Kota ini sedang
panas-panasnya. Matahari rasanya seperti berada sejengkal di atas kepala. Yanti
berusaha mengipasi tubuhnya dengan selembar koran tipis. Dia duduk di depan tv
dengan daster tanpa lengan. Jendela sudah terbuka, tapi tetap saja udara siang
itu terasa panas.
Yanti bergerak
menenggak minuman dingin yang sebenarnya tidak terlalu dingin lagi.
Kerongkongannya terasa sejuk. Tapi cuma sebentar, karena kemudian udara panas
kembali menyergapnya.
Dia masih asyik
menonton tivi sambil mengipasi tubuhnya ketika didengarnya pintu pagar terbuka.
Menyusul kemudian sebuah suara motor mendekat ke arah samping rumah. Yanti
melirik dari jendela yang terbuka, Adi salah seorang anak kostnya sedang
memarkir motor. Tak lama kemudian langkahnya terdengar di samping rumah menuju
ke bagian belakang.
Yanti memang
menyewakan 5 kamar di bagian belakang rumahnya untuk anak-anak mahasiswa.
Rumahnya tidak terlalu jauh dari sebuah kampus swasta, usaha yang sangat cocok
dan menghasilkan.
Kamar kost itu sudah
ada sejak 6 tahun yang lalu. Tepatnya ketika Ruslan suaminya masih hidup dan
baru saja pensiun. Alasannya untuk menambah penghasilan rumah tangga. Yanti dan
suaminya sengaja membuka kost untuk lelaki, alasannya waktu itu biar pak Ruslan
ada teman ngobrol. Sayang, lelaki itu kemudian meninggal 3 tahun kemudian.
Tinggallah Yanti bersama 2 orang anaknya yang beranjak remaja.
Setahun kemudian
Anshar anak pertamanya pindah ke kota lain untuk melanjutkan kuliahnya. Disusul
kemudian Rini, adiknya. Tinggallah Yanti sendirian bersama anak-anak kost yang
datang silih berganti mengisi kostan di belakang rumahnya. Hanya Ria, ibu
setengah baya yang datang setiap pagi untuk membersihkan rumah dan membantunya
mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya.
Yanti sebenarnya belum
bisa dibilang tua. Tahun ini umurnya masuk 43, perawakannya tidak terlalu
tinggi dan tidak pendek. Rata-rata ukuran wanita Indonesia. Tubuhnya masih bisa
dibilang kencang meski selulit dan lemak juga sudah hadir di beberapa tempat.
Usia tidak bisa bohong, tapi Yanti selalu berusaha mencegahnya, termasuk dengan
berolahraga. Minimal menjaga kesehatan, katanya.
Sekitar 6 bulan lalu
dia terjebak dalam sebuah hubungan terlarang dengan salah seorang anak kostnya.
Namanya Fandi, lelaki muda yang baru saja merintis karir di sebuah perusahaan
swasta di kotanya. Yanti terpikat pada ketampanan dan kesopanan lelaki itu.
Yanti yang sudah lama kesepian sejak ditinggal suami dan anak-anaknya tanpa
sadar jatuh di pelukan Fandi yang masih muda dan energik.
Waktu itu gairahnya
yang lama terpendam muncul ke permukaan, dia menjadi liar dan semangat hidupnya
juga kembali menyala. Yanti terjebak dalam hubungan cinta terlarang dengan
Fandi. Hubungan yang bahkan berlanjur ke tempat tidur. Fandi tahu betul
bagaimana memuaskan hasrat birahi Yanti yang sudah lama tak tersentuh.
Sayang, Fandi
sekarang tinggal cerita. Dia harus pindah setelah dipaksa menikah oleh orang
tua pacarnya. Sang pacar hamil 3 bulan hasil benih Fandi. Setelah menikah dia
terpaksa pindah ke rumah orang tua sang pacar. Tinggallah Yanti yang terluka
oleh kenikmatan sesaat yang ditawarkan oleh Fandi.
Selepas kepergian
Fandi, Yanti memilih mengurung diri. Dia berubah menjadi ibu kost yang pendiam
meski tidak galak. Satu persatu penghuni kostnya berganti, semuanya lelaki
muda. Meski begitu Yanti sama sekali belum kepikiran untuk mengulang kisah yang
sama dengan Fandi dulu. Luka itu masih ada, dulu Yanti sudah terlanjur
menyimpan perasaan pada Fandi meski dia tahu mereka sulit untuk bersatu.
Yanti menenggak air
terakhir dari minuman dinginnya. Minuman yang tadinya mampu menyejukkan
tenggorokannya itu ternyata sudah jadi hangat. Yanti berdiri ke arah dapur
berniat mengambil minuman dingin yang lain dari kulkas. Udara panas siang itu
membuatnya susah untuk menolak godaan minuman dingin.
Di dapur sayup-sayup
Yanti mendengar suara air dari belakang. Tepatnya dari tempat cuci yang
letaknya memang ada di belakang dapur. Yanti mencoba mengintip dari jendela
dapur. Ternyata ada Adi di sana yang sedang mencuci pakaian. Lelaki muda itu
tak berbaju, membiarkan tubuh bagian atasnya terbuka. Dia hanya memakai celana
pendek berwarna terang yang sebagian basah terkena air.
Tiba-tiba darah Yanti
berdesir. Tubuh Adi tergolong atletis, padat berisi. Tetes air membasahi tubuhnya
sehingga membuatnya terlihat mengkilap. Yanti menajamkan pandangannya ke arah
selangkangan lelaki muda itu. Tiba-tiba Yanti tercekat. Rupanya Adi tidak
memakai celana dalam. Adi yang duduk di atas bangku kecil tidak terlalu awas,
dia duduk seenaknya sehingga dari pahanya terlihat jelas kalau dia tidak
memakai celana dalam.
Yanti menelan ludah,
degup jantungnya makin keras. Dengan sedikit takut-takut dia memperbaiki posisi
mengintipnya. Sekarang dia dengan jelas bisa melihat sedikit celah dari pinggir
celana Adi. Kepala kontolnya mengintip, terlihat mengkilap. Yanti tiba-tiba
merasa sesak, sesak oleh nafasnya sendiri yang tidak beraturan.
Bayangan-bayangan
hubungan gelapnya dengan Fandi seperti film yang terputar dengan sangat jelas
di otaknya. Satu persatu adegan-adegan itu terpampang dengan jelas, membuat
gairahnya perlahan memuncak. Tubuh atletis Adi dan kontolnya yang mengintip
dari celana pendeknya seperti sebuah kunci untuk membuka kotak pandora. Nafas
Yanti memburu, nafsunya menggelegak di dalam dada dan meluncur cepat ke kepala.
Kotak pandora telah
terbuka. Yanti menarik nafas panjang, dia sudah tidak bisa mengontrol dirinya.
Hampir setahun tidak disentuh pria setelah kisahnya dengan Fandi berakhir
membuat seluruh tubuhnya seperti bersatu menuntut pelampiasan. Dia tidak bisa
berpikir jernih lagi, dia menurut pada nafsunya. Menuruti panggilan birahinya
yang sudah menguasai seluruh tubuhnya. Dia harus mendapatkan pelampiasan dari
Adi yang sampai detik itu belum tahu kalau kesembronoannya sudah membuat
seorang wanita menggelinjang karena nafsu.
Keputusan Yanti sudah
bulat. Dia membatalkan niatnya mengambil minuman dingin. Dia keluar dari dapur
dan menuju tempat cuci di bagian belakang mendekati Adi. Yanti masih sempat
menimbang situasi. Jam baru menunjukkan pukul 12:20, masih siang. Anak-anak
kost biasanya datang menjelang sore. Ria sudah pulang sedari tadi. Masih ada
waktu beberapa jam sebelum kost kembali ramai.
“ eh Adi, kamu sudah
pulang?” Sapa Yanti ketika sudah berada beberapa meter di belakang Adi. Dengan
susah payah dia meredam degup jantungnya sendiri.
“ eh, ibu..iya nih,
kuliah lagi kosong. Adi malas di kampus. Gerah..makanya pulang aja, sekalian
mau nyuci” jawab Adi. Senyum tersungging di bibirnya. Yanti baru sadar kalau
anak muda ini lumayan tampan.
“ sinih ibu bantuin”
Kata Yanti sambil mencoba berjongkok di depan Adi, tepat di seberang ember
berisi cucian.
“ ah gak usah bu, Adi
sudah biasa” Adi menolak dengan halus. Dia belum memperbaiki cara duduknya dan
belum sadar kalau dari celah celananya sang kontol mengintip. Pandangan Yanti
tertuju ke sana.
Yanti tersenyum,
berusaha menampilkan senyum termanisnya. Dia tahu Adi pasti kikuk, tidak
biasanya sang ibu kost yang pendiam itu tiba-tiba jadi akrab dan mau membantu
mencuci.
Yantilah yang
memegang kendali. Masih dengan berjongkok dia mencoba mencairkan suasana meski
jantungnya juga masih berdegup kencang. Sesekali dia masih melirik ke celah
celana Adi sambil terus mengagumi tubuh atletisnya.
“ Kamu pasti sering
olahraga ya, badan kamu bagus” Yanti mulai menyerang. Tangannya mengelus lengan
Adi yang memang lumayan berotot.
Adi sedikit kikuk,
tapi dia tidak menolak. Dengan agak terbata dan menunduk dia menjawab, “ biasa
aja bu, dulu sering ikut main bola soalnya.”
Yanti terus memuji
Adi, tangannya mengelus-elus lengan Adi. Lelaki muda itu makin tampak salah
tingkah. Tangannya mengucek pakaian dengan gerakan yang menunjukkan kalau
pikirannya sudah tidak di situ.
Adi lelaki normal,
sentuhan Yanti di lengan dan kemudian di punggungnnya membuat darah mudanya
berdesir tanpa bisa dia kontrol. Darahnya seperti mengalir dengan cepat menuju
satu titik di selangkangannya. Perlahan kontolnya berdiri, membuat celana
pendek longgarnya jadi menonjol. Yes! Dalam hati Yanti menjerit senang. Dia
tahu sebentar lagi dia akan berhasil mencicipi anak muda ini.
“ Aihh, itu koq jadi
bangun?” Goda Yanti sambil menunjuk ke selangkangan Adi.
Adi makin salah
tingkah, susah payah dia menutup selangkangannya dengan tangan dan merapatkan
kedua kakinya yang tertekuk. Yanti tersenyum nakal.
Mengetahui rencananya
makin mulus, dia mendekatkan bibirnya ke kuping Adi. Sebuah ciuman hangat
mendarat di kuping Adi, dilanjutkan dengan jilatan lembut. Adi tersentak kaget,
tapi sama sekali tidak menolak. Darah mudanya berdesir, nafsunya ikut bangkit.
“ kamu mau bercinta
sama ibu?” Tanya Yanti dengan tatapan nakal. Adi hanya diam, bukan karena tidak
mau, tapi karena bingung dengan perubahan suasana yang mendadak itu. Dia tidak
pernah membayangkan akan digoda seperti itu oleh ibu kost yang pendiam. Adi
juga bukan anak muda yang kuper, tapi setidaknya dia adalah anak muda yang
sopan.
Adi masih diam ketika
Yanti berlutut dan medekatkan wajahnya ke wajah Adi. Sebuah ciuman mendarat di
bibirnya. Naluri lelakinya bergejolak, dengan tidak sabar Adi membalas ciuman
Yanti. Bibir mereka berpagut, lidah mereka saling membelit. Suara cipokan
segera terdengar. Yanti begitu menikmati ciuman hangat membara itu. Birahinya
makin meraja, membuatnya lupa kalau lelaki di depannya itu adalah anak kost
yang usianya sama dengan anaknya sendiri. Yanti sudah tidak peduli, dia hanya
ingin mereguk kenikmatan yang sudah lama tidak pernah dia reguk.
Yanti membimbing
tangan Adi ke dadanya, meremas toketnya yang masih terbungkus daster dan BH.
Adi awalnya ragu, tapi dia masih laki-laki normal yang segera tahu apa yang
harus dilakukan. Agak lama mereka berciuman dengan posisi Adi duduk di bangku
kecil dan Yanti berlutut. Tangan Adi makin lama makin liar, meremas toket Yanti
yang masih terbungkus serta sesekali membelai pangkal kupingnya.
“
Hmmppffhhhh…hmpffhhh..” hanya suara itu yang keluar dari mulut mereka.
Yanti tiba-tiba
menghentikan ciumannya. Dia berdiri dan menarik Adi untuk ikut berdiri.
“ Kita pindah ke
kamar yuk..”, ajaknya kemudian.
Adi tidak menolak
tentu saja, dia pasrah saja ketika Yanti menariknya masuk ke rumah utama
melewati dapur dan ruang makan. Mereka berakhir di kamar tidur Yanti, menutup
pintu dan menyalakan AC. Udara dingin dengan cepat menyergap mereka, meski
kedua insan itu tidak lagi merasakannya.
Adi mulai dirasuki
birahi yang bergejolak. Dia tidak lagi pasrah dan dituntun, dia malah dengan
cepat menyergap Yanti, menariknya ke dalam pelukannya dan mencumbu Yanti dengan
penuh semangat. Yanti pasrah, dia tahu sekarang giliran Adi yang mengambil alih
kendali.
Mereka berciuman
cukup lama dalam posisi berdiri sebelum kemudian Adi merebahkan tubuh Yanti ke
atas ranjang yang besar. Yanti menurut saja meski mulutnya terus mengeluarkan
suara desahan. Yantipun diam saja ketika dengan sedikit tergesa Adi melepas
dasternya. Tinggallah dia dengan tubuhnya yang hanya berbalut BH dan celana dalam.
Tapi itu tidak lama, karena Adi juga melepas BH-nya dan membuangnya ke samping
ranjang.
Kini dadanya
terpampang jelas di depan lelaki muda itu. 34C, lumayan membuat darah Adi
berdesir meski memang tak lagi sekenyal dulu. Adi meremas lembut dua bukit di
dada Yanti, mempermainkan putingnya dengan telunjuk dan jempol. Yanti mendesis,
tubuhnya mengejang. Adi makin bernafsu, dibenamkannya kepalanya di atas toket
Yanti yang mulus. Bibirnya menyapu puting Yanti yang kemerah-merahan,
mengisapnya seperti bayi yang kehausan serta mempermainkannya dengan lidah.
“
Accchhh….sayanggg…acchhh” Yanti meracau tidak jelas, dia bahkan tanpa sadar
sudah memanggil sayang pada anak kostnya itu. Adi makin bersemangat.
Puas bermain di dada
Yanti, Adi beringsut turun ke selangkangannya. Tak lupa dia melepas celana
dalam Yanti. Sang pemilik celana dalam tidak protes, bahkan membantu Adi
melepas celana dalam itu. Vaginanya sekarang terlihat jelas, bulu-bulu halus
tumbuh di sekitar vagina itu. Yanti memang rajin mencukur bulu-bulu vaginanya,
kebiasaan yang sudah dia jaga dari sejak jaman muda dulu.
“ Adi jilat ya bu?”
Pertanyaan konyol dari Adi, entah karena basa-basi atau karena memang aslinya
dia sangat sopan. Tapi Yanti tidak berpikir apa-apa, dia cuma mengangguk pelan
dengan wajah merah padam menahan nafsu.
Dengan lembut Adi
menjatuhkan ciuman pada vagina Yanti. Menjilatinya dengan penuh perasaan dan
menyusupkan jari tengah kirinya ke dalam lubang kenikmatan itu. Yanti nyaris
berteriak, tubuhnya menegang, vaginanya makin basah. Pantatnya terangkat,
menekan wajah Adi semakin lekat dengan vaginanya.
Adi ternyata bukan
anak kemarin sore, caranya menjilat vagina, mengkombinasikan dengan gigitan
halus dan permainan jari membuat Yanti melayang. Rasa nikmat adalah
satu-satunya rasa yang dia tahu. Dia mendesah, menggelinjang dan berteriak
tertahan. Hingga kemudian…
“ Accchhh…Adi
sayangggghhh…” Tubuhnya tersentak, dia mencapai orgasmenya. Yanti seperti
melayang selama beberapa detik. Dia tidak sadar Adi tersenyum di bawah sana,
tepat di depan vaginanya. Yanti masih menutup mata mencoba meresapi sisa
orgasmenya. Adi turun dari ranjang dan melepas celana pendeknya.
Yanti tidak sadar
kalau Adi sudah telanjang bulat, dia tersentak sedikit kaget ketika mulutnya
tersentuh sesuatu. Ketika matanya terbuka, tampaklah kontol Adi berada tepat di
depan mulutnya. Yanti sedikit kaget, kontol itu lumayan besar dan panjang.
Yanti segera tahu kalau kontol Adi lebih besar dari kontol Fandi dan Ruslan, dua
kontol yang pernah dinikmatinya.
Yanti tahu apa yang
dimaui Adi. Dia mengatur posisi, meninggikan kepalanya dengan bantal dan mulai
mengocok lembut kontol Adi. Adi mendesis, tangan lembut Yanti terasa begitu
nikmat. Adi sedikit tersentak ketika Yanti menjatuhkan jilatan dan ciuman ke
kepala kontolnya. Dia memejamkan mata, apalagi ketika dengan penuh perasaan
Yanti memasukkan kontol itu ke dalam mulutnya. Dia memvariasikan isapan,
jilatan dan ciuman ke kontol Adi, membuat lelaki muda itu makin tidak tahan
didera nafsu.
Yanti melirik,
ekspresi nikmat di wajah Adi membuatnya makin bernafsu untuk terus mengoral
kontol di depannya itu. Semua kemampuannya dia kerahkan, dia mau Adi takluk
100% di kakinya. Perlahan-lahan nafsunya kembali membara. Vaginanya kembali
basah.
Bemenit-menit
terlewati, Yanti masih semangat mengoral Adi ketika dirasanya lelaki itu
menarik kontolnya. Dia tahu, Adi sudah tidak sabar memasukkan kontol itu ke
vaginanya. Dia juga sudah tidak sabar merasakan vaginanya diisi kontol yang
menurutnya cukup besar itu.
Mereka mengatur
posisi. Yanti mengangkang, kedua kakinya dilipat hingga ke dada. Vaginanya
terlihat jelas seakan siap menyambut kontol Adi yang sudah tegang. Adi berhenti
sejenak, dengan jarinya dia mengusap-usap vagina merah muda itu. Yanti
mendesah.
“ Accch…sayang,
jangan digituin. Ayo dimasukin aja, aku udah gak tahan nih”, Pinta Yanti dengan
suara parau karena nafsu.
“ Iya sayang, aku
masukin yaa”, Adi sudah bukan lagi Adi yang tadi. Hilang sudah panggilan ibunya,
berganti dengan kata sayang.
Dengan pelan Adi
menyorongkan kontolnya ke dekat vagina Yanti. Awalnya agak sulit, meski vagina
Yanti sudah basah tapi tetap saja kontol Adi susah untuk masuk. Yanti menjerit
tertahan ketika Adi sedikit memaksakan kontolnya. Adi segera menyergap mulut
Yanti dengan mulutnya, mereka berciuman dengan ganas sambil pelan-pelan Adi
kembali mendorong pantatnya.
Bles!!! Akhirnya
kontol Adi terbenam sempurna ke dalam vagina Yanti. Mereka diam sejenak,
meresapi rasa nikmat yang menjalari semua syaraf mereka. Adi mempermainkan
lidahnya di lidah Yanti. Yanti membalasnya dengan penuh nafsu. Perlahan-lahan
Adi mulai memompa kontolnya, dia benar-benar tahu bagaimana memperlakukan
wanita rupanya. Tak heran Yanti tidak butuh waktu lama untuk kembali merasakan
nikmat tak tertahankan. Dia mendesah, menggelinjang dan mencengkeram dengan
keras punggung Adi.
Adi makin bersemangat
memompa kontolnya, dia bertumpu pada kedua tangannya dengan dua kaki yang
terlipat. Sesekali dia menjatuhkan ciuman dan isapan ke toket Yanti. Yanti
makin menggila, pantatnya bergerak tidak karuan. Dia terbang makin tinggi,
makin tinggi hingga akhirnya…
“ Accchhh…sayanggghh,
aku keluarrr laghiiii…” Yanti mengejang, wajahnya tegang. Adi diam beberapa
detik, membiarkan Yanti menikmati sisa orgasmenya.
Ketika Yanti sudah
terlihat tenang, Adi kembali memompa kontolnya. Dia juga sudah dikuasai nafsu
yang membara. Makin lama pompaan Adi makin kuat, Yanti yang mulai lemas hanya
bisa mendesah. Adi terus memompa, terus dan terus. Keringat bercucuran dari
tubuhnya meski ruangan sudah didinginkan dengan AC.
“
Arrrghhhh….sayaaangggghhhh….” Adi berteriak dan menggeram tertahan. Tubuhnya
mengeras, tegang beberapa detik dan kemudian bergidik. Dia mencapai puncak. Di
dalam vagina Yanti kontolnya menyemburkan cairan kental yang hangat.
Adi menjatuhkan
tubuhnya dalam pelukan Yanti, membiarkan wanita itu memeluknya dengan mesra.
Sungguh sebuah puncak kenikmatan yang luar biasa yang membuat Adi seperti
melayang. Mereka berpelukan dalam keadaan bugil untuk beberapa saat. Kontol Adi
masih ada di dalam vagina Yanti, pelan-pelan mengecil.
“ Ah sayang, kamu
hebat…” Bisik yanti di kuping Adi. Adi mengangkat wajahnya, tersenyum dan
kemudian mencium lembut bibir Yanti.
“ Ibu yang hebat, saya
ndak nyangka”
“ Ah, kalau lagi
bercinta jangan panggil ibu dong. “ Yanti protes yang segera disambut dengan
tawa renyah dari Adi.
Mereka berpelukan
lagi, kali ini kontol Adi sudah berada di luar vagina Yanti.
Itu hanyalah awal.
Seperti sebuah kotak pandora. Percintaan di siang yang panas itu rupanya
membuka pintu-pintu lain untuk percintaan yang lain pula. Yanti seperti seekor
kuda binal yang baru saja dilepaskan di alam terbuka. Yanti menemukan mata air
kehidupan pada semangat seorang lelaki muda seperti Adi.
Satu percintaan
membuka pintu ke percintaan yang lain. Yanti tersenyum penuh arti dalam pelukan
Adi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar