Kamis, 02 April 2015

bercinta dengan teh Yeni tetanggaku




Tetanggaku, teh Yeni sudah beberapa bulan ini suaminya mengalami impoten sehingga ia udah 6 bulan ini tak pernah berhubungan lagi dengan suaminya. Cukup lama juga ia merindukan belaian hangat suaminya itu. Tapi apa daya suaminya kini sudah tidak bisa memuaskan hasratnya lagi. Suatu hari ketika aku pulang dari sekolah melewati belakang rumahnya teh Yeni yang jendelanya agak terbuka sedikit, kudengar suara-suara yang agak aneh dan berisik. Karena ingin tahu suara apa itu, kuhentikan langkahku dan kuintip dari jendela kamar teh Yeni yang agak terbuka sedikit tadi. Ternyata teh Yeni sedang duduk membelakangi jendela dan sedang melihat TV.

Setelah kuperhatikan lebih cermat, ternyata teh Yeni sedang nonton film blue dari VCD. Dan kuperhatikan lagi, tangan kiri teh Yeni bergerak maju mundur di sekitar bagian pahanya. Teh Yeni ini walau sudah agak berumur kira-kira 37 tahun, tapi masih telihat seksi dan menggairahkan, mungkin karena teh Yeni agak seksi dan warna kulitnya yang putih bersih serta bentuk dada yang menonjol serasi.

Teh Yeni yang sedang nonton TV itu mengenakan baju atau daster merah muda tipis dan sangat minim, habis sih pahanya hampir kelihatan semua, bulu ketiaknya yang lebat kelihatan juga. Sayangnya teh yeni menghadap ke depan, sehingga yang terlihat hanya punggungnya yang putih bersih. Karena selama ini aku belum pernah melihat film seperti itu, lalu kuputuskan untuk melihatnya terus dari celah pintu itu dan melihat adegan demi adegan. Batang penisku tidak terasa menjadi tegang sekali.

Saking asyiknya nonton sambil berdiri, ditambah nafsuku makin meninggi, tidak terasa berdiriku menjadi tidak tenang dan dengkulku menyenggol pot bunga yang berada di belakang kamar teh Yeni dengan keras. Tapi dengan cepat aku mundur menjauhi jendela.
“Siapakah itu..?” kudengar suara teh Yeni memanggil sambil membuka jendela lebih lebar, tapi aku tidak menjawab.
“Iwaan.., lagi ngapain kamu..?” tanyanya, setelah memergokiku sedang berada di belakang kamarnya.
Karena tidak enak, lalu aku kembali menuju jendela kamar teh Yeni dan kujawab, “Maaf.. teh..! tadi aku tak sengaja lewat belakng rumah teh Yeni dan melihat teh Yeni sedang asyik nonton tv di kamar”
“Sini.. Wan..!” kata teh Yeni sambil melambaikan tangannya dan film blue tadi masih terus berjalan.

Karena ingin melanjutkan nonton film tadi, lalu aku masuk kamar teh Yeni dan teh Yeni melanjutkan kata-katanya.
“Wan, sini.., duduk dekat teh Yeni, Teh Yeni tahu kok kalau Iwan pingin nonton film itu kan..?” lanjut teh Yeni sambil menunjuk TV.
“Sini.. Wan.. kamu sudah besar.. Sudah seharusnya kamu juga tahu.”
“Maaf ya teh, saya telah mengganggu teteh,” kataku.
“Aaahh.. kamu ini,” kata teh Yeni. “Sudahlah, duduk sini.. kita nonton sama-sama,” lanjut teh Yeni sambil menarik tanganku.

Perasaanku menjadi tidak karu-karuan bercampur malu ketika tanganku ditarik teh Yeni, apalagi tercium bau minyak wangi yang dipakainya terasa harum menusuk hidungku, sehingga nafsuku makin menjadi-jadi. Setelah beberapa saat hanya diam saja dengan mata kami tetap tertuju ke arah TV, tiba-tiba aku dikejutkan dengan pertanyaan teh Yeni.
“Waan, kamu.. tadi sudah lama ya.. nontonnya dari jendela..?”
“I.. ya teh,” jawabku malu tanpa menengok teh Yeni.
“Jadi.. Iwan.. tahu.. teteh.. lagi ngapain..?” tanya teh Yeni lagi dan lagi-lagi hanya kujawab pendek dengan tanpa menoleh ke teh Yeni.

“Waan..,” kembali teh Yeni memanggilku, tapi kali ini suaranya terdengar agak lain.
Dan ketika kuberanikan menatap wajah teh Yeni, kulihat kedua mata teh Yeni agak berair.
“Waan, Iwan. Jangan sampai salah.. yaa, teh Yeni sering nonton film seperti ini bersama suami teh Yeni, yaah.. teh Yeni sangka teh yeni bisa mengembalikan kondisi suami teh Yeni kembali. Tapi.., sampai saat ini masih belum.”
“Lho.., memangnya suami teh Yeni kenapa..?” tanyaku karena betul-betul aku tidak mengerti apa yang dimaksud teh Yeni.

“Aduuh.., Iwaan gimana sih menjelasinnya sama kamu..? Kok kamu sepertinya nggak ngerti sama sekali,” kata teh Yeni.
“Betuul teh..” jawabku, “Iwan betul-betul nggak ngerti.. kenapa sih dengan suami teh Yeni..?” tanyaku kembali.
Lalu teh Yeni menggeser duduknya mendekatiku sehingga sekarang teh Yeni duduknya sudah menempel denganku, sehingga bau wangi teh Yeni terasa sekali dan membuat penisku yang dari tadi sudah tegang karena lihat film menjadi lebih tegang lagi.

“Waan,” kata teh Yeni perlahan, “Suami teh Yeni sudah kira-kira enam bulan ini.., ininya.. (sambil tiba-tiba tangan kanannya meremas batang kemaluanku) nggak bisa bangun.”
“Aaahh.. teh Yeni.” sahutku sambil berusaha melepaskan tangan teh Yeni dari penisku, walaupun rasa penisku berdenyut enak, tapi aku berusaha melepas tangan teh Yeni, karena malu dan apalagi selama ini belum pernah penisku dipegang oleh orang lain.
“Waan, teh Yenii kan masih kepingin. Tapi.. yaahh.. karena punya suami teh Yeni nggak bisa bangun, jadi.. terpaksa teh Yeni melakukan seperti yang Iwan lihat tadi.

“Tehh, teteh kepingin apa sih.. dan tadi.. Iwan.. nggak lihat jelas.., teteh.. tadi ngapain sih..?” tanyaku lebih berani.
“Waan, teteh kan masih kepingin seperti yang di TV itu lho.. dan.. ini.. lho.. Waan,” sambil tangannya mengambil sesuatu dari bawah bantal dan diperlihatkan padaku.
Setelah kulihat, ternyata mainan yang berbentuk penis. Oh.., rupanya itu yang tadi dimaju-mundurkan. Lalu kami berdiam sejenak dan kembali melihat TV yang adegannya semakin seru.

“Waan..,” tiba-tiba aku dikejutkan oleh panggilan teh yeni.
“Yaa.. teh,” kujawab sambil menengok ke arah teh Yeni.
“Waan, boleh.. teteh.. lihat punyamu..? Teteh rasakan tadi kok.. punyamu.. besar betul dan.., keras lagi..?” lanjut teh Yeni.
“Teehh, jangan.. aahh.. Teehh, Iwan.. maluu.., apalagi nanti ada orang lain yang.. lihat,” jawabku sekenanya.
“Lhoo.., kok malu.. gak perlu maluu..? Disini kan cuman kita berdua. Waan, boleh yaa.. Waan..?”
Dan tanpa menunggu jawabanku, bahuku didorong teh Yeni hingga rebah di tempat tidur, dan teh Yeni dengan cekatan membuka resleting celana seragam sekolahku dan menarik turun bersama CD sampai terlepas dari badanku.

“Aduuh.. Waan, besar betul punyamu ini,” komentar teh Yeni sambil memegang batang kemaluanku dan memijatnya pelan.
Aku hanya memejamkan mataku sambil menikmati enaknya penisku yang sedang dipegang teh Yeni.
“Waan.., teh Yeni enakin seperti yang di TV.. yaa..?” kata teh Yeni lagi, dan kudiamkan saja pertanyaan teh Yeni sambil menunggu dan ingin tahu apa yang akan dilakukan teh Yeni.
Tiba-tiba.., “Huub..,” penisku yang berdiri tegak itu telah masuk semuanya ke dalam mulut teh Yeni dan sangat terasa sekali ketika teh Yeni mulai menghisap dan mengocok maju mundur dengan mulutnya.
“Teehh.. Teehh.. eenaak.. Teehh.. eenaak.. Teehh..,” tidak terasa aku berkomentar seperti itu karena merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Dari mulut teh Yeni yang tersumpal dengan batang kemaluanku hanya terdengar bunyi, “Hhhmm.. hhm.. hhmm..,” sambil tangannya mempermainkan kedua biji kemaluanku.

Batang kemaluanku terasa seperti tersedot-sedot, dan kadang terasa lidah teh Yeni mengenai kepala penisku dan menambah keenakan yang pertama kali kualami, dan secara tidak sadar kepala dan rambut teh Yeni kuremas-remas dengan kedua tanganku sambil sesekali kutekan kepalanya, sehingga seluruh batang kemaluanku terasa masuk semua ke dalam mulut teh Yeni.

Beberapa menit kemudian, teh Yeni melepaskan batang kemaluanku dari mulutnya, dan datang menghampiriku sambil mencium pipiku dan berbisik di dekat telingaku.
“Waan, enaak.. Waan..?”
Karena memang aku menjadi keenakan, dan apalagi ini menjadi pengalaman pertamaku, kujawab dengan jujur.
“Iyaa.. Teehh.., enaak sekali rasanya.”
Lalu kudengar teh Yeni berbisik lagi, “Iwaan.., sekarang.. Iwan mau kan tolongin Teteh..?”
Karena aku benar-benar tidak mengerti apa yang dimaksudkan teh Yeni, langsung saja kutanyakan, “Teehh, tolongin.. apaan..?”
“Aduh.. Waan,” kata teh Yeni lagi seperti keheranan.
“Itu.. lho Waan.. tolong ciuum tetek Mami seperti yang Iwan lihat di TV itu..!” kata teh Yeni sambil melepaskan dasternya sambil terus tiduran.
Sekarang baru kulihat dari dekat payudara teh Yeni yang sangat putih dengan kepala susunya yang kecoklatan. Karena nafsuku sudah meninggi dan ingin segera mencoba apa yang kulihat di TV tadi, tanpa menjawab kata-kata teh Yeni, langsung saja aku bangun dan mendekati payudara teh Yeni. Pertama kucium payudara teh Yeni kanan-kiri dengan kepalaku agak kutekan, lalu seperti yang kulihat tadi di TV, kujilati payudaranya dan sesekali kusedot puting susu teh Yeni yang kecoklatan itu, dan mungkin karena keenakan, kudengar teh Yeni berguman.
“Iwaan.. Waan teruss.. Waan.. enaak.. teruus.. Waan..!” sambil kedua tangannya meremas-remas rambutku.

Mendengar kata-kata teh Yeni itu, nafsuku semakin meninggi dan berusaha mencoba membuat teh Yeni lebih enak, apalagi kuingat bahwa teh Yeni sudah enam bulan ini tidak pernah mendapatkannya dari suaminya. Sedotan dan jilatanku di sekitar payudara teh Yeni lebih kupergiat, apalagi sekarang tangan kanan bukan lagi meremas rambutku, tetapi sudah meremas dan mengocok batang kemaluanku. Sambil berguman, “Enaak.., Waan.. enaak. Teruuss Waan..!” dan kembali kedua tangan teh Yeni meremas rambutku lebih kuat lagi.

Setelah beberapa saat, terasa remasan-remasan tangan teh Yeni di kepalaku itu seperti diikuti dengan dorongan agar kepalaku turun ke bawah. Walaupun tanpa kata-kata dan masih ingat dengan adegan TV yang aku sempat tonton tadi, aku menjadi yakin kalau sekarang teh Yeni menyuruhku untuk pindah dan mencium bagian vaginanya. Tanpa menunggu dorongan teh Yeni lagi, kuturunkan badanku pelan-pelan sambil kujilati bagian badan teh Yeni mulai dari perut, terus ke pusar dan terus turun ke bagian bawah pusar teh Yeni, dan sekarang sudah sampai di kemaluan teh Yeni yang masih tertutup dengan CD-nya. Tercium bau kemaluan teh Yeni yang membuatku semakin bernafsu.

“Waan..,” kudengar panggilan teh Yeni dengan kedua tangannya masih tetap meremas-remas rambutku.
“Too.. loong.. buu.. kaa celananya Waan..!” katanya lanjut.
Tanpa menunggu lebih lama, dan karena aku ingin melihat bentuk aslinya vagina itu seperti bagaimana, pelan-pelan kutarik turun celana dalam teh Yeni. Ketika aku kesulitan menarik turun lebih lanjut karena tertindih pantat teh Yeni, teh Yeni mengangkat pantatnya sedikit, dan dengan mudah CD-nya kulepas.

Kulihat di hadapanku, vagina teh Yeni yang sekelilingnya ditumbuhi oleh bulu-bulu hitam yang halus. Tanpa ada yang menyuruh, lalu kucium dan kujilati di bagian belahan vagina teh Yeni sambil mempraktekkan seperti apa yang kulihat di film tadi, sedangkan teh Yeni segera menggerakkan pantatnya, dan kepalaku kembali diremas-remas dan ditekannya. Ketika aku coba menjulurkan lidahku menusuk belahan kemaluan teh Yeni, terasa lidahku terkena cairan dari dalam vagina teh Yeni yang agak asin, sedangkan kedua kaki teh Yeni secara perlahan-lahan direnggangkan.

Karena tidak sabar, kubantu membuka kedua kaki teh Yeni sehingga sekarang kakinya terbuka lebar, dan aku berada di tengah. Dan karena aku ingin tahu lebih jauh tentang vagina, apalagi baru kali ini kulihat dari jarak sangat dekat, maka kugunakan kedua tanganku untuk membuka belahan kemaluan teh Yeni. Kulihat dengan jelas di bagian atas ada seperti daging menonjol berbentuk seperti kerucut dan ada lubang kecil, dalam pikiranku mungkin ini yang disebut orang klitoris. Sedangkan di bagian dalam vagina teh Yeni, semuanya berwarna kemerahan dan basah oleh cairan. Agak ke bawah lagi terlihat ada bagian yang berlubang sebesar jari kelingking.

Melihat semua isi kemaluan teh Yeni, aku jadi teringat pelajaran Anatomi yang diajarkan di sekolah. Melihat ini semua, nafsuku semakin meninggi dan tanpa ada yang menyuruh lagi dan karena aku baru saja dapat pelajaran dengan melihat film blue barusan, lalu sambil masih memegangi kedua bibir kemaluan teh Yeni, kujilat dan kuhisap klitoris teh Yeni. Tiba-tiba teh Yeni menggelinjang kuat sambil kedua tangannya meremas rambutku makin kuat dan berguman agak kuat.

“Iwaan.. arrchh.. uu.. Waan.. aarcchh.. enaak Waan.. teruu.. ss.., aarrchh.. aduuh Waan.. enaakk.. teruus..!” kudengar teh Yeni mengoceh terus dan membuatku makin bersemangat menghisap dan menyedot seluruh bagian kemaluan teh Yeni.
Dari mulai bibir kemaluan, klitoris, bagian dalam, sampai semuanya kutusuk-tusukkan lidahku ke lubang yang ada di vagina teh Yeni. Inilah mungkin yang membuat gerakan pantat teh Yeni semakin menggila dan terus-terusan mengoceh.

“Aduuh.., Waan.. enaak.. teruus.., archh.. enak Waan, aduh.. Waan.. Teteth. mauu.., sampee.., aarchh..!”
Kedua kaki teh Yeni sudah melingkar kuat di atas punggungku, dan kepalaku ditekannya kuat-kuat ke dalam vaginanya, sedangkan seluruh wajahkuku sekarang penuh dengan cairan-cairan yang keluar dari vagina teh Yeni, tapi tidak kuperdulikan, habis.. enak sih. Setelah itu ocehan teh Yeni berhenti, dan badan teh Yeni pun terlihat lemas lunglai, dan yang terdengar hanyalah suara nafasnya yang cepat seperti habis lari marathon.

Melihat teh Yeni seperti itu, aku yakin kalau teh Yeni baru saja mencapai puncaknya. Karena kasihan melihat teh Yeni yang sedang terengah-engah kecapaian, kuhentikan jilatan dan sedotan mulutku ke liang senggama teh Yeni, dan kuletakkan kepalaku di paha teh Yeni dan kuelus-elus kemaluan teh Yeni sambil menunggu apa yang akan diminta oleh teh Yeni lagi. Setelah kudengar nafas teh Yeni mulai agak teratur, kurasakan kedua tangan teh Yeni yang masih memegang kepalaku itu berusaha menarikku ke atas sambil berkata lirih.
“Iwaan.. kesinii.. Sayaang..!”
Aku segera merangkak, menghampiri teh Yeni yang masih tiduran telentang.

Teh Yeni sambil menggeser badannya sedikit, melanjutkan kata-katanya, “Sinii.. Waan.. tiduran di samping teteh.”
Dengan perasaan kurang enak, malu dan lain sebagainya, aku berusaha menenangkan diri dan tiduran di samping Teh Yeni. Teh Yeni segera merangkulku dan terus mencium pipiku, dan terus seperti berbisik di dekat telingaku.
“Waan.., kamuu.. kok.. pintar betul tadi.., Iwan sudah pernah yaa.. sebelumnya..?”
“Dengan.. pacarmu yaa..?” sambung teh Yeni lagi.
“Beel..uumm.. Teehh, swear..,” kataku cepat, “Kan.. belajar dari.. film yang teteh putar tadi.”
“Oohh.., berarti Iwan murid yang cerdas doong,” puji teh Yeni sambil tetap memelukku dan kembali mencium pipiku.
Agar teh Yeni agak senang, kucium juga pipinya, dan entah bagaimana mulanya, tahu-tahu bibirku telah dicium teh Yeni.

Kalau soal ciuman, kuakui aku memang pernah mencium pacarku, jadi ketika lidah teh Yeni menjulur masuk ke mulutku, pelan-pelan kuhisap lidahnya. Mungkin karena lidahnya kusedot, teh Yeni langsung menjadi beringas dan memelukku erat-erat. Ciumannya semakin hot dan tentu saja aku tidak mau mengecewakan teh Yeni, apalagi tangan teh Yeni yang satunya sudah mengocok-ngocok penisku, jadi kuimbangi ciuman teh Yeni sambil salah satu tanganku kuremas-remaskan ke payudara teh Yeni.

Beberapa saat kemudian, tanganku kupindahkan ke vaginanya dan klitoris teh Yeni kugosok-gosok dengan jariku. Hal ini membuat kocokan tangan teh Yeni di batang kemaluanku semakin cepat, membuat nafasku semakin tidak teratur dan nafas teh Yeni kembali terengah-engah. Setelah beberapa menit berciuman dan nafas kami berdua sudah tidak beraturan lagi, secara perlahan teh Yeni menghentikan kocokan di penisku, dan menghentikan ciumannya serta terus berbisik di dekat telingaku.
“Iwaan, teteh sudaah.. nggak.. tahaan Waan.. toloong.. punyanya Waan.. dimasukin.. ke teteh.., Waan. Ayoo.., Waan..!”

Mendengar kata-kata teh Yeni ini, nafsuku semakin menjadi-jadi, tapi perasaanku juga semakin bingung, karena sempat terpikir teh Yeni kan istrinya orang. Aku berusaha melawan kebingungan ini, dan tersentak dari lamunanku ketika mendengar teh Yeni kembali agak berbisik dengan suara yang sedikit menghiba.
“Iwaan.. ayoo.. Sayaang.. tolongiin.. teteh.. Waan..!”
Dan seperti tanpa berpikir, aku menjawab sekenaku, “Teehh.. boo..leeh.. Teehh..?” tanyaku, dan kulanjutkan pertanyaanku karena masih ragu, “Nggak..apa-paa. Teehh..?”
“Ii.. yaa.. Sayaang.., boleeh.. boleh.., Waan.” jawab teh Yeni sambil mencium bibirku.

“Sinii.. Sayaang..!” kata teh Yeni sambil menarik badanku.
“Coba posisikan badanmu di atas teteh,” lanjutnya.
Aku segera bangun dan kunaiki badan teh Yeni pelan-pelan. Dan setelah aku berada di atas badan teh Yeni, kurasakan teh Yeni membuka kedua kakinya lebar-lebar.
“Sinii.. Waan, Teteh bantu..,” kata teh Yeni sambil memegang batang kemaluanku dan dibimbingnya ke arah vagina teh Yeni.
Aku hanya menurut saja apa yang dikatakan teh Yeni, maklum aku masih terlalu buta, dan ini akan menjadi pengalaman pertamaku.

“Sudaah, Waan, sekarang tekan pantatmu pelan-pelan..!” perintah teh Yeni dan kuikuti permintaan itu dengan menekan pantatku pelan-pelan.
Tapi baru saja sedikit aku menekan pantatku, penisku terasa seperti tertahan di vagina teh Yeni, dan mendadak tangan teh Yeni menahan gerakan turun pantatku dan berbisik sambil sedikit meringis.
“Aduuh.. Waan, tahaan duluu.. saa.. kiit.. Waan.”
Kuhentikan tekanan pantatku dan kuangkat sedikit ketika mendengar keluhan teh Yeni.

“Iwaan.. pelan-pelan yaa Sayaang. Sudah lama teteh nggak begini.. dengan suami teteh, apalagi.. punyamu.. itu besaar sekali, lebih besar dari punya suamiku..,” kata teh Yeni lemah tapi membuatku menjadi sangat bangga karena punyaku dikatakan teh Yeni masih lebih besar dari punya suaminya.
“Sekarang.. gimana teehh..?” tanyaku tidak sabar ingin segera memasukkan penisku ke dalam liang senggama teh Yeni.
“Waan..,” kata teh Yeni lagi, “Coba naik turunkan pantatmu pelan-pelan, dan nanti kalau pantatmu teteh tahan, berarti kamu harus tarik pantatmu ke atas, dan waktu pantatmu nggak teteh tahan, kamu boleh tekan lagi. Beberapa kali.. sampai nanti kamu bisa rasakan sendiri kalau punyamu sudah masuk ke dalam punya teteh, bisaa.. kan Waan..?” kata teh Yeni sambil mencium bibirku.
“I.. yaa teehh, Iwan coba sekarang.. yaa.” jawabku.

Lalu kuikuti pelajaran yang diberikan teh Yeni. Tapi ketika pantatku kutekan, sering kulihat wajah teh Yeni sedikit meringis seperti menahan rasa sakit. Setelah beberapa kali kunaik-turunkan pantatku pelan-pelan, suatu saat pantatku malah ditekan agak keras oleh kedua tangan teh Yeni dan terasa batang kemaluanku seperti terjeblos ke dalam lubang.
“Bleess..” dan kudengar teh Yeni agak berteriak, “Aaacchh.., Iwaan..,” sambil seperti menahan nafasnya.
Karena kaget dengan teriakan teh Yeni, kutahan gerakanku dan kudiamkan sebentar sambil menunggu reaksi lebih lanjut dari teh Yeni yang saat ini sedang memejamkan matanya.

Tapi baru saja aku mau berpikir apa yang akan teh Yeni lakukan atau katakan, terasa batang kemaluanku seperti tersedot-sedot dan dipijat-pijat. Sedotan dan pijatan di penisku ini terasa sangat kuat sekali, dan terasa sangat enak. Karena rasa sedotan dan pijatan di batang kemaluanku terasa begitu nikmat, secara tidak sadar aku kembali menekan penisku masuk.
“Bleess..!” dan kembali kudengar teh Yeni sedikit berteriak, “Waan.., aarrchh.. saakiit,” sambil kedua tangan teh Yeni sedikit mendorong pantatku.
Terpaksa kuhentikan tekanan penisku, tapi kurasa penisku sudah masuk semuanya ke dalam liang senggama teh Yeni sambil menunggu reaksi teh Yeni.

Tidak lama kemudian, tangan teh Yeni menekan pantatku dan kurasakan kembali sedotan-sedotan dan pijatan-pijatan yang sangat kuat di batang kemaluanku. Karena rasa enak ini, secara tidak sadar aku mulai menaik-turunkan pantatku pelan-pelan sehingga penisku naik turun di dalam lubang vagina teh Yeni, dan teh Yeni pun mulai menggerakkan pantatnya naik turun mengikuti irama pergerakan penisku yang naik turun. Teh Yeni mulai mengeluarkan desahan-desahan.

“Waan.. teeruuss.. Sayaang.. aachh.. enaak.. Waan.. aduuh.. enaak.. Waan.”
Kurasakan batang kemaluanku begitu hangat di dalam vagina teh Yeni yang sangat basah, sehingga setiap kali tedengar bunyi, “Ccrreet.. creett..”
Hal ini membuatku semakin mempercepat gerakan penisku naik turun.
Tidak sadar terucap, “Teehh.. Iwaan.. jugaa.. enaak.. Teehh, ayoo Teehh..!” sambil kedua tanganku mencengkeram kepala dan rambut teh Yeni.

Beberapa menit kemudian, kurasakan gerakan badan dan pantat teh Yeni semakin liar dan semakin cepat, serta kedua tangannya mencengkeram kuat di punggungku. Tiba-tiba kedua kaki teh Yeni dilingkarkan kuat-kuat di atas pantatku dan memeluk badanku kuat-kuat sambil berteriak cukup kuat.
“Waan, Teteh.. nggaak.. kuaat.. mauu.. keluaar.. aacrrhh.. aacrhh..” dan terus terdiam dengan matanya tertutup dan nafasnya memburu terengah-engah.
Melihat Mami terdiam dengan nafasnya yang terengah-engah itu, aku merasa kasihan dan segera kuhentikan gerakan penisku naik-turun, tapi dengan posisi batang kemaluanku masih terbenam semua di dalam liang senggama teh Yeni.

Setelah nafas teh Yeni mulai agak teratur. Teh Yeni membuka matanya dan segera mencium bibirku sambil berkata lirih.., “Iwaan, terima kasiih yaa.. Sayaang.., Iwaan pintaar.. dan.. bisa muasin teteh.”
Kembali bibirku diciumnya, dan segera kujawab.., “Teehh.., Iwan nggak tahu.. Teehh, tapi Iwan sayaang.. teteh dan Iwan.. mauu teteh senang.”

Setelah kami diam sejenak dengan posisi masih seperti tadi, lalu kuberanikan bertanya ke teh Yeni.
“Teehh, jadi sekarang sudah selesai..? Kalau begitu.. Iwan.. cabut.. ya.. Teehh..?”
“Jaangaan.. Waan,” jawab teh Yeni sambil mengencangkan pelukannya, “Sebentar lagi kita lanjutkan seperti tadi.. sampai Iwan.. mencapai klimaks,” sambung teh Yeni.
“Klimaks gimana teehh..?” tanyaku tidak mengerti.
“Aduuh.. Iwaan,” jawab teh Yeni sambil memencet hidungku, “Nanti Iwan pasti tahu sendiri deh. Nanti Iwan terasa seperti mau kencing, lalu Iwan coba tahan selama mungkin, lalu lepaskan kalau sudah tidak kuat, dan dari punyamu akan keluar air mani yang menyemprot,” lanjut teh Yeni.
Aku hanya menjawab singkat, “Iyaa.. Teeh, Iwan.. mengerti.”

Setelah kami diam sesaat, teh Yeni lalu berkata, “Waan, toloong cabut punyamu duluu Waan, Teteh mau mengelap punya teteh supaya agak kering, biar kita sama-sama enak nantinya.
“Bener juga kata teh Yeni,” kataku dalam hati, “Tadi memek teh yeni terasa sangat basah sekali.”
Lalu pelan-pelan batang kemaluanku kucabut keluar dari vagina teh Yeni, dan kuambil handuk kecil yang ada di tempat tidur sambil kukatakan, “Teeh, biar Iwan saja yang ngelap.. boleeh teeh..?”
“Terserah kamuu.. deh Waan,” jawab teh Yeni pendek sambil membuka kedua kakinya lebar-lebar.
Aku merangkak mendekati vagina teh Yeni, dan setelah dekat dengan kemaluan teh Yeni, lalu kukatakan, “Iwan bersihkan sekarang yaa.. teehh..?”
Kudengar teh Yeni hanya menjawab pendek, “Yaa, boleeh Sayaang.”

Lalu kupegang dan kubuka bibir kemaluan teh Yeni, dan kutundukkan kepalaku ke vaginanya. Lalu kusedot-sedot klitoris teh Yeni agak kuat dan pantat teh Yeni tergelinjang keras, mungkin karena kaget.
“Iwaan.., kamu nakaal.. yaa.”
Hisapan dan jilatan kembali kulakukan di semua bagian kemaluan teh Yeni, dan membuat teh Yeni menggerak-gerakkan terus pantatnya. Kedua tangannya kembali menekan kepalaku. Beberapa saat kemudian, terasa kepalaku seperti ditarik teh Yeni.
“Iwaan.., sudaah.. Sayaang.., teteh nggak tahaan. Sini.. yaang..!”

Lalu kuikuti tarikan tangan teh Yeni. Tanpa disuruh, aku langsung naik di atas badan teh Yeni dan setelah itu kudengar teh Yeni seperti berbisik di telingaku.
“Iwaan, masukiin.. punyamu.. Sayang. Teteh sudah nggak tahaan.. Yaang..!”
Tanpa membuang-buang waktu, kuangkat kedua kaki teh Yeni dan kutaruh di atas bahuku sambil ingin mempraktekkan seperti apa yang kulihat di film tadi. Sambil kupegang batang kemaluanku, kuarahkan ke vagina teh Yeni yang bibirnya terbuka lebar. Lalu kutusukkan pelan-pelan, sedangkan teh Yeni dengan menutup matanya seperti pasrah saja dengan apa yang kuperbuat.

Karena vagina teh Yeni masih tetap basah dan apalagi baru kujilat dan kuhisap-hisap, membuat kemaluan Mami semakin basah, sehingga sodokan penisku dapat dengan mudah memasuki lubang kemaluan Mami.
Untuk meyakinkan apakah penisku sudah masuk vagina teh Yeni apa belum, sambil tetap kutusukkan penisku, aku bertanya, “Teeh, sudaah.. maasuuk..?”
Kudengar teh Yeni menjawab, “Iii.. yaa.. Saayaang, teeruuskan.. yang dalaam..!”
Karena kurasa sudah benar dan teh Yeni memintaku untuk lebih dalam, lalu kehentakkan batang kemaluanku agak kuat masuk ke dalam vagina teh Yeni.

Mulai kuayunkan penisku keluar masuk liang senggama teh Yeni dengan cepat, sehingga badan teh Yeni bergoyang semua sesuai dengan ayunanku, serta kedua buah dada teh Yeni juga bergoyang-goyang keras, sedangkan dari mulut teh Yeni kudengar desisan.
“Sshh.. shh.. Waan.. teruuss.. Yaang.. shh.. aduuh.. enaak Waan, teruus.. yang dalaam.. Yaang..!”
Karena tidak tahan mendengar ocehan-ocehan teh Yeni, sehingga hal itu membuat nafsuku semakin meningkat.

Sambil mempercepat ayunan penisku keluar masuk vagina teh Yeni, secara tidak sadar keluar dari mulutku, “Teehh, sshh.. Teehh, Iwaan.. juuga.. sschh.. enaak..”
Karena rasa enak yang tidak dapat kuungkapkan disini, makin kupercepat gerakan batang kemaluanku keluar masuk liang senggama teh Yeni. Apalagi sesekali terasa penisku seperti tersedot-sedot atau terhisap oleh kemaluan teh Yeni.
Lalu secara refleks tercetus dari mulutku, “Teehh.., sepertinya Iwaan.. sudah kepingin.. seperti yang.. teteh.. bilang tadii.. dicabuut.. yaa.. teehh..?”
Sedangkan teh Yeni, mungkin setelah mendengar kata-kataku barusan, lalu juga mempercepat semua gerakan badannya, dan juga melepas kedua kakinya dari bahuku serta memelukku kuat-kuat sambil berkata tersendat-sendat.

“Iwaan, jangaan.. Yaang.., jangan..! Biarkan.., teteh.. jugaa. sudah mau keluaar Yaang..! Ayoo.. kitaa.. samaa.. samaa Yaang..!”
Aku sudah kehilangan kesadaran karena keenakan dan apalagi mendengar kata-kata teh Yeni yang cukup merangsang ini.
Lalu, “Teehh..!” teriakku agak panjang sambil kepala dan rambut teh Yeni kuremas dan kujambak kuat-kuat.
Bersamaan dengan teriakanku, Teh Yeni pun tiba-tiba berteriak cukup keras sambil kedua kakinya dilingkarkan kuat-kuat ke pantatku dan rambutku di remas-remasnya.

Aku dengan nafas terengah-engah, tertelungkup lemas di atas badan teh Yeni. Dan teh Yeni pun kulihat lemah lunglai dengan nafas terengah-engah sambil menutup kedua matanya, berusaha menenangkan diri dengan mengatur nafasnya. Setelah nafasku agak teratur, kucium bibir teh Yeni lalu kubisikkan di telinga teh Yeni.
“Teehh.., terimaa kasih teehh, Iwaan.. sayaang teteh,” kataku sambil kembali kucium bibir teh Yeni, sedangkan teh Yeni tetap masih memejamkan matanya dan nafasnya sudah kembali teratur.
Ia menjawab, “Iwaan.., teteh puaas Sayang. Terima kasiih Waan,” katanya sambil memiringkan badannya sehingga posisi kami sekarang menjadi tiduran saling berhadapan dan penisku yang terasa masih tegang itu masih tetap berada dalam liang senggama teh Yeni.

Beberapa saat kemudian sambil saling memandang dan berpelukan, kutanyakan pada teh Yeni, “Teeh.., punya Iwan boleh Iwan cabut..?”
Teh Yeni sambil memencet hidungku menjawab, “Jangan dulu Sayang. Biarin dulu di dalam punya teteh. Teteh masih kepingin merasakan punyamu yang besar itu.”
“Coba deh Waan. Coba Iwan kocok keluar masuk punya Iwan, biar teteh bisa merasakan enaknya punyamu,” katanya lagi sambil salah satu kaki teh Yeni diangkatnya dan diletakkan di atas pinggulku.

Tanpa menunggu kata-kata teh Yeni lainnya, lalu kumulai memaju-mundurkan pelan-pelan batang kejantananku ke dalam vagina teh Yeni. Teh Yeni kulihat memejamkan matanya seperti sedang menikmati gesekan-gesekan penisku yang keluar masuk lubang kemaluannya. Tapi setelah beberapa saat, kurasakan dalam posisi miring ini sepertinya masuknya kemaluanku ke dalam vagina teh yeni terasa kurang dalam. Lalu, secara perlahan kudorong bahu teh Yeni sehingga telentang. Dan bersamaan dengan doronganku, kunaiki tubuh teh Yeni, sehingga batang kemaluanku yang ada di dalam vagina teh Yeni tidak sampai terlepas. Teh Yeni sepertinya mengerti kemauanku, dan sepertinya malah membantuku dengan memeluk badanku rapat-rapat serta membuka kakinya lebar-lebar.

Lalu kuayun penisku perlahan-lahan keluar masuk kemaluan teh Yeni. Karena teh Yeni masih diam saja, dan tetap masih menutup kedua matanya, lalu kutanyakan sambil berbisik di dekat telinganya.
“Teeh.., gimana teeh, enaak apa nggak punya Iwaan..?
Kulihat teh Yeni membuka matanya, lalu mencium bibirku serta terus berbisik.
“Wan.., teruuskan.. Saayaang, teteh menikmatinya Wan,
Setelah teh Yeni selesai menjawab pertanyaanku, kurasakan teh Yeni mulai mengerakkan dan memutar pantatnya perlahan-lahan.

Karena teh Yeni mulai menggerakkan pantat atau pinggulnya lagi, kuputuskan untuk menghentikan gerakan kemaluanku keluar-masuk dengan posisi penisku sudah masuk semua ke dalam liang senggama teh Yeni. Ingin merasakan enaknya gerakan teh Yeni, tapi mungkin karena merasakan, aku sekarang diam, teh Yeni ikut berhenti juga dan membuka matanya lalu memandangku sayu seperti bertanya.
“Kenapa diam.. Wan..?”
Agar teh yeni tidak bertanya lebih lanjut, lalu kukatakan di telinga teh Yeni, “Teeh.., Iwan diam karena kepingin merasakan sedotan dan pijatan seperti tadi teeh.”
Teh Yeni hanya tersenyum dan dipegangnya kepalaku, lalu diciumnya pipiku sambil berbisik, “Waan.., kamu mulai nakal.. yaa..? Niih.. teteh.. kasih.. apa yang Iwaan minta..!” lanjut teh Yeni sambil memeluk badanku.

Tidak lama kemudian, terasa batang kemaluanku seperti disedot-sedot dan dipijat-pijat, mulai dari lemah, makin kuat dan kuat, sehingga secara tidak sadar aku berbisik agak keras.
“Teeh.., enaak.. enaak.. teeh.. Aduh enaak.. aahh.. enaak.. teeh,”
Karena sedotan dan pijatan di batang kemaluanku terasa semakin kuat, secara tidak sadar kumulai lagi mengocok penisku keluar masuk vagina teh Yeni. Mula-mula pelan, lalu kupercepat.
Karena enaknya, aku langsung bilang, “Teeh.., enaak teeh.. Iwaan.. mau lagi teeh. Ayoo teeh..!”
Mungkin karena melihatku mulai bernafsu lagi, teh Yeni langsung mulai menggerakkan pinggulnya lagi yang makin lama makin cepat.

Selang beberapa lama, aku merasakan kalau air maniku sudah mau keluar, tapi kucoba menahannya selama mungkin.
Tiba-tiba, “Teeh.., teeh.., Iwaan sudaah mau keluar..”
Mendengar bisikanku ini, kurasakan gerakan pinggul teh Yeni semakin cepat dan pelukan tangannya di badanku juga semakin keras.
“Waan.., teteh juga sudah dekat Waan.. Ayoo Waan.. sama-sama..!”
Belum sampai teh Yeni menyelesaikan kata-katanya, aku berteriak agak keras, “Teeeh.. Iwaan keluar.. ahh..,” sambil kubenamkan seluruh batang kemaluanku kuat-kuat ke dalam vagina teh Yeni.
Bersamaan dengan teriakanku itu, kudengar teh Yeni pun berteriak cukup kuat, “Iwaan.., teteeh keluaar.. jugaa.. Ayo Wan, cepaat.. archh..!”
Dengan nafas tersengal-sengal, kutelungkupkan badanku yang lemas itu di atas badan teh Yeni, dan teh Yeni juga dengan nafasnya yang terengah-engah, tergeletak seperti tidak bertenaga dengan kedua tangannya terkapar di samping badannya.

Setelah nafasku sedikit teratur, kucabut batang kemaluanku dari dalam liang senggama teh Yeni. Kujatuhkan badanku tiduran di samping teh Yeni, dan terdengar teh Yeni berbisik, “Terima.. kasiih.. yaa.. Sayang..!”
Dan setelah berhenti sejenak, sambil mencium pipiku, teh Yeni berkata lagi, “Waan.., ini hanya kita berdua ya yang tahu, jangan sampai ada yang tahu ya, Wan.”
Supaya hati teh Yeni tenang, lalu kujawab, “Teeh, Iwan akan jaga itu.., terima kasiih ya teeh,” sambil kucium pipi teh Yeni.
Aku terus bangun dan mandi bersama teh Yeni di kamar mandi teh Yeni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar