Selasa, 05 Mei 2015

Shinta Isteri Temanku

Dewo menatap nanar layar komputer di mejanya di ruangan pribadi kantornya. Kantor ini terletak di lantai 15 dengan lebih dari 70-an orang
di dalam ruangan yang terpisah hanya oleh sekat-sekat fiber, sepintas
mirip kandang-kandang ayam petelur. Dewo tidak dalam daftar orang-
orang yg 'dikandangkan'. Ia mempunyai ruang sendiri. Sungguh ia bersyukur untuk itu.

Lama ia termenung. Tangan kanannya memegang surat dari atasannya
tentang persetujuan cuti selama 4 harinya. Ia terlalu gembira hingga
ia lupa tentang sesuatu yang harus dikerjakannya di depan komputer
ini.
"apa ya? semua tugas sudah kukerjakan untuk pekerjaan dua minggu ke
depan, semua klien juga telah mengetahui kepergianku dan mereka tak
menyoalnya," katanya dalam hati sambil menepuk-nepukkan kertas itu ke
dahinya.
Tiba-tiba pintu ruangannya diketuk dan seketarisnya masuk sambil
tersenyum manis. "Pak, ada pesan dari klien kita tentang pengunduran
waktu pertemuan, saya buat jadwal ulang sekarang atau nanti setelah
bapak kembali?"
Dewo menjawab sambil melempar kertasnya ke meja. Kertas itu melayang
jauh dan mendarat di samping sepatu seketarisnya, yang dengan sigap
mengembalikan ke mejanya.
Sekilas Dewo menatap kaki dan paha seketarisnya. "Ahh Yaa, itu dia,
aku melupakan bagian terpenting dari waktu cutiku. Aku akan melakukan
eksperimen sex!!" bathinnya.
Seketarisnya menanyakan kalau ada hal lain yg diperlukan. Dewo mengge-
leng sambil tersenyum. Dewo terus menatap bagian belakang tubuh seke-
tarisnya sampai menghilang .
"Sial. Dengan rok sependek dan tubuh seindah itu seharusnya ia bekerja
di klab malam, atau mungkin orang-orang bagian personalia yg merekrut
seketarisnya itu kelebihan hormon sex."
Tapi yang lebih menyenangkan Dewo adalah ia teringat bahwa ia akan
membuat pengalaman seks yang belum pernah ia lakukan untuk mengisi
waktu cutinya.

Dewo selalu memperhitungkan keselamatan karirnya. Ia sangat bangga
dengan jabatan dan reputasi dan kesuksesan yg ia capai selama ini,
untuk pria berusia 34 tahun, belum menikah, mobil keluaran Eropa tahun
terakhir dan rumah sedang di perumahan mewah, ia berhak bahagia.

Lamunannya terhenti sejenak oleh dering telpon genggamnya. Ditatap
sejenak layar telpon sebelum menjawab. Ada nama salah seorang te-
mannya, "hallo Anton, ada apa?"
"oh maaf Wo, ini Sinta, mau nanya kamu, apa suamiku tadi telpon kamu?
soalnya laptopnya ketinggalan nih, aku sudah telpon kantornya tapi
seketarisnya bilang kalau Anton sedang tugas lapangan, aku mau titip
pesan kalau Anton telpon,laptopnya ada di rumah," suara renyah mengalir.
Sinta adalah istri Anton, tetangga Dewo. Anton bekerja di gedung sebelah
kantornya di bagian konstruksi.
"Belum tuh Sin, tapi ok-lah nanti kalau dia hubungi aku akan kusampai-
kan," kata Dewo sedikit kesal, "sejak kapan aku dipindahkan kerja di
bagian barang hilang??" gerutunya dalam hati.
Setelah percakapan ringan selesai ia kembali ke kertasnya. Sejenak ia
tercenung. "Hey.. Shinta istri Anton. Ha-ha aku belum pernah bercinta
dengan wanita bersuami!" Dadanya berdebar keras. Diambilnya kamera
digitalnya. "Semoga ada foto Shinta dan Anton di pesta tahun baru kema-
rin," harapnya. Setelah beberapa kali menekan tombol ia bersorak
pelan. "Yap! ini dia. Shinta, 25 tahun, tinggi sekitar 164 berat 49,
berkulit putih dan ukuran branya... hmm sial, aku tidak bisa mengira-
ira ukuran dadanya," katanya sambil memicingkan matanya. "Tapi ini
cukup!! aku akan pulang sekarang. Lebih tenang di rumah memikirkan
kemungkinan yg akan terjadi!!" serunya sambil membuka bungkus permen,
melempar dan menangkapnya dengan mulutnya.

Sialnya, permen itu tidak berhenti di mulutnya tapi terus meluncur ke
dalam rongga mulutnya dan berhenti di tenggorokannya.
"aahh, oooh .." katanya sambil menepuk-nepuk dadanya.
"sial, tolol sekali," tapi suara yg keluar dari mulutnya hanya desis
desis lirih. "Setan !! suaraku serak !!!"
Ditepuknya lagi dadanya dgn keras dan permen keparat itu meluncur
keluar meninggalkan tenggorokannya.
Dewo menarik nafas lega. "Test, test, satu dua.." suaranya tetap lirih
dan serak.
Dewo tidak memerdulikan hal itu. Yang ia butuhkan sekarang adalah
pulang sebelum jam kantor berakhir. Dengan sigap dikemasinya barang-
barangnya ke dalam tasnya, lalu dengan tergesa ia membuka pintu yang
terbuka saat ia akan meraih handelnya. Dan wajah atasannya menyembul
di baliknya.

"Hey Wo, sudah mau pulang? Oke, nikmati cutimu asal jangan sampai
lupa masuk kantor ya?" katanya sambil menepuk-nepuk bahu Dewo. "O ya,
bapak minta tolong sekali lagi, sembari kamu kebawah, tolong temui
klien kita pak Hadi dan beritahu kalau saya tunggu di ruangan saya dan
tamu saya di sana hanya rekan dari biro pemerintah yg akan membantu
menyelesaikan pekerjaan kita yg lain, jadi beliau jangan sungkan-
sungkan masuk. Kamu mengerti??"

Dewo mengangguk angguk. "Ya, Pak Hadi ditunggu di ruangan bapak dan
supaya langsung masuk meskipun ada tamu, karena itu rekan bapak dari
biro pemerintah," kata Dewo berbisik. "Lho kamu kenapa berbisik??"
kata atasannya menyelidik, "Ini pak.. sakit" kata Dewo sambil menunjuk
tenggorokannya.
"Ah, ya sudah sampai ketemu dan selamat istirahat," Dewo mengangguk
dan setengah berlari ke Lift yg membawanya turun.

Di bawah ia bertemu dengan pak Hadi dan seketarisnya yang menyalami-
nya, lalu Dewo berkata, "Pak, ditunggu bapak, di ruangan ada orang
dari biro pemerintahan, jadi bapak langsung masuk saja," suaranya
tetap terdengar aneh dan berbisik.
Pak Hadi sedikit terkejut dan menjawab dgn berbisik juga. "OK, saya
mengerti..." katanya sambil menggerutu dan mengeluarkan buku cek dan
memberikan ke sektarisnya. "Ini cek nanti sampaikan ke pegawai negri
itu."

Dewo meninggalkan pak Hadi dengan terheran-heran. "Aku berbisik bukan
untuk menganjurkan pak Hadi menyogok pegawai negeri itu, dan lagi apa
urusannya pak Hadi dgn pegawai negeri itu??" kekehnya. "what the hell"
cuma ada satu tujuan: Aku harus pulang.

Di mobil pikirannya untuk menggoda Shinta membuatnya sangat bergairah.
Petualangan kali ini benar-benar beresiko dan mengasyikkan.
"Shinta.. huh wanita ini sangat menggairahkan. Anton benar-benar berun-
tung, mengapa selama ini aku tidak pernah menghayalkannya?" sesalnya.
Tapi Dewo menyadari bahwa sebenarnya bukan hanya Shinta yg membuatnya
bergairah, tetapi status Shinta sebagai istri orang dan bayangan
petualangan baru yg akan dialaminya yg membuatnya sangat bergairah. Ia
menyetir mobilnya dengan tergesa, dirasakan dirinya sedikit terang-
sang.
"Dengan apa aku bisa membuat fantasiku jadi kenyataan ya?" Ia teringat
dengan obat perangsang yg dibelinya ketika tugas keluar negeri. "Ah
itu bullshit. Biar 8 lusin obat seperti itu, nggak bakal membuat
seorang wanita terangsang, malah susah tidur," gerutunya. "Tapi
hmmm... nggak juga kalau ke aku sendiri."
Teringat ia terakhir memakai obat itu untuk dirinya sendiri. Ia ber-
harap untuk tidak tidur selama perjalanan memancing ke laut. Dan ha-
silnya, Dewo bukan saja tidak tertidur, ia bahkan ereksi berat selama
sehari penuh. Terbayang lagi pengalamannya memancing ikan sambil
ereksi itu sangat menyiksanya. "Hiihhh" desisnya sambil bergidik.
"Bagaimana ya? ah nanti aja dipikirkan."


Ketika memarkir mobil di pekarangan rumahnya, Dewo sempat melirik ke
rumah tetangganya sejenak. "Istri Anton itu masih di rumah tidak ya?"
pikirnya sambil menekan nomor telpon rumah Anton.
"Hallo...?!" suara lembut menyapa, ditutupnya segera ponselnya sambil
tersenyum. "Lebih baik aku ke rumahnya untuk melihat seberapa besar
kemungkinan yg bisa kudapat," pikir Dewo riang. "Aku harus punya
alasan yang bagus," dan Dewo cuma butuh 4 detik untuk membuat suatu
alasan yg masuk akal.

Diketuknya kaca rumah tetangganya itu,
"yaaa, tunggu sebentar.." sahut seseorang dari dalam.
"Eh, Dewo ??! ada apa???" kata Shinta cemas.
"Sori Shinta, punya obat pereda sakit kepala nggak??" kata Dewo lirih.
Shinta tersenyum lega, ia pikir Dewo membawa berita buruk tentang
suaminya. "Adaa.. kupikir Anton ada apa-apa Wo, masuk deh," kata Shinta
sambil berbalik berjalan ke dalam ruangan. "Eh, Wo, pintunya tolong
ditutup lagi ya?"
Ada senyawa kimia di badan Dewo yang langsung bereaksi demi mendengar
perintah Shinta. "Hmmm sepertinya ada signal bagus. Buat apa ia minta
tutup pintu kalau nggak mengharapkan sesuatu akan terjadi???"
dijulurkannya sebentar kepalanya keluar untuk melihat keadaan seke-
liling, =aman=

Dewo memburu Shinta ke dalam ruangan. Didapatinya Shinta di ruang
tengah sedang membungkuk mencari sesuatu di laci.
Dewo mencari tempat untuk duduk. Sambil mengusap kepalanya ia terus
memperhatikan tubuh Shinta dari belakang. "Pinggulnya bagus, berisi,
rok katun itu melekat ketat di pinggulnya. Dan paha itu putih
bersih.." Dewo mulai terangsang oleh fantasinya sendiri. Berdua dalam
satu ruangan dengan tujuan yg ia buat sendiri, itu membuatnya benar
benar terangsang sekarang.
"Shin... Anton pulang jam berapa?" kata Dewo dengan menjaga tekanan
suaranya agar tetap lirih. Shinta menegok sebentar ke belakang, lalu
sambil terus meneruskan pencariannya. "Heh.. tepatnya hari apa, soal-
nya Anton tadi telpon bahwa ia harus terbang ke Medan hari ini juga. Anton
selalu begitu deh Wo.."

Dewo hampir berteriak kegirangan. "Astagaaa.. nasibku sedang dimanja
dewi keberuntungan hari ini..." Dewo memejamkan matanya sambil menun-
dukan kepala menahan rasa gembiranya yang amat sangat.

"Sakit sekali ya?" kata Shinta yang tiba-tiba sudah berada di de-
pannya. Dewo sedikit terkejut. "Iya.." sahutnya lirih.
"Tck.. kamu harus ke dokter, sementara nih obatnya. Aku ambilkan air
dulu ya?" kata Shinta sambil menyentuh dahi Dewo.
Jantung Dewo berdetak dua kali lebih cepat ketika ia merasakan tangan
Shinta menyentuh dahinya. Matanya menatap ke depan, kepalanya sejajar
dengan dada Shinta yang mengenakan baju lengan pendek berwarna biru
muda. Dewo merasa darahnya mengalir deras mengisi ruang di kema-
luannya. Akal sehatnya mulai melayang ke atas menembus atap menyebe-
rang jalan dan duduk di sana dan memaki badan tolol di dalam rumah
yang sedang dirasuk birahi.
Dewo mengangkat kedua tangan menyentuh lengan Shinta dan meraba seben-
tar menunggu reaksi.
Shinta merasa sangat kaget. Ia melangkah mundur satu kaki ke belakang
dan berpikir, "Eh.. tangan Dewo tadi sengaja nggak ya? atau aku yang
ke ge-er an," pikir Shinta cepat. Tak urung hal itu agak membuatnya
sedikit rikuh.
Dewo menurunkan tanganya dengan segera tapi ia tak berkata apa-apa,
mengesankan bahwa tindakannya tadi tak bermaksud dan sama sekali tak
berarti sama sekali.

Shinta membalikkan badannya dan melangkah ke arah dapur. "Hm, tak
mungkin Dewo bermaksud macam-macam kepadaku. Tapi bagaimana kalau aku
goda dia ya?? pengen liat reaksinya. Ha-ha, sakit kepalanya bakal naik
dua derajat dari semula," pikir Shinta lagi sambil membawa segelas
air. "Wo ini airnya. Obatnya diminum sekarang aja," kata Shinta.
Sejenak ia tertegun. Dewo sedang menatap sesuatu di depan komputernya.
"Aduh! aku lupa mematikan pc-ku" bathin Shinta panik.
"Kamu lagi online ya? tuh modemnya jalan, terus ini gambar gile bener
cowoknya.." belum sempat Dewo menyelesaikan ucapannya, Shinta menero-
bos ke depan layarnya sehingga Dewo termundur beberapa senti. "ah,
sori itu tadi kebetulan dapet site yg begitu, abis iseng nih" kata
Shinta sambil berusaha menutup browsernya. "Eh Shin, jangan ditutup
dulu. Aku mau nyari resep masakan buat nanti malam," kata Dewo sambil
bergerak mendekat.
Shinta meminggirkan kursi di depan meja komputernya kesamping sambil
berkata, "oh, itu?? aku punya situs bagus untuk resep masakan." Sambil
membuka kembali browsernya dan mengetikkan sesuatu. Dewo pura-pura
tertarik sambil menundukan kepalanya sehingga kepala mereka berdua
sangat dekat. Diliriknya Shinta yang sedang asyik mencari-cari resep
masakan di sebuah situs.
"Uh.. saatnya untuk sedikit beraksi Wo!" kata Dewo dalam hati, lalu
ia berdiri di belakang Shinta. Perlahan lahan ia mendekati Shinta
sampai kemaluannya menyentuh pantat Shinta.
Shinta sedikit terkejut. "Hey, dia sengaja nggak ya?" pikirnya ragu.
Sambil terus membungkuk Shinta berpura-pura terus sibuk. Tapi sekarang
ia menggerakkan pinggulnya pelan ke belakang sehingga menempel ketat
dengan tubuh Dewo di belakang.
Dewo mencoba mengatur nafasnya supaya tidak terdengar memburu. "Lho??
dia tau nggak sih??" pikirnya sesak.
Shinta merasakan ada sesuatu yang keras menempel di pantatnya. "Ha-ha
sepertinya Dewo sedang terangsang. Satu sentuhan lagi lalu kuminta dia
pulang.." bathin Shinta riang. Lalu ia seperti membaca sesuatu di
layar sambil menggerak-gerakan pantatnya ke kanan dan ke kiri perla-
han.

Dewo benar-benar menikmati keadaan itu. "Oh ternyata nggak sesulit
yang kukira, sebentar lagi kami pasti akan bercinta," pikirnya sambil
meletakkan tangannya di pinggul Shinta.
"Ok Wo ini sudah aku printkan, kamu tinggal belanja bahan-bahan saja,
ok? kamu kalo keluar nanti tutup kembali ya pintunya aku mau kirim
email buat sepupuku dulu di sini," kata Shinta sambil berbalik dan
menyodorkan selembar kertas.

"Aa-a? dia menyuruhku pulang? jadi tadi itu cuma khayalan saja??" kata
Dewo sambil mengambil kertas dari hadapannya. Ia berjalan keluar
dengan pelan berharap Shinta memanggilnya lagi, ternyata tidak!
"He-he berani taruhan, pasti Dewo menyesal kalau pernah meminta obat
ke sini," bathin Shinta sambil tersenyum lalu ia mulai mengetik surat.
Tiba-tiba ia merasa tubuhnya tertarik ke belakang. Lalu tubuhnya ter-
angkat dalam pelukan sesorang. Shinta mencoba melihat wajah seseorang
yang mengangkatnya
"hey WO! ada-apaa?? eh turunin aku dong ..Dewo!! ini nggak lucu ya?!"
kata Shinta.
"Shinta, sori ya.. aku nggak bisa tahan. Kamu harus nurut, ok? Aku
nggak pengen kamu luka," kata Dewo dingin sambil membuang tubuh Shinta
di sofa. Shinta menggigil ketakutan. "Dewo, kamu mau apa?? jangan ya??
Wo.." pinta Shinta menghiba ketika ia melihat Dewo membuka celana
panjangnya.
Dewo sudah tak peduli lagi. "Dengar Shinta, kalau kamu terus bicara
aku bakal..." Plak! Dewo merasa pipinya panas. Mendadak birahinya
berubah menjadi amarah. Dicengkeramnya baju Shinta lalu dengan sekuat
tenaga dibukanya dengan paksa sehingga kancing baju itu jatuh berderai
kelantai. Shinta mulai terisak. Ia ingin teriak tapi tak kuasa menge-
luarkan suara. Ia didera ketakutan yang amat sangat yang belum pernah
ia alami seumur hidupnya.
Dewo menatap payudara yang terbungkus bra warna krem. "Hoho ternyata
34B. Bagus. Tidak terlalu besar dan akhirnya aku mengetahuinya walau-
pun dengan cara begini." bathin Dewo sambil mengangkat bra itu ke
atas. Kedua kakinya menahan tubuh Shinta bagian bawah sementara tangan
nya memegang kedua tangan Shinta. Ia mulai menjilati payudara itu.
Lidahnya bergerak cepat membuat lingkaran yang mengecil di puting
Shinta, Lalu ia menyedotnya keras. Shinta mencoba untuk mengontrol
dirinya sehingga ia punya tenaga untuk berteriak. Dibiarkannya Dewo
menyedot nyedot putingnya. Ia berusaha memblok gairah yang mendadak
muncul di dirinya.
Dewo benar benar merasa sangat bergairah. Kemaluannya menegang keras.
"Aku harus membuatnya terangsang supaya aku tidak terlalu kesulitan
memasuki dirinya," katanya sambil terus mengulum puting Shinta. Lalu
bibirnya pindah ke leher. Dengan jilatan-jilatan kecil yg dibuatnya ia
bergerak ke arah telinga dan bagian dalam telinga Shinta. Hal itu mem-
buat Shinta melenguh pelan lalu dengan cepat menutup mulut lagi.
Dewo mendengar lenguhan itu dan itu menambah semangatnya Dijilatinya
lengan Shinta bagian dalam. Shinta meronta kegelian.
"Ah ini akan memakan waktu .." kata Dewo. Ia melepaskan pegangan
tangannya dari tangan Shinta lalu berbalik ke bawah. Kakinya menekan
lengan Shinta sementara tangannya memegang kedua kaki Shinta.
Shinta melihat ke atas. "Ahh.. mengapa tubuhku jadi lemas begini,"
pikirnya sambil terisak.
Dewo membuka rok shinta ke atas. Dilihatnya paha putih bersih di hada-
pannya yang langsung ia terkam dengan mulutnya. "Aah harum sekali
tubuh ini," dijilatinya sampai pangkal paha, kedua paha itu hanya
meronta-ronta pelan tertahan oleh kedua tangan kekar Dewo yang sangat
menikmati aroma di pangkal paha Shinta. Dewo menggigit pelan pangkal
paha itu sambil terus menjilatinya bergantian kiri dan kanan.
Shinta terus mencoba menahan reaksi balik dari dalam dirinya. Ia mene-
gangkan kedua pahanya tapi yang terjadi malah ia merenggangkan paha-
nya. Dewo menangkap itu sebagai isyarat penerimaan. Lalu di turunkan
cd Shinta ke bawah lalu dengan rakus, sebelum dibenamkan mulutnya di
sana, dirabanya sejenak, "hm sudah lembab," pikirnya sambil tersenyum.
Dewo tidak bisa melihat Vagina Shinta dengan jelas tapi ia tak memer-
dulikannya. Lidahnya menerobos ke dalam dengan cepat dijilatinya
seluruh dinding vagina Shinta. Ditahannya kedua paha Shinta dengan
sikunya, lalu jarinya membuka vagina itu, sementara jari lainnya
mencari klitoris. Dipindahkan lidahnya ke pangkal paha Shinta lagi
sambil memijat pelan klitoris Shinta dengan ibu jari dan jarinya. Dewo
merasa sangat tidak leluasa, ia mengangkat kepalanya dan menoleh
kebelakang. "Shinta aku cuma minta kamu jangan berteriak ok? aku mau
berdiri sekarang.. kalau kamu mencoba teriak aku bakal menyakiti kamu
lebih dari yang kamu bayangkan, ngerti kamu?!!" kata Dewo sambil
mengguncang tubuh Shinta pelan. Shinta tak menjawab, ia hanya terisak
dan melempar pandangannya ke samping. Dewo tersenyum berdiri dan
berlutut di bawah. Ditariknya kedua kaki Shinta, lalu dibukanya lagi
vagina Shinta. Kali ini ia dapat melihat vagina itu dengan jelas.
Dijilatinya pelan semakin lama semakin cepat kearah klitoris.

Shinta terisak lagi, kali ini ia sendiri tak yakin itu refleksi kese-
dihan atau gairahnya.
Shinta terguncang hebat tubuhnya menggigil setiap kali lidah Dewo
menyentuh klitorisnya, ia merasa masih bisa menahan dirinya, tapi
gerakan lidah Dewo di klitorisnya membuatnya menahan beban yang sangat
berat, dengan satu helaan nafas panjang ia memejamkan matanya dan
membiarkan dirinya terbawa.
Shinta mulai merasa ada sesuatu yang berasal dari otot vaginanya yang
berdenyut seirama detak jantungnya, makin lama perasaan itu makin kuat
menjalari otot di pangkal paha dan pahanya, tiba tiba ia merasa pera-
saan nikmat menjalar cepat dari vaginanya, setiap gerakan lidah Dewo
yang berirama tetap di klitorisnya menumpukkan perasaan nikmat yang
semakin membesar lalu pandangannya mengabur sejenak,nikmat itu berja-
lan cepat dari vagina menyebar keseluruh tubuhnya, ke otot didaerah
pantatnya, menyelusuri otot belakang tubuhnya menghujam dadanya ia
merasa putingnya menyusut kecil dan mengeras, telinga, hidung, dan
matanya seakan tak berfungsi sejenak.
"...."
"Aduh..setan! aku orgasme!!" bathin Shinta pelan.
Shinta tersengal sengal mengatur nafasnya."Hah ..tenagaku habis untuk
menahan diri?!" Shinta mencoba mengangkat tangannya dengan lemah. Di-
kumpulkannya kekuatan sejenak, lalu ia mencoba berteriak .."to..to-
long!" teriaknya pelan.
Dewo merasa terkejut, diangkatnya kepalanya, lalu ia berdiri, "Aku
tadi sudah memperingatkan kamu , supaya jangan.." ia berkata sambil
meraih vas bunga di sampingnya "....COBA-COBA UNTUK BERTERIAK ?!
ternyata kamu kurang jelas ya?" diletakkan vas itu disamping kepala
Shinta lalu dipukulnya hingga berkeping-keping, "Mengerti Shinta??"
"aw..iya, ampun Wo "kata shinta sambil kembali terisak isak.

Dewo membuka celana dan celana dalamnya, lalu ia memegang kemaluannya
dan mengarahkannya ke wajah Shinta, "tidak, Wo jangan... aku nggak
mau, aku..." Shinta memejamkan matanya ketika kemaluan Dewo menyentuh
pipinya, lalu kehidung dan matanya dan turun kebibirnya.
Dewo menggeserkan batang kemaluannya dengan perlahan di bibir shinta.
Lalu ia melihat ada cairan bening di kepala penisnya lalu diarahkan
kepala penisnya kebibir Shinta.
Lalu ia berjalan dua langkah kebelakang, ditariknya kedua kaki Shinta
dan dibukanya paha Shinta lebar-lebar, lalu ia mengarahkan kemaluannya
ke vagina Shinta.
Dewo merasa penisnya melewati ruang yang sempit. Dibenamkan penisnya
sedalam dalamnya, dibiarkan sejenak, ia mengangkat kepalanya dan
melihat wajah Shinta yg berkerutkan alisnya, lalu diturunkan lagi
wajahnya kesamping kepala Shinta, sambil mulai memompa pantatnya
dengan irama yang tetap, selang 15 detik Shinta mulai mendesis seirama
gerakan pantatnya, lalu ia menaikkan tempo gerakannya sedikit, Shinta
mulai gelisah, mulutnya terbuka "ooooh--ooohh "lirihnya.
Dewo menjadi semakin terangsang demi mendengar desahan di telinganya.
Ia berhenti bergerak, lalu mencabut penisnya keluar, dilihatnya Shinta
masih memejamkan mata sambil membuka mulutnya, lalu digesernya tubuh
Shinta menjadi setengah terduduk, kakinya menjulur ke lantai.
Dengan pelan diangkatnya kedua kaki Shinta, lalu dilingkarkan kedua
tangannya melingkari pinggul Shinta. Lalu ia mulai memompa lagi.
pantat Shinta terangkat keatas oleh tangan Dewo yg melingkar.
Shinta merasa tubuhnya dihujami oleh penis Dewo secara kasar, tapi
sedikit demi sedikit kenikmatan yang tadi datang lagi membentuk kelom-
pok kecil yang makin membesar, dilemahkan tubuhnya sehingga Dewo bisa
mengangkat pinggulnya lebih tinggi. Sementara kedua tangan Shinta
berayun-ayun diudara seirama gerakan mereka.

Dewo merasa vagina Shinta seakan mengelus-elus seluruh bagian penis-
nya, membuat ia merasa geli, vagina Shinta terasa sangat hangat dan
mencengkeram erat di penisnya,ia mulai mempercepat gerakannya, dirasa-
kanya tubuh Shinta mulai menegang.
Sambil terus memompa ia melihat sekeliling, lalu pandangannya terben-
tur ke foto perkawinan Shinta dan Anton, tiba-tiba perasaannya meninggi,
ia melihat Shinta tampak anggun dengan baju pengantinnya, lalu dialih-
kan pandangannya ke bawah dimana Shinta terayun ayun tak berdaya dan
sedang mendaki puncak dengannya.
"ah Shinta kamu cantik sekali.." katanya , lalu Shinta membuka mata-
nya, menatap sayu ke Dewo, ia berusaha tak menjawab tetapi mulutnya
mengeluarkan erangan tak jelas "aah-a-aah"
Dewo merasa ia akan orgasme, diangkatnya lagi pinggul Shinta lebih
tinggi membuat tubuh Shinta tertekuk diudara,lalu dengan kecepatan
penuh ia menggerakan pantatnya.

Shinta merasa pandanganya kembali gelap, seluruh tubuhnya mengejang,
tubuhnya seakan dihujani oleh kenikmatan badani yang tidak bisa ia
ketahui kapan berakhirnya,lalu... ia merasa ada cairan hangat menyen-
tuh ujung liang vaginanya ,dan tubuh Dewo mengejang keras
diatasnya..membuat perasaanya sangat aneh, ia tak pernah mengalami
sensasi bercinta seperti ini.
Sementara Dewo memeluk erat tubuh Shinta, dibiarkan penisnya menguras
spermanya didalam vagina Shinta.
Aroma tubuh Shinta menjadi semakin jelas di hidung Dewo ketika ia
mengalami orgasme ini.

Dewo menarik dirinya dan berdiri, sambil memunguti pakaiannya ia
berjalan kearah dapur, ketika ia menuangkan air kedalam mulutnya tiba-
tiba akal sehatnya kembali. Cepat-cepat ia memakai pakaiannya dan
berlari keruang tamu, didapatinya Shinta sedang memeluk kedua kaki
sambil melamun.
"shinta..eh, aku mau.." kata Dewo gugup. Lalu ia melangkah hendak
membuka pintu keluar.
Shinta memandang Dewo. Lalu memanggil "Wo.."
Dewo menoleh kebelakang, Shinta berdiri dan berkata "aku mau bicara
nanti, matikan answeringmachine telpon kamu ok?"
Dewo mengangguk heran lalu berkata "aku minta maaf Shin, karena..."
tak selesai perkataanya karena pintu itu terbanting tepat didepan
hidungnya.

Tiga jam kemudian Dewo sedang bersiap untuk pergi keluar kota, ia
sudah memesan tiket pesawat, "kali ini aku menikmati Bali" katanya
sambil menatap tiketnya.
Tiba tiba telpon rumahnya berdering "haloo!" katanya riang.
"Wo.. ini Shinta, aku ingin kamu sekarang kerumah, puaskan aku lagi,
lagi dan setiap saat aku menginginkannya kalau kamu menolak aku punya
rekaman video kejadian tadi siang yang siap disaksikan oleh Anton dan
Polisi, aku harap kamu bisa bekerja sama, ok????" lalu terdengar
telepon tertutup.
Dewo tak mempercayai pendengarannya, ditatapnya tiket pesawatnya,
kepalanya mendadak pusing, ini bukan lagi pemenuhan fantasinya, ia
merasa sangat bingung. Dibantingnya koper ke dinding lalu ia kekamar
mandi untuk mencuci wajahnya "tidak ..!! ini mimpi buruk, ayo bangun
Wo, liburan sudah menunggu !!!"
ketika berjalan ke wastafel dilihat wajahnya di cermin, "ayo, mana
wajah predator ini???"
Terpantul wajah yang sama di cermin, namun sekarang adalah wajah..
Budak seksual.
Rating 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar