Ini adalah karanganku yang ke tujuh
kalo gak salah, semula memang akan dibagi menjadi dua posting tapi aku pikir
malah kurang nyaman, jadi aku langsung lanjutin sampai tamat, selamat
menikmati….enjoy.
Aku mempunyai sahabat karib, kami
tumbuh bersama, kenakalan kecil, belajar mabuk, melamar pekerjaan, bahkan main
cewek pun kami berangkat bersama. Robert memang ganteng dan lumayan play boy.
Yang aku tahu pasti, dia termasuk hiper. Two in one selalu menjadi menu wajib
kalo kami mampir ke jl Mayjen Sungkono Surabaya. Dia juga mempunyai banyak
teman mahasiswi yang “siap pakai” dan lucunya dia sering menawari aku bercinta
dengan gadis mahasiswinya di depan hidungnya. Terkadang dia mengajak threesome.
Aku sih ok ok saja, why not…enak kok…dan lagi ketika itu aku cuma karyawan
swasta yang bergaji kecil ketika itu sedang Robert sudah memiliki usaha sendiri
yang cukup sukses.
Sayang sekali di umur 35, sahabatku
ini mengalami kecelakaan yang membuat dia terpaksa menggunakan kursi roda.
Padahal dia baru 2 tahun menikah dan dikaruniai satu anak laki laki yang lucu.
Peristiwa ini benar benar membanting
dirinya, untunglah Arini benar benar istri yang setia dan selalu memompakan
semangat hidup agar Robert tidak menyerah. Sebagai sahabat akupun tidak bosan
bosannya menghibur agar dia mau mencoba mengikuti terapi.
Seperti biasa di malam minggu aku
main kerumahnya, daripada ngluyur nggak karuan, maklum setua ini aku masih
bujang.
“ Ron..elo masih ingat jaman kita
gila dulu. Minimal gue selalu ambil dua cewek. Hahahaha dan mereka selalu ampun
ampun kalo gue ajak lembur.” Robert tersenyum senyum sendiri. Aku memahami
rupanya Robert terguncang karena kemampuan sex yang dibanggakan mendadak
tercerabut dari dirinya.
“ Ron, gue harus sampaikan sesuatu
ke elo, kenapa gue selalu bicara tentang sex ke elo. Hhhhhhhh….gue kesian sama
Arini….dia istri yang baik dan setia, tetapi gue tidak mungkin memaksa dia
untuk terus menerus mendampingi gue. Dia punya hak untuk bahagia. Dan
lagi….hhhh dan lagi….” Robert terdiam cukup lama.
“ Istriku masih muda, 25 tahun….gue
nggak ingin dia nanti menyeleweng. Lebih baik kami berpisah baik baik, dia bisa
mendapatkan suami yang lebih baik.” Matanya menerawang.
Tetapi Arini tetap bersikukuh tidak
mau. Baginya menikah cuma sekali dalam hidupnya. Tetapi gue kuatir Ron…gue
kuatir…karena…hhhhh karena….Arini nafsunya besar. Bisa kamu bayangkan betapa
tersiksanya dia. Kami dulu hampir setiap hari bercinta.
Robert terdiam lagi lama.
“Kemarin dia bicara, mas aku nggak
akan menyeleweng, karena cintaku sudah absolut. Kalo kamu memaksa untuk
berpisah, aku tidak bisa. Memang kalau bicara sex, sangat berat bagiku. Tapi
kita bisa mencoba pakai tangan kan mas. Mas bisa puasin pakai tangan mas, pake
lidah juga masih bisa….kita coba dulu mas…
Kami mencobanya tetapi karena
lumpuhku, jari dan lidahku tidak bisa maksimal, dan dia tidak mampu orgasme.
Sempat juga pakai dildo. Itupun juga gagal. Ini lebih disebabkan posisi tubuhku
yang tidak mendukung. Akhirnya aku mengatakan bahwa bagaimana kalau kamu mencoba
pakai cowok beneran. Kita bisa pakai gigolo, asal kamu bercinta di depanku
jangan di belakangku. Aku bilang bahwa ini hanya murni untuk menyenangkan
dirinya. Kamu tahu…istriku hanya menangis, dalam hatinya sebenarnya dia mungkin
mau tapi entahlah…”Robert sudah tidak berloe gue lagi….
Hhh…sebenarnya aku mau minta tolong
kamu…pertama kamu temanku, sudah seperti saudara sendiri, kamu belum menikah,
kamu sekarang juga sudah nggak segila dulu…mungkin udah berhenti ya ?….jadi aku
minta tolong…bener bener minta tolong..puaskan istriku…” Kata Robert, suranya
sedikit tercekat…
“ No..no..no no no no….nggak
Rob..aku nggak mau…maaf aku gak bisa bantu seperti itu, Arini wanita baik baik,
aku melihatnya seperti malaikat. Dan aku sungguh menghormatinya. Sorry aku
pulang dulu Rob…tolong pembicaraan ini jangan diteruskan.” Aku menghindar.
Arini adalah wanita sempurna,
cantik, hatinya lembut, setia ke suami, tidak neko neko, dan tubuhnya benar
benar sempurna. Robert benar benar sinting kalo aku diminta meniduri istrinya…
3 minggu kemudian, pagi pagi aku
mampir lagi ke rumahnya, aku pikir dia sudah tidak mau membicarakan itu lagi,
ternyata aku salah. Kali ini dia memintaku sambil memohon, bahkan matanya
berkaca kaca : “ Ron please, bantu aku, kamu tidak kasihan lihat istriku ? kami
sudah sepakat kalau kamu dan dia tidak perlu ML. Mungkin memuaskan dengan
tangan atau lidah ?
Aku sungguh tidak setuju dengan
rencananya, tapi melihat permintaannya hatiku trenyuh…: “Ok Rob, aku coba
bantu, tapi aku perlu bicara dulu dengan Arini….”
“Bicaralah dengannya, dia ada di
beranda belakang, bicaralah..”.Desak Robert.
Perlahan aku melangkah ke bagian
belakang rumahnya yang besar, aku lihat Arini sedang menyirami bunga anggrek,
sinar matahari pagi turut menyiram wajahnya yang lembut, kimononya yang
berwarna merah kontras sekali dengan kulitnya yang putih bersih,..sungguh
anggun… Mungkin Robert sudah memberi tahunya karena dia seperti menunggu
kedatanganku.
“ Hai Rin…mana si kecil Ardi ? masih
tidur ya ?” Tanyaku basa basi.
“Hai mas..iyaaa..Ardi masih
bobo…tumben datang pagi begini…udah sarapan belum ?”Arini tersenyum lembut.
Wajahnya hanya ber make up tipis, begitu sempurna
Mmmm. udah kok…uummm, aku bantu
potongin anggrek ?…dulu aku suka bantu ibuku merawat anggrek…aahhh ini
sepertinya kepanjangan Rin..coba deh dipotong lebih pendek lagi, supaya lebih
cepat berbunga.” Kataku sok serius.
“ Mas…aku sangat mencintai mas
Robert. Akupun tahu dia sungguh mencintaiku. Dia adalah suami yang pertama dan
terakhir….” Suaranya tercekat, wajahnya menunduk.Arini bicara langsung ke pokok
persoalan. Ini lebih baik, karena semakin lama disini aku semakin canggung.
“ Aku sungguh berharap, mas Ronny tidak
menganggapku wanita murahan. Mas Robert bilang bahwa kalau melihat aku bahagia
maka dia juga bahagia. Jadi nanti apa yang kita lakukan harus masih dalam
koridor saling menghormati ya mas…” Kini matanya berkaca kaca.
“ Rin aku ikuti apa maumu, kalau
nanti kamu minta berhenti , aku berhenti. No hurt feeling…jangan kuatir aku
tersinggung, Kamu adalah wanita yang paling aku hormati setelah ibuku. Aku… aku
akan memperlakukanmu dengan terhormat. “Bisikku.
Perlahan Arini menarik tanganku
menuju lantai 2, mungkin ini kamar tamu. Interior kamar sungguh nyaman, warna
warna soft mendominasi, mulai dari warna bedcover, bantal dan gorden
terkomposisi dengan baik, benar benar mendapat sentuhan wanita.
“ Ummmm.. bagaimana dengan Robert,
dia pernah bilang kalo harus sepengetahuan dia..”Tanyaku kuatir, aku tidak mau
dituduh mengkhianati sahabat sendiri.
“ Mas Robert nanti datang setelah
dia rasa kita ada hubungan chemistry yang lebih jauh. Aku juga keberatan kalo
mas menyentuhku di depan mas Robert terlalu terus terang. Aku tidak mau hatinya
sakit. Dan ditahap awal ini aku sungguh berharap kita tidak terlalu jauh.
Mungkin aku belum terlalu siap…dan
maaf kalo tiba tiba aku minta berhenti..mas ngerti kan perasaanku ? Arini
berkata dengan wajah menunduk. Tangannya terlihat gemetar ketika perlahan lahan
membuka bedcover. Aku hanya mengangguk tanpa bicara…
Lalu Arini berjalan menuju meja
rias, membelakangiku, perlahan dilepas cincin kawin dijarinya, “aku tidak bisa
bercinta dengan orang lain dengan tetap memakai cincin ini…” katanya berbisik.
“ Maafkan aku Rin…aku akan meperlakukan kamu dengan baik..” bisikku dalam hati.
Perlahan dia berbalik menghadapku
sambil membuka gaunnya, ternyata dibalik kimononya, Rini hanya memakai lingerie
warna pink, G string plus stocking putih berenda. “ Aku tidak mau sembarangan
untuk memulainya. Ini aku pakai juga untuk menghormati mas Ronny” Arini
berjalan perlahan ke arahku. AKu hanya bisa menahan nafas, dadaku sesak
bergemuruh, rasanya sulit untuk bernafas, rasanya aku tidak akan bisa
menyentuhnya, dia terlalu indah, Arini terlalu indah untukku….kakiku lemas.
Dengan perlahan Arini membuka
kancing bajuku, sedikit mengelus dadaku yang berbulu, wajahnya masih menunduk,
tanganku menyentuh rambutnya lembut kemudian aku cium perlahan keningnya..
Dengan bertelanjang dada tanpa melepas celana panjangku, kutuntun Arini
ketempat tidur. Aku peluk lembut, aku ciumi keningnya berulang kali. Turun ke
pelipis, lama aku cium di situ. Aku harus membuatnya rileks….
Matanya yang indah tampak berkaca
kaca. Hembusan nafasnya masih memburu bergetar.
Aku mengerti Arini masih belum siap…
Aku bisikkan kata kata lembut
ketelinganya :” Rin…kamu santai saja, aku nggak akan menyentuh yang nggak
semestinya kok. Jangan kuatir, kita tidak terlalu jauh, ini hanya semacam
perkenalan saja…ok ? “ Arini mengangguk sambil memejamkan matanya mencoba
menghayati.
Kemudian bibirku menyentuh pipinya,
harum Kenzo di lehernya, menuntunku ke arah sana. Lehernya sungguh indah,
bibirku menyelusuri leher jenjangnya sambil sekilas menciumi belakang
telinganya.
“ Ahhhhhh….. mas..ahhhh” Nafasnya
dihembuskan panjang, rupanya tadi dia terlalu tegang. Aku tetap mencium tidak
beranjak dari sekitaran pipi, kening, leher dan telinga. Sengaja tidak kucium
bibirnya, takut membuat moodnya jadi hilang. Tetapi ternyata Arini sendiri yang
mencari bibirku, dan mencium lembut perlahan. Badanku merasa meremang.
Kemudian kami berpandangan dekat,
matanya lekat menghunjam mataku, seperti mencari kepercayaan disitu. Ini adalah
titik kritis, berhenti atau lanjut…
Perlahan Arini memejamkan matanya,
bibirnya sedikit terbuka, aku mengerti kalau ini semua bisa berlanjut lebih
jauh. Kucium lama dan lembut bibirnya yang indah itu.
Perlahan bibirku turun ke leher
sedikit ke bawah. Turun …turun ke belahan dadanya yang ranum. Wanginya sungguh
memabukkan. Arini hanya melenguh pelan “ ehhhhh..mas..”.
Tanganku mulai mengelus pahanya…aku
gosok perlahan, tanganku berhenti ketika jemari Arini menyentuh tanganku. Ahh
mungkin aku terlalu jauh..ternyata jemari Arini menggosok permukaan lenganku.
Kulanjutkan lagi gosokan tanganku ke pangkal pahanya.
Kusentuh missVnya yang hangat. Aku
tidak membuat gerakan yang tiba tiba, semua harus mengalir lembut. Cukup lama
jemariku menyentuh bulu bulunya. Bibirnya terasa dingin, Arini sudah mulai
terangsang…sambil masih mencium lembut bibirnya, jemariku mulai menyentuh
klitorisnya, begitu tersentuh, Arini langsung merintih nafasnya memburu :
Mas…uffff..mas..fiiuhhh…” Cepat sekali vaginanya basah. Aku memahami, mungkin
sudah satu tahun Arini tidak disentuh Robert.
Bibirku perlahan mulai mencium dari
belahan dada menuju bukit indahnya. Belum pernah kulihat payudara seranum ini.
Lidahku menari nari diujung putingnya yang merah muda. Aku sentuh dengan ujung
lidah kemudian sedikit aku sedot lalu aku lepas lagi, begitu berulang ulang.
Nikmat sekali. Aku lirik wajah Arini merah padam, nafasnya tersengal sengal “
geliii…aaahhhh…geliii mas….jangan lama lama…geli…aduuuuhhh.”
Sengaja aku teruskan jilatanku,
dengan sedikit mengeluarkan erangan, agar Arini mengerti kalo aku sendiri juga
super terangsang. Eranganku dengan erangannya kini bersahut sahutan. Kepala
Arini bolak balik terbangun mungkin karena dia tidak tahan dengan gelinya.
Jemariku bertambah cepat menggosok klitorisnya. Tiba tiba jemari Arini meremas
rambutku dan kedua tangannyapun menekan kepalaku, sehingga aku sulit bernafas
karena terbenam di buah dadanya. Pinggul Arini terangkat tinggi sambil merintih
panjang…: “masssssss…ahhhhh” Arini Orgasme….
Pinggul kembali terhempas ke tempat
tidur yang langsung terayun ayun, badannya melemas, tangannya lunglai ke bawah,
sambil berkali kali menelan ludahnya Arini mulai menangis memalingkan
wajahnya….
Aku ciumi lembut kepalanya, kucium
air matanya di pipi, kemudian kucium tipis bibirnya.
Perlahan kepalaku turun ke leher,
dada, perut, pusar dan berhenti di bulu bulu kemaluannya. Lidahku mulai menari
di klitorisnya yang super basah. Arini hanya terdiam.
Aku masih sibuk menjilati vaginanya
yang wangi. Arini mulai recovery lagi…jemari lentiknya meremas rambutku.
Dagunya terangkat ke atas, nafasnya terputus putus memburu. Perlahan kuturunkan
celanaku….bibirku kembali ke atas, mencium pusarnya, mengecup putingnya
kemudian menyentuh bibirnya. Mataku beradu dengan matanya. Pandangan mataku
bertanya, haruskah kuteruskan…. Arini mengerti kalau batangku menempel
kemaluannya. Perlahan kakinya melingkar ke pahaku..mata kami tetap
berpandangan. Ku gesekkan batangku perlahan lahan, Arini sedikit merintih,
bibirnya terbuka..
Kepala batangku mulai menekan,
menekan…sedikit masuk, masuk lagi perlahan, lalu kaki Arini menekan pinggulku
sehingga batangku lebih dalam masuk. Masuk seluruhnya..badanku meremang, batangku
terasa hangat. Mata kami masih beradu pandang…tiba tiba disudut matanya muncul
air bening yang mengalir perlahan ke pipinya. Arini kembali menangis…
Kembali aku cium lembut bibirnya.
Pinggulku tidak langsung aku gerakkan, agar dia merasa nyaman dulu dengan
batangku didalam. Lalu Perlahan aku mulai gerakkan pinggulku sedikit demi
sedikit, pelan pelan…Arini merintih : Mas…” Gerakan lebih kupercepat…aku
rasakan batangku masuk sepenuhnya kedalam vaginanya, Tempat tidur mulai
berguncang, bunyi geritan besi tempat tidur mulai keras terdengar.
Tiba tiba Arini memelukku erat,
bibirnya mendekat ke telingaku dan berbisik : ”kok besar sekali mas….terima
kasih…nikmat sekali mas…ooohhh nikmat..” Arini kini lebih agresif menciumku,
lidahnya mulai berani masuk ke mulutku. Tubuh kami berguling, kini dia
diatasku. Otomatis batangku lebih menghunjam ke dalam, posisi ini favoritku
karena aku bisa sepenuhnya melihat kecantikannya, melihat lekuk tubuhnya,
meremas dadanya dan pinggulnya lebih leluasa.
Gerakan tubuh Arini mulai liar,
wajahnya tengadah keatas dengan mata terpejam. Gerakannya malah lebih cepat
dari gerakanku. Tubuhnya mulai menggigil dipenuhi peluh yang mengucur deras di
sela belahan buah dadanya, pemandangan ini membuat tubuhnya tampak sensual,
kujilati semua peluhnya dengan nikmat. Arini mendekati puncak….sementara aku
susah payah bertahan agar tidak ejakulasi.
” aaaaa…..aaaaaaahhhh.. aahh !” Dia
mulai tidak malu mengeluarkan rintihan dan erangan suaranya lebih keras, tiba
tiba tubuhnya menghentak keras, lenguhannya memanjang kemudian tubuhnya lunglai
ambruk di tubuhku. Segera kupeluk erat dan kucium lembut keningnya. Aku
lega….senang bisa memuaskannya..
” Terima kasih mas….terima kasih…aku
belum pernah merasa nikmat seperti ini, dua kali orgasme…”Bisik Arini. ”Aku
bisa teruskan kalo kamu mau Rin….Bisikku sambil menciumi pelipisnya.
”Terima kasih…may be next
time…sekarang giliran mas Ronny…mas belum puas kan.?
Aku tersenyum dan kugelengkan
kepalaku : ” No…tidak perlu…itu tidak penting. Kamu bisa menikmati itu lebih
penting. Kalau aku turut mencari kepuasan artinya aku tidak menghargai kamu.
Semua ini untuk kamu Rin…hanya untuk kamu” Dalam hati kumaki maki diriku,
mengapa aku sok suci. Tetapi tak bisa kumaafkan diriku kalau aku ikut menikmati
kesempatan emas ini, Arini bersedia bercinta denganku artinya dia sudah
menghempaskan semua harga dirinya dihadapanku. Aku menghargai dan
menghormatinya.
”Mas…kamu baik sekali…sungguh kamu
baiiiikk sekali.” Rini memelukku erat lama sekali sampai aku terengah engah
karena kepalaku terbenam di belahan payudaranya. Sebenarnya aku ingin
meneruskan dengan melumat dan mengigit gigit putingnya, tapi aku tidak mau
merusak suasana.
”Mengapa robert tidak kemari,
bukankah dia minta kita bercinta di depannya. Aku tidak mau dikatakan mengkhianati
teman…”
”Mas Robert mungkin sudah melihat
kita dari tadi, dia ada di ruangan dibalik kaca meja rias, itu kaca tembus
pandang mas, ” Arini menjelaskan ketika melihat mataku memandang pintu.
”uummm mas gak bersih bersih badan ?
aku bantu di kamar mandi yuk…“ sambil menarik tanganku.
Kami saling menggosok badan, aku
remas lembut buah dadanya dari belakang dan mencium lembut punggungnya. Arini
kembali merintih..tubuhnya berbalik kemudian melumat bibirku, benar benar
agresif, tiba tiba Arini jongkok dan cepat menggenggam batangku sedetik
kemudian mulutnya mengulum milikku yang makin mengeras penuh. Aku benar benar
tidak menduga Arini melakukan itu. Tindakannya membuat kakiku lumpuh. ” Jangan
Rin…jangan Rin…nanti aku keluar ahhh…Rin..sudah..please…” Rintihku.
Arini segera berdiri lagi lalu
berbalik menghadap shower dinding. Aku mengerti dia ingin aku masuk dari
belakang. Dengan guyuran air hangat, aku masukkan batangku cepat, aku sudah
tidak tahan, nafsuku sudah memuncak, Arini pun mengerakkan tubuhnya mengimbangi
tubuhku. ” Aaahhh mas…aku …aku…ahhh.aku….” Tubuhnya kembali menggeliat dan
mengejang, jemarinya kuat meremas tangkai shower, sementara aku benar benar
tidak dapat menguasai diriku. Spermaku yang tertahan dari tadi akhirnya mau tak
mau menyembur keluar, masuk jauh ke relung vaginanya…” Sh(bip)t mengapa aku
tidak bisa menahannya ? Arini kembali jongkok dan kini membersihkan lelehan
spremaku dengan lidahnya. Aduh aku merasa geli sekali. Dia kocok kocok lagi
agar semua spermaku keluar. Kemudian mengakhirinya dengan sedotan panjang
diujung batangku.
Ahhh Arini..kenapa aku harus
ejakulasi…
Selesai berbersih diri dan memakai
baju, kami keluar kamar. Rupanya Robert sudah menunggu di depan TV, dia
tersenyum dari kejauhan. Ake merasa jengah, merasa tidak enak. Sementara Arini
menunduk dan berjalan ragu ke sebelah suaminya.
Dari kursi rodanya, Robert memeluk
pinggang istrinya : ”terima kasih Ron, kamu sahabat yang baik. Aku sudah
melihat percintaan kalian tadi. Aku berharap kamu tidak keberatan untuk
meneruskan nanti.”
Aku hanya mengangguk pelan. Bisakah
aku hanya bertahan murni bercinta tanpa melibatkan perasaan ? Aku tidak yakin
dengan diriku. Aku tidak yakin nanti tidak jatuh cinta kepada Arini…dan aku
yakin Arinipun mempunyai perasaan yang sama. Sorot matanya ketika bercinta tadi
menunjukkan itu.
Setelah kejadian itu,aku selalu mendambakan
agar dapat berlanjut hubunganku dengan arini,akhirnya memang jadi kenyataan
Arini selalu memintaku untuk menuntaskan hasrat birahinya di kala kesempatan
itu ada,tanpa sepengetahuan Robert.Nafsu birahi Arini memang sangat besar,di
setiap ada kesempatan dia selalu ingin bercinta denganku sampai tuntas
birahinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar