigit-gigit sedikit.
Badannya menggeliat-geliat membuatku semakin bernafsu untuk terus
mencumbunya. Tangan Rani kemudian menelusup kebalik bajuku dan mengusap
kulit punggungku.
Dodiii.. aahh.. baju kamu dibuka dong..
 aahh..” Akupun mengikuti keinginannya. Tapi selain baju, celana juga
kulepas, hingga aku juga cuma pakai celana dalam. Mulutnya kembali
kucium dan tanganku memainkan susunya. Penisku semakin keras karena Rani
 menggesek-gesekkan pinggulnya sembari mengerang-erang. Tanganku mulai
menyelinap ke celana dalamnya. Bulu kemaluannya aku usap-usap, dan
kadang aku garuk-garuk. Aku merasa vaginanya sudah basah ketika jariku
sampai ke mulut vaginanya. Dan ketika tanganku mulai mengusap
clitorisnya, ciumannya di mulutku semakin liar. Mulutnya mengisap
mulutku dengan keras. Clitorisnya kuusap, kuputar-putar, makin lama
semakin kencang, dan semakin kencang. Pantat Rani ikut bergoyang, dan
semakin rapat menekan, sehingga penisku semakin berdenyut. Sementara
clitorisnya masih aku putar-putar, jariku yang lain juga mengusap bibir
vaginanya. Rani menggelinjang semakin keras, dan pada saat tanganku
mengusap semakin kencang, tiba-tiba tanganku dijepit dengan pahanya,dan
badan Rani tegang sekali dan tersentak-sentak selama beberapa saat.
“Aahh aahh Dodiii.. adduuuhh aahh aahh aahh”, Dan setelah beberapa saat
akhirnya jepitannya berangsur semakin mengendur. Tapi mulutnya masih
mengerang-erang dengan pelan. “Dod.. aku boleh yah pegang punya kamu”,
tiba-tiba bisiknya di kupingku. Aku yang masih tegang sekali merasa
senang sekali. “Iyaa.. boleh..” bisikku.
Kemudian tangannya kubimbing ke celana
dalamku. “Aahh…” Akupun mengerang ketika tangannya menyentuh penisku.
Terasa nikmat sekali. Rani juga terangsang lagi, karena sambil
mengusap-usap kepala penisku, mulutnya mengerang di kupingku. Kemudian
mulutnya kucium lagi dengan ganas. Dan penisku mulai di genggam dengan
dua tangannya, di urut-urut dan cairan pelumas yang keluar diratakan
keseluruh batangku. Badanku semakin menegang. Kemudian penisku mulai
dikocok-kocok, semakin lama semakin kencang, dan pantatnya juga ikut
digesekkan kebadanku. Tidak lama kemudian aku merasa badanku bergetar,
terasa ada aliran hangat di seluruh tubuhku, aku merasa aku sudah hampir
 orgasme.
Raannniii.. aku hampir keluar..”
bisikku yang membuat genggamannya semakin erat dan kocokannya makin
kencang. “Aahh.. Ranniii.. uuuhh.. aahh..” akhirnya dari penisku
memancar cairan yang menyembur kemana-mana. Badanku tersentak-sentak.
Sementara penisku masih mengeluarkan cairan, tangan Rani tidak berhenti
mengurut-urut, sampai rasanya semua cairanku sudah diperas habis oleh
tangannya. Aku merasa sperma yang mengalir dari sela-sela jarinya
membuat Rani semakin gemas. Spermaku masih keluar untuk beberapa saat
lagi sampai aku merasa lemas sekali.
Akhirnya kita berdua jatuh terduduk di
lantai. Dan tangan Rani berlumuran spermaku ketika dikeluarkan dari
celana dalamku. Kita berpandangan, dan bibirnya kembali kukecup,
sedangkan tangannya aku bersihkan pakai tissue. Dan secara kebetulan aku
 melihat ke arah jam. “Astaga, sekarang sudah jam 11! Wah, sudah malam
sekali nih, aku ke kamarku dulu yah, takut Om curiga nanti..” kataku
sembari berharap mudah-mudahan suara desahan kita tidak sampai ke kuping
 orang tuanya. Setelah Rani mengangguk, aku bergegas menyelinap ke
kamarku.Malam itu aku tidur nyenyak sekali.
Pagi itu aku bangun kesiangan, seisi
rumah rupanya sudah pergi semua. Aku pun segera mandi dan berangkat ke
kampus. Meskipun hari itu kuliah sangat padat, pikiranku tidak bisa
konsentrasi sedikit pun, yang kupikirkan cuma Rani. Aku pulang ke rumah
sekitar jam 3 sore, dan rumah masih sepi. Kemudian ketika aku sedang
nonton TV di ruang keluarga sehabis ganti baju, Rani keluar dari
kamarnya, sudah berpakaian rapi. Dia mendekat dan mukanya menunduk.
“Dodi, kamu ada acara nggak? Temani aku nonton dong..”
“Eh.. apa? Iya, iya aku tidak ada acara, sebentar yah aku ganti baju
dulu” jawabku, dan aku buru-buru ganti baju dengan jantung berdebaran.
Setelah siap, aku pun segera mengajaknya
 berangkat. Rani menyarankan agar kita pergi dengan mobilnya. Aku segera
 mengeluarkan mobil, dan ketika Rani duduk di sebelahku, aku baru sadar
kalau dia pakai rok pendek, sehingga ketika duduk ujung roknya makin ke
atas. Sepanjang perjalanan ke bioskop mataku tidak bisa lepas melirik
kepahanya.
Sesampainya di bioskop, aku beranikan
memeluk pinggangnya, dan Rani tidak menolak. Dan sewaktu mengantri di
loket kupeluk dia dari belakang. Aku tahu Rani merasa penisku sudah
tegang karena menempel di pantatnya. Rani meremas tanganku dengan kuat.
Kita memesan tempat duduk paling belakang, dan ternyata yang menonton
tidak begitu banyak, dan di sekeliling kita tidak ditempati. Kami segera
 duduk dengan tangan masih saling meremas. Tangannya sudah basah dengan
keringat dingin, dan mukanya selalu menunduk.
Ketika lampu mulai dipadamkan, aku sudah
 tidak tahan, segera kuusap mukanya, kemudian kudekatkan ke mukaku, dan
kita segera berciuman dengan gemasnya. Lidahku dan lidahnya saling
berkaitan, dan kadang-kadang lidahku digigitnya lembut. Tanganku segera
menyelinap ke balik bajunya. Dan karena tidak sabar, langsung saja
kuselinapkan ke balik behanya, dan susunya yang sebelah kiri aku remas
dengan gemas. Mulutku langsung dihisap dengan kuat oleh Rani. Tanganku
pun semakin gemas meremas susunya, memutar-mutar putingnya, begitu
terus, kemudian pindah ke susu yang kanan, dan Rani mulai mengerang di
dalam mulutku, sementara penisku semakin meronta menuntut sesuatu.
Kemudian tanganku mulai mengelus
pahanya, dan kuusap-usap dengan arah semakin naik ke atas, ke pangkal
pahanya. Roknya kusingkap ke atas, sehingga sambil berciuman, di
keremangan cahaya, aku bisa melihat celana dalamnya. Dan ketika tanganku
 sampai di selangkangannya, mulut Rani berpindah menciumi kupingku
sampai aku terangsang sekali. Celana dalamnya sudah basah. Tanganku
segera menyelinap ke balik celana dalamnya, dan mulai memainkan
clitorisnya. Kuelus-elus pelan-pelan, kuusap dengan penuh perasaan,
kemudian kuputar-putar, semakin lama semakin cepat. Tiba-tiba tangannya
mencengkram tanganku, dan pahanya juga menjepit telapak tanganku,
sedangkan kupingku digigitnya sambil mendesis-desis. Badannya
tersentak-sentak beberapa saat.
Dodi.. aduuuhh.. aku tidak tahan
sekali.. berhenti dulu yaahh.. nanti di rumah ajaa..” rintihnya. Aku pun
 segera mencabut tanganku dari selangkangannya. “Dodi.. sekarang aku
mainin punya kamu yaahh..” katanya sambil mulai meraba celanaku yang
sudah menonjol. Kubantu dia dengan kubuka ritsluiting celana, kemudian
tangannya menelusup, merogoh, dan ketika akhirnya menggenggam penisku,
aku merasa nikmat luar biasa. Penisku ditariknya keluar celana, sehingga
 mengacung tegak.
Dodi.. ini sudah basah.. cairannya
licin..” rintihnya di kupingku sambil mulai digenggam dengan dua tangan.
 Tangan yang kiri menggenggam pangkal penisku, sedangkan yang kanan
ujung penisku dan jari-jarinya mengusap-usap kepala penis dan meratakan
cairannya. “Rani.. teruskan sayang..” kataku dengan ketegangan yang
semakin menjadi-jadi. Aku merasa penisku sudah keras sekali. Rani
meremas dan mengurut penisku semakin cepat. Aku merasa spermaku sudah
hampir keluar. Aku bingung sekali karena takut kalau sampai keluar bakal
 muncrat kemana-mana.
Rani.. aku hampir keluar nih..,
berhenti dulu deh..” kataku dengan suara yang tidak yakin, karena masih
keenakan. “Waahh.. Rani belum mau berhenti.. punya kamu ini bikin aku
gemes..” rengeknya. “Terus gimana.., apa enaknya kita pulang saja
yuk..!” ajakku, dan ketika Rani mengangguk setuju, segera kurapikan
celanaku, juga pakaian Rani, dan segera kita keluar bioskop meskipun
filmnya belum selesai. Di mobil tangan Rani kembali mengusap-usap
celanaku. Dan aku diam saja ketika dia buka ritsluitingku dan
menelusupkan tangannya mencari penisku. Aduh, rasanya nikmat sekali. Dan
 penisku makin berdenyut ketika dia bilang, “Nanti aku boleh yah nyiumin
 ininya yah..” Aku pengin segera sampai kerumah.
Dan, akhirnya sampai juga. Kita berjalan
 sambil berpelukan erat-erat. Sewaktu Rani membuka pintu rumah, dia
kupeluk dari belakang, dan kuciumi samping lehernya. Tanganku sudah
menyingkapkan roknya ke atas, dan tanganku meremas pinggul dan pantatnya
 dengan gemas. Rani kubimbing ke ruang keluarga. Sambil berdiri kuciumi
bibirnya, kulumat habis mulutnya, dan dia membalas dengan sama gemasnya.
 Pakaiannya kulucuti satu persatu sambil tetap berciuman. Sambil melepas
 bajunya, aku mulai meremasi susunya yang masih dibalut beha. Dengan tak
 sabar behanya segera kulepas juga. Kemudian roknya, dan terakhir celana
 dalamnya juga kuturunkan dan semuanya teronggok di karpet.
Badannya yang telanjang kupeluk
erat-erat. Ini pertama kalinya aku memeluk seorang gadis dengan
telanjang bulat. Dan gadis ini adalah Rani yang sering aku impikan tapi
tidak terbayangkan untuk menyentuhnya. Semuanya sekarang ada di depan
mataku. Kemudian tangan Rani juga melepaskan bajuku, kemudian celana
panjangku, dan ketika melepas celana dalamku, Rani melakukannya sambil
memeluk badanku. Penisku yang sudah memanjang dan tegang sekali segera
meloncat keluar dan menekan perutnya. Uuuhh, rasanya nikmat sekali
ketika kulit kita yang sama-sama telanjang bersentuhan, bergesekan, dan
menempel dengan ketat. Bibir kita saling melumat dengan nafas yang
semakin memburu. Tanganku meremas pantatnya, mengusap punggungnya,
mengelus pahanya, dan meremasi susunya dengan bergantian. Tangan Rani
juga sudah menggenggam dan mengelusi penisku. Badan Rani bergelinjangan,
 dan dari mulutnya keluar rintihan yang semakin membangkitkan birahiku.
Karena rumah memang sepi, kita jadi mengerang dengan bebas.
Kemudian sambil tetap meremasi penisku,
Rani mulai merendahkan badannya, sampai akhirnya dia berlutut dan
mukanya tepat di depan selangkanganku. Matanya memandangi penisku yang
semakin keras di dalam genggamannya, dan mulutnya setengah terbuka.
Penisku terus dinikmati, dipandangi tanpa berkedip, dan rupanya makin
membuat nafsunya memuncak. Mulutnya perlahan mulai didekatkan ke kepala
penisku. Aku melihatnya dengan gemas sekali. Kepalaku sampai terdongak
ketika akhirnya bibirnya mengecup kepala penisku. Tangannya masih
menggenggam pangkal penisku, dan mengelusnya pelan-pelan. Mulutnya mulai
 mengecupi kepala penisku berulang-ulang, kemudian memakai lidahnya
untuk meratakan cairan penisku. Lidahnya memutar-mutar, kemudian
mulutnya mulai mengulum dengan lidah tetap memutari kepala penisku. Aku
semakin mengerang, dan karena tidak tahan, kudorong penisku sampai
terbenam kemulutnya. Aku rasa ujungnya sampai ketenggorokannya. Rasanya
nikmat sekali. Kemudian pelan-pelan penisku disedot-sedot dan dimaju
mundurkan di dalam mulutnya. Rambutnya kuusap-usap dan kadang-kadang
kepalanya aku tekan-tekan agar penisku semakin nikmat. Isapan mulutnya
dan lidahnya yang melingkar-lingkar membuat aku merasa sudah tidak
tahan. Apalagi sewaktu Rani melakukannya semakin cepat, dan semakin
cepat, dan semakin cepat.
Ketika akhirnya aku merasa spermaku mau
muncrat, segera kutarik penisku dari mulutnya. Tapi Rani menahannya dan
tetap menghisap penisku. Maka aku pun tidak bisa menahan lebih lama
lagi, spermaku muncrat di dalam mulutnya dengan rasa nikmat yang luar
biasa. Spermaku langsung ditelannya dan dia terus menghisapi dan
menyedot penisku sampai spermaku muncrat berkali-kali. Badanku sampai
tersentak-sentak merasakan kenikmatan yang tiada taranya. Meskipun
spermaku sudah habis, mulut Rani masih terus menjilat. Akupun akhirnya
tidak kuat lagi berdiri dan akhirnya dengan nafas sama-sama
tersengal-sengal kita berbaring di karpet dengan mata terpejam.
“Thanks ya Ran, tadi itu nikmat sekali”, kataku berbisik.
“Ah.. aku juga suka kok.., makasih juga kamu ngebolehin aku mainin kamu.”
Kemudian ujung hidungnya kukecup,
matanya juga, kemudian bibirnya. Mataku memandangi tubuhnya yang
terbaring telanjang, alangkah indahnya. Pelan-pelan kuciumi lehernya,
dan aku merasa nafsu kami mulai naik lagi. Kemudian mulutku turun dan
menciumi susunya yang sebelah kanan sedangkan tanganku mulai meremas
susu yang kiri. Rani mulai menggeliat-geliat, dan erangannya membuat
mulut dan tanganku tambah gemas memainkan susu dan putingnya. Aku terus
menciumi untuk beberapa saat, dan kemudian pelan-pelan aku mulai
mengusapkan tanganku keperutnya, kemudian ke bawah lagi sampai merasakan
 bulu kemaluannya, kuelus dan kugaruk sampai mulutnya menciumi kupingku.
 Pahanya mulai aku renggangkan sampai agak mengangkang. Kemudian sambil
mulutku terus menciumi susunya, jariku mulai memainkan clitorisnya yang
sudah mulai terangsang juga. Cairan vaginanya kuusap-usapkan ke seluruh
permukaan vaginanya, juga ke clitorisnya, dan semakin licin clitoris dan
 vaginanya, membuat Rani semakin menggelinjang dan mengerang.
clitorisnya kuputar-putar terus, juga mulut vaginanya bergantian.
Ahh.. Dodiii.. aahh.. terusss… aahh..
sayaanggg..” mulutnya terus meracau sementara pinggulnya mulai
bergoyang-goyang. Pantatnya juga mulai terangkat-angkat. Aku pun segera
menurunkan kepalaku ke arah selangkangannya, sampai akhirnya mukaku
tepat di selangkangannya. Kedua kakinya kulipat ke atas, kupegangi
dengan dua tanganku dan pahanya kulebarkan sehingga vagina dan
clitorisnya terbuka di depan mukaku. Aku tidak tahan memandangi
keindahan vaginanya. Lidahku langsung menjulur dan mengusap clitoris dan
 vaginanya. Cairan vaginanya kusedot-sedot dengan nikmat. Mulutku
menciumi mulut vaginanya dengan ganas, dan lidahku kuselip-selipkan ke
lubangnya, kukait-kaitkan, kugelitiki, terus begitu, sampai pantatnya
terangkat, kemudian tangannya mendorong kepalaku sampai aku terbenam di
selangkangannya. Aku jilati terus, clitorisnya kuputar dengan lidah,
kuhisap, kusedot, sampai Rani meronta-ronta. Aku merasa penisku sudah
tegak kembali, dan mulai berdenyut-denyut.
Dodii.. aku tidak tahan.. aduuhh..
aahh.. enaakk sekaliii.. ” rintihnya berulang-ulang. Mulutku sudah
berlumuran cairan vaginanya yang semakin membuat nafsuku tidak
tertahankan. Kemudian kulepaskan mulutku dari vaginanya. Sekarang
giliran penisku kuusap-usapkan ke clitoris dan bibir vaginanya, sambil
aku duduk mengangkang juga. Pahaku menahan pahanya agar tetap terbuka.
Rasanya nikmat sekali ketika penisku digeser-geserkan di vaginanya. Rani
 juga merasakan hal yang sama, dan sekarang tangannya ikut membantu dan
menekan penisku digeser-geserkan di clitorisnya.
“Raniii.. aahh.. enakkk.. aahh..
“aahh.. iya.. eeennaakkk sekaliii..”
Kita saling merintih. Kemudian karena
penisku semakin gatal, aku mulai menggosokkan kepala penisku ke mulut
vaginanya. Rani semakin menggelinjang. Akhirnya aku mulai mendorong
pelan sampai kepala penisku masuk ke vaginanya. “Aduuuhh.. Dodii..
saakiiitt.. aadduuuhh.. jaangaann..” rintihnya, “Tahan dulu sebentar…
Nanti juga hilang sakitnya..” kataku membujuk. Kemudian pelan-pelan
penisku aku keluarkan, kemudian kutekan lagi, kukeluarkan lagi, kutekan
lagi, kemudian akhirnya kutekan lebih dalam sampai masuk hampir
setengahnya. Mulut Rani sampai terbuka tapi sudah tidak bisa bersuara.
Punggungnya terangkat dari karpet
menahan desakan penisku. Kemudian pelan-pelan kukeluarkan lagi, kudorong
 lagi, kukeluarkan lagi, terus sampai dia tenang lagi. Akhirnya ketika
aku mendorong lagi kali ini kudorong sampai amblas semuanya ke dalam.
Kali ini kita sama-sama mengerang dengan keras. Badan kita berpelukan,
mulutnya yang terbuka kuciumi, dan pahanya menjepit pinggangku dengan
keras sekali sehingga aku merasa ujung penisku sudah mentok ke dinding
vaginanya. Kita tetap berpelukan dengan erat saling mengejang untuk
beberapa saat lamanya. Mulut kami saling menghisap dengan kuat. Kita
sama-sama merasakan keenakan yang tiada taranya. Setelah itu pantatnya
sedikit demi sedikit mulai bergoyang, maka aku pun mulai menggerakkan
penisku pelan-pelan, maju, mundur, pelan, pelan, semakin cepat, semakin
cepat, dan goyangan pantat Rani juga semakin cepat. “Dodii.. aduuuhh..
aahh.. teruskan sayang.. aku hampir niihh..” rintihnya. “Iya.. nihh..
tahan dulu.. aku juga hampirr.. kita bareng ajaa..” kataku sambil terus
menggerakkan penis semakin cepat. Tanganku juga ikut meremasi susunya
kanan dan kiri. Penisku semakin keras, kuhunjam-hunjamkan ke dalam
vaginanya sampai pantatnya terangkat dari karpet. Dan aku merasa
vaginanya juga menguruti penisku di dalam.
Penisku kutarik dan kutekan semakin
cepat, semakin cepat.. dan semakin cepat.. dannn..”Raaniii.. aku mau
keluar niihh..””Iyaa.. keluarin saja.. Rani juga keluar sekarang
niiihh.”Aku pun menghunjamkan penisku keras-keras yang disambut dengan
pantat Rani yang terangkat ke atas sampai ujung penisku menumbuk dinding
 vaginanya dengan keras. Kemudian pahanya menjepit pahaku dengan keras
sehingga penisku makin mentok, tangannya mencengkeram punggungku.
Vaginanya berdenyut-denyut. Spermaku memancar, muncrat dengan
sebanyak-banyaknya menyirami vaginanya.
kita sama-sama
mengerang, dan vaginanya masih berdenyut, mencengkeram penisku, sehingga
 spermaku berkali-kali menyembur. Pantatnya masih juga berusaha
menekan-nekan dan memutar sehingga penisku seperti diperas. Kita orgasme
 bersamaan selama beberapa saat, dan sepertinya tidak akan berakhir.
Pantatku masih ditahan dengan tangannya, pahanya masih menjepit pahaku
erat-erat, dan vaginanya masih berdenyut meremas-remas penisku dengan
enaknya sehingga sepertinya spermaku keluar semua tanpa tersisa
sedikitpun. “aahh.. aahh.. aduuuhh…” Kita sudah tidak bisa bersuara lagi
 selain mengerang-erang keenakan.
Ketika sudah mulai kendur, kuciumi Rani
dengan penis masih di dalam vaginanya. Kita saling berciuman lagi untuk
beberapa saat sambil saling membelai. Kuciumi terus sampai akhirnya aku
menyadari kalau Rani sedang menangis. Tanpa berbicara kita saling
menghibur. Aku menyadari bahwa selaput daranya telah robek karena
penisku. Dan ketika penisku kucabut dari sela-sela vaginanya memang
mengalir darah yang bercampur dengan spermaku. Kita terus saling
membelai, dan Rani masih mengisak di dadaku, sampai akhirnya kita berdua
 tertidur kelelahan dengan berpelukan.
Aku terbangun sekitar jam 11 malam, dan
kulihat Rani masih terlelap di sampingku masih telanjang bulat. Segera
aku bangun dan kuselimuti badannya pelan-pelan. Kemudian aku segera ke
kamar mandi, kupikir shower dengan air hangat pasti menyegarkan. Aku
membiarkan badanku diguyur air hangat berlama-lama, dan memang
menyegarkan sekali. Waktu itu kupikir aku sudah mandi sekitar 20 menit,
ketika aku merasa kaget karena ada sesuatu yang menyentuh punggungku.
Belum sempat aku menoleh, badanku sudah dilingkari sepasang tangan.
Ternyata Rani sudah bangun dan masuk ke kamar mandi tanpa kuketahui.
Tangannya memelukku dari belakang, dan badannya merapat di punggungku.
Aku ikut mandi yah..?” katanya. Aku
tidak menjawab apa-apa. Hanya tanganku mengusap-usap tangannya yang ada
di dadaku, sambil menenangkan diriku yang masih merasa kaget. Sambil
tetap memelukku dari belakang, Rani mengambil sabun dan mulai
mengusapkannya di dadaku. Nafsuku mulai naik lagi, apalagi aku juga
merasakan susunya yang menekan punggungku. Usapan tangan Rani mulai
turun ke arah perutku, dan penisku mulai berdenyut dan berangsur menjadi
 keras. Tidak lama kemudian tangan Rani sampai di selangkanganku dan
mulai mengusap penisku yang semakin tegak. Sambil menggenggam penisku,
Rani mulai menciumi belakang leherku sambil mendesah-desah, dan badannya
 semakin menekan badanku. Selangkangan dan susunya mulai
digesek-gesekkan ke pantat dan punggungku, dan tangannya yang
menggenggam penisku mulai meremas-remas dan digerakkan ke pangkal dan
kepala penisku berulang-ulang sehingga aku merasakan kenikmatan yang
luar biasa. “Raniii oohh.. nikmat sekali sayang… Dodiii uuuhh”, erangnya
 sambil lidahnya semakin liar menciumi leherku. Aku yang sudah merasa
gemas sekali segera menarik badannya, dan sekarang posisi kita berbalik.
Aku sekarang memeluk badannya dari
belakang, kemudian pahanya kurenggangkan sedikit, dan penisku
diselinapkan di antara pahanya, dan ujungnya yang nongol di depan
pahanya langsung di pegang lagi oleh Rani. Tangan kiriku segera meremasi
 susunya dengan gemas sekali, dan tangan kananku mulai meremasi bulu
kemaluannya. Kemudian ketika jari tangan kananku mulai menyentuh
clitorisnya, Rani pun mengerang semakin keras dan pahanya menjepit
penisku, dan pantatnya mulai bergerak-gerak yang membuat aku semakin
merasa nikmat. Mukanya menengok ke arahku, dan mulutnya segera kuhisap
dengan keras. Lidah kami saling membelit, dan jari tanganku mulai
mengelusi clitorisnya yang semakin licin. Kepala penisku juga mulai
dikocok-kocok dengan lembut.
“Rani aku tidak tahan nih aduuuhh.
“Iya Dod.. aku juga sudah tidak tahan.. uuuhh.. uuuhh.
Badan Rani segera kubungkukkan, dan
kakinya kurenggangkan. Aku segera mengarahkan dan menempelkan ujung
penisku ke arah bibir vaginanya yang sudah menganga lebar menantang.
“Dodi.. cepat masukkan sayang cepat uuhh ayoo.” Aku yang sudah gemas
sekali segera menekan penisku sekuat tenaga sehingga langsung amblas
semua sampai ke dasar vaginanya. Rani menjerit keras sekali. Mukanya
sampai mendongak. “aahh.. kamu kasar sekali.. aduuhh sakit aduuhh..” Aku
 yang sudah tidak sabar mulai menggerakkan penisku maju mundur,
kuhunjam-hunjamkan dengan kasar yang membuat Rani semakin keras
mengerang-erang. Susunya aku remas-remas dengan dua tanganku. Tidak lama
 kemudian Rani mulai menikmati permainan kita, dan mulai menggoyangkan
pantatnya. Vaginanya juga mulai berdenyut meremasi penisku. Aku menjadi
semakin kasar, dan penisku yang sudah keras sekali terus mendesak dasar
vaginanya. Dan kalau penisku sedang maju membelah vaginanya, tanganku
juga menarik pantatnya ke belakang sehingga penisku menghunjam dengan
kuat sekali. Tapi tiba-tiba Rani melepaskan diri. “hh sekarang giliranku
 aku sudah hampir sampai.” katanya. Kemudian aku disuruh duduk selonjor
di lantai di antara kaki Rani yang mulai menurunkan badannya. Penisku
yang mengacung ke atas mulai dipegang Rani, dan di arahkan ke bibir
vaginanya.
Tiba-tiba Rani menurunkan badannya duduk
 di pangkuanku sehingga penisku langsung amblas ke dalam vaginanya. Kita
 sama-sama mengerang dengan keras, dan mulutnya yang masih menganga
kuciumi dengan gemas. Kemudian pantatnya mulai naik turun, makin lama
makin keras. Rani melakukannya dengan ganas sekali. Pantatnya juga
diputar-putar sehingga aku merasa penisku seperti dipelintir
Dodii.. aku.. aku.. sudah.. hampirrr,
uuuhh…” Erangnya sambil terus menghunjam-hunjamkan pantatnya. Mulutku
beralih dari mulutnya ke susunya yang bulat sekali. Putingnya
kugigit-gigit, dan lidahku berputar menyapu permukaan susunya. Susunya
kemudian kusedot dan kukenyot dengan keras, membuat gerakan Rani semakin
 liar. Tidak lama kemudian Rani menghunjamkan pantatnya dengan keras
sekali dan terus menekan sambil memutar pantatnya.
Sekaranggg aahh sekaranggg Dodi,
sekaranggg”, Rani berteriak-teriak sambil badannya berkelojotan.
Vaginanya berdenyutan keras sekali. Mulutnya menciumi mulutku, dan
tangannya memelukku sangat keras. Rani orgasme selama beberapa detik,
dan setelah itu ketegangan badannya berangsur mengendur.
Dod, makasih yah.., sekarang aku pengin
 ngisep boleh yah..?” katanya sambil mengangkat pantatnya sampai penisku
 lepas dari vaginanya. Rani kemudian menundukkan mukanya dan segera
memegang penisku yang sangat keras, berdenyut, dan ingin segera
memuntahkan air mani. Mulutnya langsung menelan senjataku sampai
menyentuh tenggorokannya. Tangannya kemudian mengocok pangkal penisku
yang tidak muat di mulutnya. Kepalanya naik turun mengeluar-masukkan
penisku. Aku benar-benar sudah tidak tahan. Ujung penisku yang sudah
sampai di tenggorokannya masih aku dorong-dorong. Tanganku juga ikut
mendesakkan kepalanya. Lidahnya memutari penisku yang ada dalam
mulutnya. “Raniii isap terus terusss hampirr terusss yyyaa sekaranggg
sekarangg.. issaapp..”, Rani yang merasa penisku hampir menyemburkan
sperma semakin menyedot dengan kuat. Dan…”aahh.. sekaranggg..
sekaranggg.. issaappp..” spermaku menyembur dengan deras berkali-kali
dengan rasa nikmat yang tidak berkesudahan. Rani dengan rakusnya menelan
 semuanya, dan masih menyedot sperma yang masih ada di dalam penis
sampai habis. Rani terus menyedot yang membuat orgasmeku semakin nikmat.
 Dan setelah selesai, Rani masih juga menjilati penisku, spermaku yang
sebagian tumpah juga masih di jilati.
Kemudian setelah beristirahat beberapa
saat, kami pun meneruskan mandi sambil saling menyabuni. Setiap lekuk
tubuhnya aku telusuri. Dan aku pun semakin menyadari bahwa badannya
sangat indah. Setelah itu kami tidur berdua sambil terus berpelukan.
Pagi-pagi ketika aku bangun ternyata
Rani sudah berpakaian rapi, dan dia cantik sekali. Dia mengenakan rok
mini dan baju tanpa lengan yang serasi dengan kulitnya yang halus. Dia
mengajakku belanja ke Mall karena persediaan makanan memang sudah habis.
 Maka aku pun segera mandi dan bersiap-siap.
Di perjalanan dan selama berbelanja kita
 saling memeluk pinggang. Siang itu aku menikmati jalan berdua
dengannya. Kita belanja selama beberapa jam, kemudian kita mampir ke
sebuah Café untuk makan siang. Di dalam mobil dalam perjalanan pulang
kita ngobrol-ngobrol tentang semua hal, dari masalah pelajaran sekolah
sampai hal-hal yang ringan. Ketika ngobrol tentang sesuatu yang lucu,
Rani tertawa sampai terpingkal-pingkal, dan saking gelinya sampai
kakinya terangkat-angkat. Dan itu membuat roknya yang pendek tersingkap.
 Aku pun sembari menyetir, karena melihat pemandangan yang indah,
meletakkan tanganku ke pahanya yang terbuka.
“Ayo.. nakal yah..” kata Rani, bercanda.
 “Tapi suka kan?” kataku sambil meremas pahanya. Kami pun sama-sama
tersenyum. Mengusap-usap paha Rani memang memberi sensasi tersendiri,
sampai aku merasa penisku menjadi tegang sendiri. “Dodi.. sudah kamu
nyetir saja dulu, tuh kan itunya sudah bangun.. pingin lagi yah? Rani
jadi pengin ngelusin itunya nih..” kata Rani menggodaku. Aku cuma senyum
 menanggapinya, dan memang aku sudah kepingin mencumbunya lagi.
Dodi, bajunya dikeluarin dong dari
celana, biar tanganku ketutupan. Dipegang yah?” Aku semakin nyengir
mendengarnya. Tapi karena memang kepingin, dan memang lebih aman begitu
dari pada aku yang meneruskan aksiku. Sambil menyetir aku pun
mengeluarkan ujung bajuku dari celanaku. Kemudian tanpa menunggu, tangan
 Rani langsung menyelinap ke balik bajuku, ke arah selangkanganku.
Tangannya mencari-cari penisku yang semakin tegang.
Ati-ati, masih siang nih, kalau ada
orang nanti tangan kamu ditarik yah!” kataku. Rani diam saja, dan
kemudian tersenyum ketika tangannya menemukan apa yang dicari-cari.
Tangannya kemudian mulai meremas penisku yang masih di dalam celana.
Penisku semakin tegang dan berdenyut-denyut. Karena terangsang juga,
Rani mulai berusaha membuka ritsluiting celanaku, dan kemudian
menyelinapkan tangannya, dan mulai memegang kepala penisku. Cairan
pelumas yang mulai keluar diusap-usapkan ke kepala dan batang penisku.
“Dodi.. aku pengin ngisep ininya.. aku pengin ngisep sampai kamu keluar
dimulutku..” katanya sambil agak mendesah. Aku juga ingin segera
merasakan apa yang dia ingini. Yang ada di otakku adalah segara sampai
di rumah, dan segera mencumbunya.
Tapi harapan kita ternyata tidak segera
terwujud karena sesampainya di rumah, ternyata orang tua Rani sudah
pulang. Kita cuma saling berpandangan dan tersenyum kecewa. “Eh, sudah
pada pulang yah..” Rani menyapa mereka. “Iya nih, ada perubahan acara
mendadak. Makanya sekarang cape banget. Nanti malem ada undangan pesta,
makanya sekarang mau istirahat dulu. Kamu masak dulu saja ya sayang..
sudah belanja kan?” kata maminya Rani. “Iya deh, sebentar Rani ganti
baju dulu. Eh, Dodi, katanya kamu pengin belajar masak, ayo, sekalian
bantuin aku”, kata Rani sambil tersenyum penuh arti. Aku cuma mengiyakan
 dan ke kamarku ganti pakaian dengan celana pendek dan T-shirt. Kemudian
 aku ke dapur dan mengeluarkan belanjaan dan memasukkannya ke lemari es.
 Tidak lama kemudian Rani menyusul ke dapur. Dia pun sudah berganti
pakaian, dan sekarang memakai daster kembang-kembang. Tante juga
ikut-ikutan menyiapkan bahan makanan dan Rani mulai mengajariku
memasak.“Sudah Mami istirahat saja sana, kan ini juga sudah ada yang
ngebantuin..” kata Rani. “Iya deh, emang Mami cape banget sih, sudah
yah, Mami mau coba istirahat saja”, kata Maminya Rani sambil keluar dari
 dapur. Aku yang sedang memotongi sayuran cuma tersenyum. Setelah
beberapa saat, Rani tiba-tiba memelukku dari belakang, tangannya
langsung ditelusupkan ke dalam celanaku dan memegang penisku yang masih
tidur.“Eh.. kok ininya bobo lagi.. Rani
bangunin yah?” tangannya dikeluarkan kemudian Rani mengambil salad
dressing yang ada di depanku, masih sambil merapatkan badannya dari
belakangku. Kemudian salad dressingnya dituangkan ke tangannya, dan
langsung menyelinap lagi ke celana dan dioleskan ke penisku yang
langsung menegang. Sambil merapatkan badannya, susunya menekan
punggungku, Rani mulai meremasi penisku dengan dua tangannya. Nikmat
yang aku rasakan sangat luar biasa. Aku segera melingkarkan tangan ke
belakang, meremas pantatnya yang bulat itu. Tanganku aku turunkan sampai
 ke ujung dasternya, kemudian kusingkapkan ke atas sambil meremas
pahanya dengan gemas. Ketika sampai di pangkal pahanya, aku baru
menyadari kalau Rani ternyata sudah tidak memakai celana dalam. Maka
tanganku menjadi semakin gemas meremasi pantatnya, dan kemudian
menelusuri pahanya ke depan sampai ke selangkangannya. Jari-jariku
segera membuka belahan vaginanya dan mulai memainkan clitorisnya yang
sudah sangat basah terkena cairan yang semakin banyak keluar dari
vaginanya. Tangan Rani juga semakin liar meremas, meraba dan mengocok
penisku. “Rani.. sana diliat dulu, apa Om dan Tante memang sudah
tidur..” kataku berbisik karena merasa agak tidak aman. Rani kemudian
melepaskan pegangannya dan keluar dapur.
Tidak lama kemudian Rani kembali dan
bilang semuanya sudah tidur. Aku segera memeluk Rani yang masih ada di
pintu dapur, kemudian pelan-pelan pintu kututup dan Rani kupepet ke
dinding. Kita berciuman dengan gemasnya dan tangan kita langsung saling
menelusup dan memainkan semua yang ditemui. Penisku langsung ditarik
keluar oleh Rani dan aku segera menyingkap dasternya ke atas, kemudian
kaki kirinya kuangkat ke pinggulku, dan selangkangannya yang menganga
langsung kuserbu dengan jari-jariku. Tangan Rani menuntun penisku ke
arah selangkangannya, menyentuhkan kepala penisku ke belahan vaginanya
dan terus-terusan menggosok-gosokkannya. Untuk mencegah agar Rani tidak
mengerang, mulutnya terus kusumbat dengan mulutku.
Kemudian karena sudah tidak tahan, aku
segera mengarahkan penisku tepat ke mulut vaginanya, dan menekan
pelan-pelan, terus ditekan, terus ditekan sampai seluruh batangnya
amblas. Kaki Rani satunya segera kuangkat juga ke pinggangku, sehingga
sekarang dua kakinya melingkari pinggangku sambil kupepet di dinding.
Kita saling mengadu gerakan, aku maju-mundurkan penisku, dan Rani
berusaha menggoyang-goyangkan pantatnya juga. Vaginanya berdenyutan
terasa meremasi batang penisku. Tidak lama kemudian aku merasa Rani
hampir orgasme. Denyutan vaginanya semakin keras, badannya semakin
tegang dan isapan mulutnya di mulutku semakin kuat. Kemudian aku merasa
Rani orgasme. Kontraksi otot vaginanya membuat penisku merasa seperti
diurut-urut dan aku juga merasa hampir mencapai orgasme. Setelah
orgasme, gerakan Rani tidak liar lagi, dia cuma mengikuti gerakan
pantatku yang masih menghunjam-hunjamkan penisku dan mendesakkan
badannya ke dinding.
Kemudian sementara penisku masih di
dalam dan kaki Rani masih di pinggangku, aku melangkah ke arah meja
dapur dan duduk di salah satu kursi, sehingga sekarang Rani ada di
pangkuanku dengan punggung menyandar di meja dapur. Selama beberapa saat
 kita cuma berdiam diri saja. Rani masih menikmati sisa kenikmatan
orgasmenya dan menikmati penisku yang masih di dalam vaginanya.
Sementara aku menikmati sekali posisi ini, dan menikmati melihat Rani
ada di pangkuanku. Tanganku mengusap-usap pahanya dan menyingkapkan
dasternya ke atas sampai melihat bulu kemaluan kami yang saling
menempel. Belahan vaginanya kubuka dan aku melihat pemandangan yang
sangat indah. Penisku hanya kelihatan pangkalnya karena seluruh
batangnya masih di dalam vagina Rani, dan di atasnya aku melihat
clitorisnya yang sangat basah. Jari-jariku mulai mengusap-usap
clitorisnya sampai Rani mulai mendesis-desis lagi, dan pantatnya mulai
bergerak lagi, berputar dan mendesakkan penisku menjadi semakin masuk.
Aku merasa vaginanya mulai berdenyutan lagi meremas-remas penisku.
Karena gemas, kadang-kadang clitorisnya kupelintir dan kucubit-cubit.
Kemudian dasternya kusingkap semakin ke
atas sampai aku melihat susunya yang menantangku untuk segera
memainkannya. Dengan tak sabar segera susunya yang kiri kulumat dengan
mulutku, yang membuat kepala Rani mendongak merasakan kenikmatan itu.
Sambil melumati susunya, lidahku juga memainkan putingnya yang sudah
sangat tegang. Kadang-kadang putingnya juga kugigit-gigit kecil dengan
gemas. Tanganku dua-duanya meremasi pantatnya yang bulat. “Ya Tuhan
Dodiii aahh aahh”, rintihnya di kupingku, sambil kadang menjilati dan
menggigit kupingku. “Dodii.. aahh.. aku hampir dapet lagii.. ahh..,
terus gitu sayang”, rintihnya dengan gerakan yang semakin liar.
Pantatnya semakin keras menekan dan berputaran, yang membuat penisku
juga seperti dipelintir dengan lembut. Aku pun menuruti dan terus
memberikan kenikmatan dengan terus memainkan susunya bergantian yang
kiri dan kanan, dan tanganku juga ikut memainkan puting susunya, sampai
Rani tiba-tiba menggigit kupingku dengan keras dan setelah menghentakkan
 pantatnya dia memelukku dengan eratnya. “hh Dodddiii.. hh. hh.” Aku
merasakan Rani orgasme untuk kedua kalinya dan lebih hebat dari yang
pertama. Denyutan vaginanya keras sekali dan berlangsung selama beberapa
 detik, dan kenikmatan yang aku rasakan membuatku merasa sudah hampir
orgasme. Tapi setelah orgasme, ternyata Rani masih ingat keinginannya
untuk menghisap penisku. “Dodi.. jangan dikeluarin dulu.. nanti di
mulutku saja yah”. Maka setelah turun dari pangkuanku, Rani segera
jongkok di depanku dan langsung mengulum penisku. Lidahnya memutari
batangnya dan mulutnya menyedot-nyedot membuat aku merasa orgasmeku
sudah sangat dekat. Tanganku memegang belakang kepala Rani, dan kutekan
agar penisku semakin masuk di mulutnya, kemudian aku juga membantu
memasuk-keluarkan penisku di mulutnya, dan “aahh Rani aku keluarrr terus
 isaappp.. aahh..” dan memang Rani dengan lahapnya terus menghisap
spermaku yang langsung berhamburan masuk ke tenggorokannya. Penisku yang
 masih mengeluarkan sperma terus disedot dan dikenyot-kenyot dan pangkal
 penisku juga terus-terusan dikocok-kocok. Orgasmeku kali ini kurasakan
sangat luar biasa.
Setelah itu kita kembali berciuman, dan kembali meneruskan memasak.
“Dodi.. makasih yah, tapi aku belum puas, habis kurang bebas sih, entar
malem lagi yah..!” aku yang merasa hal yang sama cuma mengangguk.
“Ran, aku nanti malem pengin menikmati seluruh tubuhmu.”
“Maksudmu..? apa selama ini belum?”
“Aku pengin melakukan hal yang lain sama kamu.., tunggu saja..”
“Ihh.. apaan sih.., Rani jadi merinding nih”, kata Rani sambil
memperlihatkan bulu-bulu tangannya yang memang berdiri, dan sambil
tersenyum aku mengelusi tangannya. Kemudian badannya kupeluk dari
belakang dengan lembut. Aku merasa bahagia sekali.
dan pada akhirnya akupun menjalin hubungan dengan rani hingga kuliahku selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar